PART. 12

1040 Kata
Dengan gugup Kirana membetulkan letak hijab, kacamata, dan masker yang menutupi separuh wajahnya. "Eeh ada dokter Damar, Mas Arsyl kenalkan ini dokter Damar, dokter Damar ini dulu tetangga ibu, dokter Damar kenalkan ini Mas Arsyl." Karina memperkenakan Arsyl pada Damar. Damar, dan Arsyl saling berjabat tangan. "Ini siapa?" tanya Karina saat melihat Kirana. "Ini Nak Ana, calonnya dokter Damar." Bu Kartika yang menyahut. Kirana berdiri setelah merasa hatinya cukup kuat. "Hallo Mbak, kenalkan saya Ana." Kirana mengulurkan tangannya pada Karina. Karina menyambut uluran tangan Kirana. Karina merasa ada yang bergetar di hatinya, saat tangan mereka saling bersentuhan, mata Karina ingin menatap langsung ke mata Kirana, rasanya Karina ingin sekali menyentuh wajah Kirana yang tertutup kaca mata, dan masker. "Hallo Ana, senang rasanya mendengar dokter Damar sudah punya calon istri, oh ya kenalkan ini Mas Arsyl ...." "Arsyl ini calonnya Karina, mereka dulu pernah pacaran, kemudian putus, dan sekarang baru memulai hubungan mereka lagi" Bu Kartika berkata dengan mata berbinar bahagia, dan binar itu juga bisa dilihat Kirana di dalam mata Karina. Arsyl mengulurkan tangannya pada Kirana, tapi Kirana hanya menangkupkan kedua tangan di depan d**a, yang disembunyikannya di balik hijab panjang, dan lebarnya. Ia tak ingin, mata Arsyl menangkap cincin kawin mereka yang tersemat di jari manisnya. Kirana memberi isyarat dengan matanya kepada Damar, agar mereka segera ke luar dari ruangan itu. "Ehmm ... sudah waktunya kami pamit Bu, Karina, Mas Arsyl, saya harus mengantarkan Ki ... ehmm maksud saya Ana pulang," kata Damar. "Ooh ya silahkan, sering-sering datang ke sini ya Nak Ana," sahut Bu Kartika. Kirana sekali lagi meraih tangan Ibunya, dan menciumnya dengan penuh perasaan, dan mata berkaca-kaca. Bu Kartika menarik bahu Kirana lalu didekapnya erat Kirana. Entah kenapa Bu Kartika merasa ada perasaan yang tidak bisa dijabarkannya, yang hadir dihati, semenjak melihat Kirana melangkah masuk dari pintu tadi. "Kamu boleh menganggap Ibu ini, Ibumu sendiri Ana," bisik Bu Kartika. Kirana mengangguk, dengan berusaha sekuat tenaga menahan tangisnya. "Terimakasih Bu, saya permisi dulu, mari Mbak Karina ... Mas Arsyl." Kirana menunduk dalam, untuk menghindari tatapan mata Arsyl yang dirasakannya penuh selidik. Kirana merasa beruntung, karena tadi memakai busana muslim yang lebar dengan hijab yang juga lebar, sehingga bisa menutupi tubuhnya dengan baik. Ia yakin Arsyl tidak akan mengira, kalau wajah di balik kacamata, dan masker yang dipakainya adalah dirinya. Setelah di luar kamar. "Mau langsung Mas antar pulang, atau mau menemani Mas makan malam dulu?" tanya Damar lembut. "Aku lapar, mungkin sebaiknya kita makan dulu," sahut Kirana, ia merasa malas cepat pulang, ia malas bertemu dengan Arsyl. Ia sadar kini bahwa bagi Arsyl dirinya bukanlah siapa-siapa. Cinta Arsyl hanya untuk Karina, seperti kata Ibunya tadi, dulu mereka pernah putus, dan mungkin itulah yang membuat Arsyl menatapnya dengan kebencian dulu. Tapi sekarang ia tahu kalau cinta Arsyl, dan Karina sudah bersatu lagi. Pancaran rasa bahagia, jelas terlihat dari mata, wajah, dan suara Ibunya, saat memperkenalkan Arsyl sebagai calon suami Karina, rasanya Kirana sanggup untuk menukar apapun miliknya demi kebahagiaan Ibunya. Ibu yang sudah meninggalkannya, tapi Ibu tetaplah Ibunya seperti apapun adanya dia. "Melamun?" Damar menyodorkan sepiring nasi goreng ke tangan Kirana. Sungguh Kirana tidak menyangka kalau Damar akan mengajaknya makam malam nasi goreng gerobak pinggir jalan. Menurut Damar rasa nasi gorengnya persis dengan rasa nasi goreng gerobak kesukaan mereka di kampung halaman dulu. "Apa yang kamu lamunkan, Kirana?" "Aku sedang bersyukur Mas, karena masih diberi kesempatan bertemu dengan Ibuku." "Tapi, kenapa kamu tidak ingin Ibumu tahu tentang dirimu, Kirana?" "Aku tidak ingin kehadiranku nantinya akan membuat Ibuku terluka Mas. Cukuplah buatku melihatnya tersenyum bahagia, dan kalau bisa aku ingin menanggung biaya pengobatan Ibuku Mas" "Memangnya kamu sudah bekerja Kirana?" "Tentu saja belum, tapi aku memiliki cukup banyak uang tabungan dari Ayah sebagai hasil kerjaku membantu Ayah di kantornya. Selain itu uang bulananku juga cukup besar," jawab Kirana. "Apa Ayah angkatmu sangat kaya Kirana?" "Kekayaan secara materi itu relatif, tergantung siapa yang menilainya, tapi yang pasti Ayah angkatku orang yang sangat kaya hati, beliau sangat baik juga sangat sabar." kirana tiba-tiba merasa rindu pada Pak Arsyad yang berlibur bersama Pak Hadi sekeluarga di villa milik Pak Hadi. "Mas jadi ingin berkenalan dengan Ayah angkatmu." "Ayah sedang liburan di villa pengacaranya, nanti pasti aku kenalkan Mas. Ooh ya nasi gorengnya beneran enak banget, Mas Damar sering makan di sini ya?" "Ya, apa lagi kalau aku rindu Ibu, rindu kampung halaman kita, rindu padamu juga." "Oh ya, jadi selama ini Mas masih mengingatku sampai bisa merindukan aku?" "Tentu saja Mas mengingatmu Kirana, apa Kamu lupa kalau aku ini adalah Mas Damarmu, dan kamu adalah Kiranaku. Eehh ... apa jangan-jangan kamu yang melupakan aku?" Kirana tertawa pelan. "Aku tidak akan pernah melupakanmu Mas, Mas Damarkan super heroku," jawab Kirana. Keduanya tiba-tiba terdiam. "Kamu masih mengingat kejadian itu Kirana?" tanya Damar dengan suara lembut, seakan ia takut pertanyaannya akan melukai hati Kirana. "Kejadian itu, tidak akan pernah aku lupakan Mas, dan rasa takut yang kurasakan saat itupun masih aku rasakan hingga sekarang." Kirana menyusut air mata yang mengalir di pipi dengan jarinya, dan Damar bisa melihat kilau dari berlian yang terkena cahaya lampu dari cincin yang terpasang di jari manis Kirana. "Kirana!" "Hmm ...." "Apa ... apa, yang ada di jari manismu itu ... itu cincin kawin?" tanya Damar terbata. Kirana menatap cincin kawin di jarinya. "Pernikahan karena perjodohan, dan tanpa dilandasi rasa cinta, itulah yang terjadi Mas." "Maksudmu?". Kirana menarik nafas dalam. "Ayah angkatku sakit, dan beliau nemanggil pulang satu-satunya putra yang dimilikinya dari Singapura, dan beliau menikahkan aku, anak angkatnya, dengan putra kandungnya. Hanya rasa cinta terhadap Ayahlah, yang membuat pernikahan ini terjadi beberapa minggu lalu," jawab Kirana. Tiba-tiba bayangan Arsyl dengan Karina, dan bayangan senyum, dan rona bahagia yang terpancar dari mata, dan wajah Ibu, dan kakaknya berkelebat di pelupuk mata Kirana. "Apa kau bahagia Kirana?" tanya Damar tiba-tiba. "Aku bahagia, bila melihat orang yang aku cintai bahagia, hidup hanya sekalikan Mas? Buatku membuat orang yang kita cintai bahagia itu lebih membahagiakan," jawaban Kirana yang terdengar bagai gumamam, tapi Damar bisa menangkap ketulusan dalam suaranya. "Sudah malam, aku antar kamu pulang sekarang, suamimu tidak akan mengacungkan pistol di kepalakukan, kalau aku mengantarmu pulang?" gurau Damar berusaha mencairkan suasana. Kirana tertawa. "Tentu saja tidak, mungkin sekarangpun dia belum pulang ke rumah," jawab Kirana. 'Ya mungkin juga dia tidak akan pulang, mungkin juga dia menginap bersama Karina ' Batin Kirana. Dan kata hatinya itu justru mengiris perasaannya sendiri. ***BERSAMBUNG***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN