06

1009 Kata
Andrew memberikan sekotak rokok itu dengan sembunyi-sembunyi, matanya menatap malas ke arah lelaki tua yang berada di hadapannya. "Apa rencana yang sudah kau bangun?" tanya Derian sembari menyembunyikan rokok itu di balik bajunya. Andrew mengangkat kedua bahunya ringan, "Sebenarnya apa yang kau mau? kehancuran Lucas atau tubuh Clara?" Andrew terdiam seolah mengingat sesuatu, matanya menyipit sinis. Dengan penuh ejekan ia berkata, "Tidak mungkin kau masih menginginkan tubuh Clara, bukan? Penjara ini rumah barumu sampai kau mati." Derian mencondongkan tubuhnya ke arah Andrew, berbisik dengan suara pelan. "Apa yang kuinginkan bukan urusanmu, tugasmu adalah menuruti kemauanku. Jangan lupakan satu hal, kau seperti ini karena uangku." "Uang harammu," potong Andrew cepat. Derian menyandarkan tubuhnya dengan sikap arogan. "Akui saja, tanpa uang haram itu kau sudah mati sekarang. Aku melakukan hal ini untuk kebaikanmu juga, tidakkah kau berpikir bahwa setelah Lucas hancur sainganmu berkurang?" "Sekarang aku menyesalinya kenapa dulu aku ditolong oleh orang sepertimu. Aku tidak ingin menambah musuh, aku tau Lucas menahannya jika dia sudah marah aku tidak berada di sini sekarang, melainkan mati ataupun dipenjara sama sepertimu. Kehilangan semangat hidup dan bersiap-siap menunggu ajal yang menjemput. Meski aku jelas-jelas menunjukan permusuhan dan mengambil wanita yang disukainya, tetapi dia tidak membalasnya melainkan hanya menahan. Tinggal menunggu waktu dia akan membunuhku." Derian tertawa dengan suara yang keras, tubuhnya berguncang hingga beberapa polisi menatap ke arahnya dengan siaga. "Apa kau bodoh dan pengecut seperti ini?" ia masih tertawa, mengusap matanya yang berair karena terlalu banyak tertawa. "Sebelum dia membunuh tubuhmu kau bergerak lebih dulu membunuh jiwanya. Jika kali ini kau berhasil membuatnya hancur maka kau ku bebaskan, kau tidak perlu lagi merasa berhutang budi padaku. Kau bebas melangkah kemanapun yang kau mau dan aku tidak mengikatmu lagi." Andrew menghela napas lelah. "Bolehkah ku tau mengapa kau begitu membencinya?" tanyanya dengan nada hati-hati. Seketika wajah Derian berubah dingin, tangannya mengepal sementara matanya membara, menyiratkan kebencian yang terpendam. "Aku membenci seluruh keluarganya yang terlalu banyak ikut campur, tidakkah kau tau bahwa dahulu ayahnya menghancurkan bisnisku yang masih baru saja terbentuk? untungnya kala itu aku berhasil kabur dan bersembunyi. Mengganti namaku dan hidup serba kekurangan, dan saat ini ketika aku membentuk kembali bisnis itu hingga besar anaknya yang menghancurkannya bahkan membuatku berakhir disini." "Bisnis yang kau maksud itu penjualan manusia?" Andrew bertanya malas, wajar jika orang tua Lucas mematahkan bisnisnya. "Bisnis apapun itu seharusnya dia tidak perlu ikut campur! tetapi setidaknya sakit hatiku terbalas, rumah tangganya hancur." Andrew tertawa kecil, bukankah rumah tangga Derian juga hancur? tetapi ia tidak ingin menyuarakannya, tampakya lelaki tua dihadapannya ini tidak bercermin pada dirinya sendiri. Ia berdiri, melirik arlojinya, "Aku harus pergi dan kemungkinan ini kunjunganku yang terakhir kalinya. jika aku berhasil aku akan menyuruh seseorang mendatangimu, tetapi jika aku gagal kau akan menunggu dengan sia-sia maka dari itu jangan menungguku." "Kau pasti berhasil," ujar Derian dengan mantap. "Aku tidak pernah salah dalam mendidik seseorang, penilaianku terhadapmu sudah pasti benar. Jangan menundanya terlalu lama, aku khawatir dia bertindak lebih dulu." Andrew memutar bola matanya malas, "Demi kebebasanku," ucapnya sembari berlalu pergi. ***** Meja makan itu terisi penuh, Clara menatap hidangan dihadapannya dengan antusias. Ketika bangun matahari sudah terbenam dan ia belum makan siang, membuat perutnya memprotes minta diisi. Ia tidak menyangka akan tidur selama itu, hidup bersama Lucas satu hal yang paling disyukurinya adalah, kehidupannya yang bagaikan ratu. Tetapi lama-kelamaan hal itu membuatnya bosan karena itulah Clara menginginkan seseorang yang akan menemaninya. Ia mengelus perut ratanya dengan senyuman, tangisan anaknya nanti yang akan meramaikan harinya. "Ku dengar kau baru saja bangun." Suara bariton menyapa telinganya, Clara berpaling dan mendapati Lucas menggulung kemejanya hingga siku, membuat penampilan lelaki itu menggetarkan hatinya. Wajah lelah Lucas dengan rambut yang sedikit berantakan malah semakin membuat pria itu terlihat tampan. Clara buru-buru melarikan pandangannya, ada yang salah dengan jantungnya yang berdebar. Menjauhkan pandangannya dari Lucas bukanlah ide yang baik sebab lelaki itu malah mendekat, membungkukkan tubuhnya untuk menyalurkan tangannya ke dahi Clara. "Masih pusing?" Clara menggeleng pelan. "Aku tidak menyangka akan tertidur selama itu." Lucas mendengus kesal, ia menarik kursi yang berada di sebelah Clara. "Apa bayi itu bisa membuatku kekurangan jatah?" Mengerutkan dahinya tidak mengerti, Clara bertanya heran. "Maksudnya?" Lucas tersenyum jahil, tatapannya berubah s*****l. Ia mendekat untuk menghembuskan napas hangatnya di leher jenjang milik Clara. "Jatahku di malam hari, aku tidak ingin kehadiran bayi itu membuatku tidak bebas memasukimu. Jika kehadirannya tidak mengganggu aktifitas rutinku maka dengan tegas aku menolak kehadirannya." Wajah Clara bersemu, ia mendorong Lucas menjauh. "Ku-kurasa kehadirannya mengganggumu ketika kandunganku membesar nantinya. Kalau sekarang tidak masalah." Lucas menjauhkan tubuhnya, menghela napas seolah-olah pria itu kecewa. "Berarti tetap pada pendirianku, kau gugurkan anak itu dan kita akan hidup berdua hingga tua nanti." Clara menyipitkan matanya, menatap tidak suka ke arah Lucas, "Apa kau berniat membuatku kehilangan selera makan?" Ia mendekat lalu menyentuh d**a Lucas. "Aku yakin dihatimu pasti ada kebaikan." "Ck, kau masih menganggapku orang jahat karena aku tidak mengizinkanmu mengandung?" Lucas berdecak, nadanya mendingin dan Clara tau lelaki itu pasti tersinggung dengan ucapannya. Senyuman manis terukir di bibirnya. "Begitulah, perubahanmu tidak akan pernah ternilai di mataku jika kau masih saja berusaha untuk menggugurkan kandungan ini." "Katakan berapa hari aku harus menunggu jika kau berhasil mengandungnya lalu mengeluarkannya? Tidak mungkin aku bisa b******a denganmu ketika kau baru saja mengeluarkannya, bukan?" Clara tertawa renyah. "Apa hanya itu saja yang ada di pikiranmu?" Apa ... kau tidak pernah berpikir untuk memperbaiki hubungan kita? Atau setidaknya apa kau tidak pernah berpikir untuk membuka hatimu? Bagaimanapun pernikahan tanpa cinta ini menyesakkan. Hatinya menjerti mengucapkan kalimat itu, kalimat yang hanya disimpan rapat-rapat dan diucapkan dalam diam. Entah sampai kapan simbiosis mutualisme ini berjalan. Lucas menggunakannya untuk menuntaskan hasratnya dan Clara menggunakan Lucas untuk bertahan hidup, sebab semua barang-barang miliknya tidak lagi bersisa. Tetapi seharusnya Clara tidak boleh egois, tidak ada pertengkaran dalam pernikahan mereka itu lebih dari cukup dan Clara menikmatinya. Menikmati saat-saat tenang yang sebenarnya terasa hampa. Untuk hatinya sendiri masih dipertanyakan, apakah ia sudah mencintai Lucas atau rasa di dalam hatinya ini hanya kewajiban yang berada di dalam hati seorang istri. "Tentu saja." Lucas menjawab ringan, tidak menyadari perubahan di wajah Clara. Ternyata ... memang benar, Lucas hanya menginginkan tubuhnya saja. Sepertinya pernikahan ini semakin tidak ada cahaya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN