PART. 5

1085 Kata
Arsyl tiba kembali di rumah, saat memasuki kamar, dilihatnya Kirana sudah tertidur pulas di atas sofa. 'Kirana ... Karina, wajah mereka sangat mirip, tapi sekarang Karina pasti lebih tua. Kirana ... Karina, sekarang usia Kirana delapan belas tahun, dan Karina usianya pasti sudah tiga puluh tahun. Kirana ... Karina, secara bentuk tubuh, dan sifat sangat jauh berbeda. Karina tinggi semampai, sehingga aku tak perlu menunduk saat berbicara dengan Karina. Kirana kecil mungil, imut, khas ABG yang baru meninggalkan masa anak-anaknya. Tapi bagaimana bisa mereka memiliki wajah yang serupa tanpa ada hubungan apapun. Dulu Karina hanya tinggal berdua dengan ibunya. Sedang Kirana menurut cerita Om Hadi sebelum diangkat anak oleh Ayah, Kirana hanya tinggal berdua dengan Ayahnya. Lalu kenapa aku harus menumpahkan kemarahanku pada Karina kepada Kirana. Bukan salah Kirana, jika wajahnya mirip dengan Karina. Bukan salahnya jika ....' "Enghh ... lepaskan aku, lepaskan ...." Gumaman Kirana di dalam tidur, menghalau lamunan Arsyl. Bughh.... "Awwwww!" Kirana terjatuh dari sofa ke atas lantai, dengan kepala membentur ubin, dan tepat berada di dekat kaki Arsyl. Arsyl tertawa nyaring melihat wajah Kirana yang meringis, sehingga terlihat sangat lucu baginya. Plaakk! Kirana memukul kaki Arsyl dengan telapak tangannya, tapi bukannya Arsyl yang kesakitan tapi tangannyalah yang terasa panas. Sungguh Arsyl sendiri merasa heran, kenapa ia bisa tertawa lepas seperti tadi, itu hal yang tidak pernah dilakukannya lagi sejak sepuluh tahun yang lalu. Kirana sudah bangun dari lantai, tangannya berusaha mendorong d**a Arsyl agar Arsyl menjauh. Tapi bukan Arsyl yang terdorong menjauh, justru dialah yang terjengkang kebelakang dan jatuh diatas sofa, karena Arsyl menolakan tangan Kirana dengan dadanya. Arsyl membungkuk didepan Kirana, wajahnya yang tepat berada diatas wajah Kirana membuat nafasnya yang berbau alkohol tercium oleh Kirana. "Mulutmu bau alkohol, kau mabuk ya?" Kirana menutup hidungnya tak tahan dengan bau mulut Arsyl. Arsyl menarik Kirana untuk berdiri, bibirnya mendekati bibir Kirana. "Aku tidak mau dicium, mulutmu bau alkohol huueekk!" Kirana merasa perutnya bergolak, karena bau alkohol yang diciumnya dari mulut Arsyl. Arsyl tidak menghiraukan protes Kirana, bibirnya semakin mendekati bibir Kirana, tapi sebelum Arsyl sempat mendaratkan bibirnya dibibir Kirana, Kirana menunduk dan .... "Hoeeekk! Hoooeekk!" Kirana muntah tepat dibagian d**a kemeja Arsyl. Arsyl mendorong bahu Kirana agar menjauhinya. "Ya ampun dasar wanita aneh, kenapa kamu muntah di bajuku haah!" teriak Arsyl gusar. "Salahmu sendiri, kenapa mulutmu yang bau alkohol itu menciumku. Minggir aku mau ke kamar mandi!" kali ini Kirana mendorong bahu Arsyl agar memberinya jalan untuk ke kamar mandi. "Heyyy! Aku yang harusnya masuk ke kamar mandi bukan kau, heeyy Kirana!" Pintu kamar mandi digedor Arsyl. Kirana ke luar dari kamar mandi. "Berisik banget sih," gerutu Kirana. "Buka kemejaku!" Arsyl mendekatkan tubuhnya kepada Kirana. "Heeh, tidak mau!" "Kamu harus bertanggung jawab, kamu sudah muntah di bajuku!" Arsyl mencekal lengan Kirana. "Iih lepaskan! Itu salahmu sendiri, mulut bau alkohol main cium orang sembarangan!" jawab Kirana. "Lepas bajuku cepat, atau aku cium lagi!" ancam Arsyl dengan pandangan mengintimidasi. "Nih ... coba saja kamu cium aku lagi, aku yakin bukan bajumu yang bakal kena muntahku, tapi muntahku bakal masuk ke mulutmu!" ancam Kirana dengan wajah mendongak menantang karena tak mau dikalahkan. Mendengar ancaman Kirana, perut Arsyl langsung bergolak. "Hoeek! Hooeek! Dasar wanita aneh. Hooeek! Awas kau." Arsyl segera masuk ke dalam kamar mandi. Kirana tersenyum menang. 'Heeh jangan dipikir aku takut ya sama kamu, sesuai kemauanmu, cuma di depan Ayah kita suami istri.' gumam hati Kirana. Sedang Arsyl yang tengah melepas pakaiannya di kamar mandi sambil menggerutu. "Kupikir dia wanita pendiam yang lemah, yang bisa dengan mudah aku taklukan, tapi ternyata dia tak semanis tampilannya huuuhh!" Saat Arsyl ke luar dari kamar mandi tubuh Kirana sudah terbungkus dengan selimut di atas sofa. Arsyl membanting tubuhnya ke atas tempat tidur, diliriknya tubuh Kirana, tapi nampaknya Kirana sudah tertidur, dan Arsyl sendiri sudah tak berminat lagi menyentuh Kirana malam ini, setelah pakaiannya dikotori Kirana dengan muntahnya. Kirana yang sebenarnya belum tidur tertawa dalam hatinya. 'Jangan tertipu tampilanku ya, didepan Ayah aku memang selalu berusaha bersikap lemah lembut, karena kelembutan Ayah, tapi didepan b******n sepertimu jangan harap aku mau berlemah lembut' batin Kirana. -- Sudah lebih sebulan mereka menikah, Arsyl sibuk dengan urusan kantor Ayahnya, sementara Kirana sibuk dengan urusan kuliahnya, juga menjaga Ayahnya. Sudah beberapa kali Arsyl mencoba dengan berbagai cara agar bisa menjamah Kirana, tapi tetap saja Kirana selalu pingsan saat pakaian bagian bawahnya dilepaskan, atau miliknya diremas Arsyl. Tentu saja Arsyl harus memaksanya agar ia tidur di ranjang bersamanya, karena Kirana tidak mau dengan suka rela melakukannya. Seperti malam ini, seperti biasa Kirana berusaha melepaskan cengkeraman tangan Arsyl, dan seperti biasa ia selalu kalah. Arsyl sudah melepaskan daster kaos bergambar keropi yang dipakai Kirana, branya juga sudah dilemparkan Arsyl entah kemana, kini Kirana hanya tinggal memakai celana dalamnya saja. "Kamu bilang ingin membuat Ayah bahagia kan, kamu tahu Ayah akan bahagia kalau kita memberinya cucuk, jadi bekerja samalah dengan baik Kirana," desis Arsyl gusar, karena Kirana selalu memakinya sebagai lelaki b******n. "Kamu mempergunakan nama Ayah untuk memperoleh kesenangan untukmu sendiri," balas Kirana. "Tapi itu benar kan, lagi pula aku kira, kau juga terlihat senang aku cium, aku sentuh, aku ...." "Cih! Senang dari mananya, dari Hongkong hah!" sengit Kirana. Arsyl tertawa pelan. Dan wajahnya yang sedang tertawa itu terlihat sangat tampan di mata Kirana. Mata Arsyl, yang saat pertama bertemu dengan Kirana, memandangnya seakan ia adalah sumber penderitaan bagi Arsyl, kini terlihat sedikit berbeda. Kadar kebencian yang diperlihatkan mata itu mulai terlihat berkurang, dirasakan Kirana akhir-akhir ini, entah benar begitu atau hanya perasaannya saja Kirana juga tidak tahu. Tes! Arsyl menjentikan jari, tepat di depan mata Kirana yang sangat intens menatapnya, seakan tengah terpesona dengan ketampanannya. "Heeeyy! Apa yang kamu lihat hah? Mengagumi ketampananku? Apa kau belum pernah melihat pria setampan aku eeh?" "Cih! Jangan kepedean, wajahmu itu pasaran tahu, aku sedang mengingat kalau wajahmu itu mirip dengan orang gila yang sering nongkrong di depan kampusku, bedanya kau bersih dia kotor itu saja!" jawab Kirana sinis. "Eeh ... apa maksudmu?" "Maksudku aku tidak tertarik pada pria berwajah pasaran sepertimu tahu!" "Oke Kirana, mungkin kamu bisa menolak pesonaku, tapi apa kamu bisa menolak rayuanku di tubuhmu? Kita akan lihat Kirana, seberapa lama kau bisa bertahan tanpa desahan, dan aku harap malam ini kau tidak pingsan seperti malam-malam sebelumnya." "Apa kamu tidak sakit kepala eeh, karena kamu sudah menggodaku, tapi kamu tidak pernah bisa menuntaskan hasratmu kepadaku. Setahuku, hal seperti itu sangat menyiksa bagi pria yang kurang beriman sepertimu?" tanya Kirana sinis. Arsyl tertawa mendengar perkataan Karina yang menyebutnya 'pria kurang beriman'. Harus diakuinya, sejak sepuluh tahun lalu, wajahnya tak pernah lagi tersentuh yang namanya air wudhu, entah kenapa kemarahannya pada Karina atas penghianatan yang dilakukan, membuatnya enggan lagi untuk meminta, untuk berdoa, untuk bersyukur pada yang maha pencipta. ****
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN