Butuh Waktu Menenangkan Diri

1149 Kata
"Grup nggak jelas" Daffa Gue butuh uang Pinjam please Bima Buat apa? Aldi Ha? Muncul setelah heboh malah bilang butuh uang Zeef Lo nggak lagi diculik kan? Daffa Bukan Send picture Bima Lagi di hotel ternyata Ngapain lo disana? Daffa Tidurlah Lo kira ngapain lagi? Zeef Aneh Sebenarnya lo ada masalah apa Daf? Aldi Ngambek karena dilarang balapan kali Bima Masa? Daffa Nanti gue ceritain Sekarang gue lagi butuh uang Aldi Berapa? Zeef Berapa Daffa 10 juta Aldi Gila ni anak Mana ada gue uang 10 juta, kalau 1 juta ada Zeef Sama @bima deh. Dia punya uang paling banyak Gue mana punya pegangan segitu Bima Tf kemana? Aldi Nah kan. Si anak Mami memang punya banyak uang Zeef Anak Mami 👍 Daffa No Rek biasa Bima Tapi sebelum itu, jawab dulu Lo pinjam buat apa? Daffa Mau liburan Bima Kemana? Gue ikut kalau gitu Zeef Mau ikut juga Aldi Mau ikut tapi uang nggak ada haha Daffa Gue mau pergi sendiri Tenang aja, gue udah minta izin kok sama bokap dan nyokap Zeef Nggak percaya gue Aldi Betul, gue juga nggak percaya Takutnya malah kabur lagi Daffa Send picture Puas lo? Aldi Wkwkw Bima Kok bawa-bawa nama gue Lo mau pergi ke tempat kita pernah kemah itu? Daffa Yoi Bima Sendiri doang? Daffa Ya Bima Kenapa nggak ke villa gue aja? Daffa Emang boleh? Bima Ck, nggak usah bacot dah Ntar gue bilang sama Pak Asep kalau lo kesana Daffa Sip Thanks Daffa tidak pulang sama sekali. Dia sudah mengirim pesan kepada sang Mama bahwa ia dalam keadaan baik dan butuh waktu. Daffa juga berjanji tidak akan melakukan hal gila sehingga kedua orang tuanya tidak perlu khawatir. Berhubung ada tujuan dan Daffa pergi bersama Bima maka Mama Asma memberi izin. Padahal Daffa berbohong karena dia hanya pergi sendiri. Daffa tidak berani mengirim pesan kepada Papanya. Padahal Papanya sudah berkali-kali menghubungi dirinya. Jelas saja Papanya sangat tegas, bahkan saat Daffa nakal sang Papa tidak segan-segan menyuruhnya tidur diluar atau tidak diberikan uang jajan. Berbeda dengan Mama Asma, dia cenderung membela Daffa terlepas kenakalan apapun yang dilakukan Daffa. Makanya Daffa seakan tidak bisa menerima jika Mama Asma bukan ibu kandungnya. Daffa akan menenangkan diri ke tempat dimana ia dan teman-temannya pernah berkemah. Tempat kemah dekat dengan villa milik keluarga Bima. Jadi Daffa bisa bersantai sambil berusaha mengontrol emosi yang masih belum jelas. Uang dengan nominal sepuluh juta sudah masuk ke dalam rekeningnya. Teman-temannya memang sangat baik. Mereka saling membantu satu sama lain, bahkan terkadang sampai melewati batas seperti membantu berbohong kepada orang tua. Daffa memesan tiket pesawat secara online. Dia mengirim pesan kembali kepada teman-temannya untuk meminjam beberapa helai pakaian. Pukul dua siang, Daffa sudah berada di bandara. Pesawat akan berangkat satu jam lagi. Daffa juga sudah melakukan check in. Dia tidak tahu harus melakukan apa sehingga lebih baik datang ke bandara lebih cepat. Setidaknya dia bisa melihat orang berlalu lalang. Tidak lama, teman-temannya datang. Mereka membawa tas yang berisi pakaian Daffa. Daffa melambaikan tangan agar teman-temannya dapat melihat keberadaannya. Belum berbicara, satu pukulan sudah mendarat di perut Daffa. Dia meringis karena Zeef melakukan dengan tiba-tiba. "Memang gila ni anak," ujarnya. Biasanya Daffa akan membalas, tapi kali ia dia tidak membalas. Dia cukup tahu diri karena teman-temannya juga kerepotan karena dirinya yang tiba-tiba tidak pulang dan sulit dihubungi. "Pergi berapa hari?" tanya Bima. Sebenarnya ia cukup khawatir, takut saja jika pikiran Daffa tiba-tiba error. "Lo khawatir ya sama gue?" "Jijik banget." Bima pura-pura muntah. Meskipun mereka saling peduli, tapi mereka tidak akan mau mengakui hal itu. Daffa tersenyum tipis. "Tenang aja, gue cuma pergi tiga hari." Aldi geleng-geleng kepala. "Lo kayak anak kecil." Daffa berdesis kecil. "Bodo amat," katanya. Dia langsung mengambil tas yang dibawa oleh Zeef. "Ini baju siapa?" "Baju gue," jawab Zeef. Daffa membuka tas dan melihat isinya. "Wih perhatian juga kalian," ungkapnya sambil mengeluarkan kotak yang berisi celana dalam. "Iyalah. Mana mungkin gue kasih celana dalam gue." Sedekat-dekatnya mereka, kalau urusan celana dalam berbeda cerita. "Gue juga nggak mau pakai punya lo." "Itu tau." Zeef masih belum mengerti jalan pikiran Daffa. Kalau ada masalah seharusnya diselesaikan baik-baik. Susah mungkin, tapi jangan pakai acara kabur seperti ini. Sebenarnya bukan kabur dalam arti sebenarnya. Tujuan Daffa juga jelas, jadi mereka tinggal mencari kesana jika Daffa tiba-tiba tidak bisa dihubungi. Uang sepuluh juta hanya akan bertahan selama beberapa hari saja. Daffa bukan orang yang bisa mencari uang. Sampai sekarang dia hanya mendapat uang dari kedua orang tua saja. "Sebelum semester baru dimulai, lo harus pulang." Bima mengingatkan. Sebentar lagi semester baru akan dimulai dan mereka harus berangkat ke kota dimana kampus berada. Kampus dan tempat tinggal mereka berada dipulau yang berbeda. "Tenang aja." Daffa memukul pelan bahu Bima seakan-akan menyampaikan maksud bahwa ia tidak perlu khawatir. "Gue udah hubungin Pak Asep. Lo tinggal pesan taksi atau mobil online menuju ke villa." "Mau gue peluk nggak?" tanya Daffa dengan wajah datar. Bima langsung menjauh. "Jijik, awas aja kalau berani!" Aldi dan Zeef tertawa. Sembari menunggu pesawat lepas landas, Daffa bersama teman-temannya membicarakan banyak hal. Termasuk omelan karena tingkah Daffa yang kali ini sedikit kekanak-kanakan. "Dosa gue udah banyak, lo malah nambah lagi." Bima mendumal sembari membaca pesan yang baru saja masuk. "Kenapa?" Zeef dan Aldi penasaran. Bima menunjukkan layar ponsel. Mama Daffa bertanya, apakah mereka sudah berangkat atau belum. Padahal Bima tidak pergi dan hanya Daffa saja. "Untung nggak bawa nama gue." Aldi bernafas lega. Bahaya juga kalau dia tidak sengaja bertemu dengan orang tua Daffa dijalan atau dimanapun. Apalagi rumah mereka tidak terlalu jauh. Masih berada didaerah yang sama, hanya beda perumahan saja. "Benar juga." Zeef juga ikutan lega. Berbeda dengan Bima. Dia tampak lesu tidak berdaya. "Lo balas apa?" Daffa takut kalau Bima malah mengungkapkan yang sebenarnya. Bisa-bisa kedua orang tuanya langsung menyeretnya pulang bahkan mengurungnya di kamar. "Cukup sekali ini!" tegas Bima. "Iya iya." Bima membalas seakan-akan dia juga ikut bersama Daffa. Bahkan mereka sempat mengambil gambar sebagai bukti bahwa mereka pergi bersama-sama. Daffa melambaikan tangan sebelum menghilang dari pandangan teman-temannya. Pesawat akan berangkat sebentar lagi sehingga Daffa harus segera masuk. Sebelum mode ponselnya berubah ke mode pesawat. Pesan dari Mama Asma masuk. Mama Hati-hati dijalan Kalau sudah sampai, kabari Mama Mama sudah kirim uang Kalau sudah merasa baik, pulang ya nak Maafkan Mama... Mama tidak berubah. Dia masih sama, hanya Daffa yang merasa keadaanya sedikit membingungkan. Daffa melihat uang di rekeningnya. Ternyata Mamanya mengirim uang sebanyak enam juta. Daffa membalas pesan tersebut. Dia berjanji akan pulang setelah dua atau tiga hari disana. Daffa memang orang yang pengecut. Dia lari seakan-akan bisa membuat fakta menjadi mimpi, padahal tidak bisa. Daffa tidak tahu berapa lama ia ingin menyendiri. Dia perlu menyiapkan diri untuk bertemu dengan Mama Asma kembali. Daffa tidak marah kepada Mama Asma, dia hanya malu saja. Perjalanan memakan waktu selama dua jam. Daffa sempat tidur karena memang dia kurang tidur. Saat matanya terbuka, pesawat bersiap mendarat. Akhirnya ia sampai ke kota dimana menjadi tujuannya untuk sejenak menyendiri.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN