05

2003 Kata
A-APA! "Apa ... kau tidak ingin aku hamil karena kehamilan ini bisa mengganggu kesehatanku?" Clara bertanya dengan suara pelan, takut salah dengan apa yang ia dengar dan yakini. Lucas menghela napas perlahan, "Iya.' "Tap-tapi aku baik-baik saja, Lucas. Kehamilan ini tidak membuatku sakit, tidak membuat tubuhku melemah. Aku sehat." "Aku tetap pada keputusanku, Clara. Aku tidak ingin ada orang lain selain kita berdua di sini, aku tidak ingin ada bayi. Aku menentangnya sekuat apapun kau menginginkannya. Satu hal lagi, jangan mencoba-coba kabur ataupun meminta perceraian karena kau tau hal itu mustahil dan sia-sia. Besok pagi aku akan menyuruh Sebastian untuk mengantarmu ke dokter atau jika kau merasa tidak enak badan dokter itu yang akan datang ke sini." "Aku tidak mau!" Clara berteriak, dadanya bergemuruh oleh rasa sakit yang meluap-luap. "Aku tidak ingin menjadi pembunuh, jika kau masih bersikeras menggugurkan anak ini juga maka aku akan mati bersamanya." Sebulir air mata lolos dari matanya, Clara terisak ketika mengucapkan, "Dia anakmu juga, Lucas." Lucas tertegun, kata-kata yang diucapkan dengan tangisan itu mampu membuat dadanya tertohok dengan rasa nyeri. Clara menambahkan, "Dia darah dagingmu sendiri, meskipun nantinya aku mengalami rasa sakit dan juga mual-mual aku akan melewatinya semua kesakitan itu dengan bangga, Lucas." Clara menyentuh pipi Lucas dengan lembut. "Izinkan aku menjadi seorang ibu, Lucas." Lucas membeku, pikirannya berkecamuk berlawanan dengan hatinya yang mulai tersentuh. "Hmm?" Clara menatap matanya dalam, mengajak Lucas menyelami isi hatinya. "Akan kupikirkan," Lucas menyerah dan kalimat itu mampu membuat Clara tersenyum, setidaknya untuk saat ini Lucas tidak membawanya ke dokter secara paksa. Denyutan di kepalanya kembali menghantam di saat kelegan membanjirinya, Clara memegang dahinya pelan, bibirnya mengeluarkan ringisan pelan. "Kau pusing lagi?" Lucas bertanya cemas dan Lucas menjawabnya dengan anggukan pelan. Lucas menggendongnya ke ranjang, menuangkan segelas air lalu memberikannya pada Clara. Ia mengusap pelan rambut Clara, "Istirahatlah," bisiknya pelan. Clara mengangguk lalu merebahkan tubuhnya, ketika Lucas beranjak pergi Clara memanggil dengan suara lemah. "Bisakah kau tetap berada di sini sampai aku tertidur?" Bukan hanya Lucas, Clara juga turut tertegun tidak menyangka ia akan mengatakan kalimat itu lalu dengan terburu-buru menambahkan, "Tap-tapi tidak mengapa jika kau sibuk. Aku hanya ... tidak ingin sendiri." Lucas menghela napas, senyum kecil tersungging di bibirnya. Ia berbalik lalu duduk di ranjang, matanya menatap ke arah Clara dengan pandangan yang tidak dapat diartikan, tetapi pandangan itu bukan pandangan yang mengerikan melainkan pandangan yang menenangkan. "Jangan memaksakan dirimu jika kau sibuk." "Untuk apa menggaji mereka jika aku juga bekerja?" Lucas berkata angkuh yang -meskipun tampak menyebalkan- terlihat cocok untuknya. Clara tertawa kecil, "Aku berharap setelah aku membuka mata nanti, kau sudah menetapkan hati untuk menerima anak kita." Ia memberanikan diri menggenggam tangan Lucas. "Jangan berharap lebih, seharusnya kau tau aku tidak semudah itu untuk mengabulkannya. Aku hanya memikirkannya dan sewaktu-waktu pikiranku bisa berubah." Lucas mengusap kepalanya pelan, "Tidurlah, tenangkan pikiranmu semoga setelah kau bangun nanti kau berubah pikiran dan ingin menggugurkan anak itu." Lucas mengerutkan dahinya seolah berpikir. "Kehamilan bisa membuat tubuhmu kebih berisi dalam kata lain bisa membuatmu terlihat tampak gemuk, sebagian wanita yang kutemui tidak ingin jika berat badan mereka naik. Kupikir ..." "... Aku bukan termasuk salah satu wanita yang tidak ingin hamil karena takut gemuk." Clara memotong perkataannya dengan jengkel. Ia menatap Lucas dengan lelah. "Bukankah kau tadi yang menyuruhku untuk tidur? kenapa sekarang kau mengajakku berbicara? jika apa yang ingin kau ucapkan tetap hal yang sama lebih baik kau pergi saja. Aku tidak bisa tidur jika kau berada disini." Clara menarik selimut hingga menutupi kepalanya, entah mengapa hari ini ketika dirinya mengetahui bahwa ada nyawa yang akan tumbuh di dalam perutnya hatinya seketika menghangat dengan perasaan yang membuncah oleh rasa bahagia. Dan entah mengapa ia ingin Lucas berada di sampingnya untuk menemaninya, meski pria itu tidak menginginkan anaknya, tetapi Clara ingin bermanja untuk mendekatkan diri pada pria itu dan juga untuk membuat pria itu lebih memperhatikan kehamilannya. Tangannya mengusap perutnya pelan, apakah kemungkinan anak yang akan dikandungnya ini seorang perempuan? membayangkan seorang bayi mungil akan dipeluknya nanti kembali membuat hati Clara menghangat. Meskipun nanti ketika Lucas benar-benar akan berubah pikiran dan tetap akan menggugurkannya, Clara akan mati dengan bayi ini. Ia sudah bertekad. Ia merasakan usapan pelan di keningnya. "Keningmu berkerut, tidurlah Clara apalagi yang kau pikirkan?" Lucas terus mengusapi keningnya hingga kegelapan menyelimuti, Clara bergelung memasuki alam mimpi. ****** Lucas masih memusatkan pandangannya pada wanita yang kini bernapas secara teratur, menandakan bahwa wanita itu sudah terlelap. Tangannya sendiri masih mengusapi kening wanita itu yang masih berkerut, tetapi tidak terlalu kentara. Bibirnya mengukir senyum tipis, sebenarnya apa yang dipikirkan wanita ini dalam tidurnya? apa ... tatapannya langsung tertuju pada perut rata Clara yang tertutup selimut, apa Clara masih memikirkan tentang kandungan yang mulai tumbuh di dalam tidurnya itu? Wanita lemah yang nekad membawa nyawa baru di dalam perutnya. Lucas menghembuskan napasnya pelan, ia beranjak pergi untuk memastikan sesuatu yang dulu diabaikan. Sesuatu yang entah mengapa terasa mengganggu. "Bagaimana hasilnya?" Lucas langsung bertanya setelah melihat Sebastian melangkah ke arahnya. Sebastian menyerahkan amplop berwarna coklat yang langsung dibuka oleh Lucas, ia tertegun menatapnya. Pandangan matanya beralih ke arah Sebastian yang langsung mengangguk. "Shella tidak berbohong bos, ibunya memang mengalami gangguan kejiwaaan." Ia menghela napas panjang, "Apapun alasannya aku tetap tidak bisa memaafkan perbuatannya, tetapi sekarang aku memiliki alasan kuat untuk tidak merusak karirnya. Aku juga harus menjaga hubungan baik dengan wanita tua dan juga pria tua itu. Tapi kalau Andrew ..." tangannya mengepal, bagaimanapun Andrew pernah menjadi temannya atau tidak pernah menjadi teman sedari dulu. Lelaki itu hanya musuh yang bersembunyi dengan memakai topeng pertemanan. Selagi lelaki itu tidak mengganggu Clara, Lucas akan membiarkannya. "... Aku akan membiarkan lelaki itu berkeliaran, tetapi jika dia kembali ingin memprovokasi Clara aku tidak akan diam saja. Siapkan mobilku," ujarnya sembari tangannya melirik arloji yang berada di pergelangan tangan kirinya, "ada pertemuan 30 menit lagi," sambungnya. Sebastian mengangguk patuh dan segera beranjak pergi. Lalu ia balik lagi dalam beberapa menit untuk mengabarkan bahwa mobil telah disiapkan. Lucas segera beranjak pergi ke kantornya. "Tuan, ada seorang wanita yang menunggu sejak tadi. Katanya dia ... dia ..." Saat sampai di kantor sekretarisnya langsung menghampiri, matanya bergerak gelisah, ucapannya terdengar ragu-ragu. Lucas mengangkat sebelah alisnya, membuat wajah tampan dengan manik biru gelap itu tampak dingin dan tajam. Sekretaris itu semakin menunduk, enggan untuk melanjutkan, tetapi sepertinya ia mengambil resiko ketika akhirnya mengucapkan, "Katanya wanita itu selingkuhan Anda, tuan." "Dan kau mengizinkannya masuk ke ruanganku?" tanyanya dingin yang membuat sekretaris malang itu semakin menunduk takut lalu lambat-lambat menganggukkan kepalanya dengan anggukan pekan. "s**t!" Lucas mengumpat sebelum melangkah lebar menuju ruangannya, membuka pintu dengan kasar dan mendapati Shella berdiri di meja kerjanya, tangan wanita itu mengelus nama yang tertera disana. Wanita itu berbalik lalu tersenyum cerah, tangannya yang digunakan untuk mengusap nama Lucas yang berbentuk kaca di meja itu terangkat hanya untuk bergerak melambai, menyapa Lucas dengan ramah. "Hai, maaf aku tidak bilang ingin ke kantormu," katanya ringan seolah itu adalah hal yang biasa. "Kali ini untuk apalagi kau datang? apa pejabat-pejabat itu memutuskan untuk tidak menidurimu lagi sehingga kau putus asa dan akhirnya menemuiku? apa aku harus membunuhmu agar kau lenyap dan tidak muncul lagi di hadapanku, Shella?" Lucas melayangkan pertanyaan dengan bertubi-tubi, nadanya dingin dan matanya menatap tajam. "Kali ini kita berdua impas, kau sudah meniduri wanita lain dan akupun begitu. Tidak bisakah kita berdua berdamai dengan perasaan masing-masing?" Shella berjalan mendekat tetapi tetap menjaga jarak. Matanya memohon ke arah Lucas. Lucas tertawa kejam, matanya semakin tajam. Ia berjalan menghampiri Shella lalu menjepit dagu itu kuat, mengadahkan wajah Shella ke arahnya. "Hei wanita, apa tidak ada rasa bersalah dalam dirimu ketika mengucapkannya?" "Aku berkata jujur, Lucas. Aku ingin kita kembali seperti dulu." Shella menjulurkan tangannya untuk menyentuh pipi Lucas, tetapi Lucas menghentakkan tangannya kasar. "w*************a yang tidak tau malu, aku selalu bertanya-tanya mengapa dulu aku bisa menyukaimu." Di dorongnya dagu Shella hingga tubuh wanita itu tersentak ke belakang. "Pergi dari hadapanku dan jangan pernah muncul lagi, sebelum aku menyeretmu dan membuat karirmu hancur. Aku sudah menikah dan kau tau itu." Lucas tertawa mengejek, "Apa kau pikir aku tidak menyadari kehadiranmu di gereja waktu itu?" Shella melebarkan kedua matanya, menatap tak percaya ke arah Lucas. "Ka-kau menyadarinya?" "Tentu saja, dan aku menikmati ekspresimu saat itu." Lucas mendekat dan berbisik pelan, " Sayangnya aku hanya boleh mencium Clara di pernikahan itu, jika boleh melakukan lebih maka akan kulakukan." Lucas melewati Shella untuk berjalan menuju kursi kebesarannya, duduk disana dengan gaya yang arogan. "Kupikir kala itu kau sudah tau cara menempatkan posisimu, tetapi nyatanya enggak. Kau masih saja mendekatiku karena berputus asa." "Aku tidak berputus asa!" Shella menjerit, napasnya turun naik dengan wajah yang memerah. "Aku hanya mencoba mengambil kembali apa yang sudah direbut dariku, dan wajah istrimu hampir sama denganku itu menunjukkan bahwa kau belum bisa melupakanku. Aku tidak akan berhenti mengejarmu kembali, Lucas." Lucas bertepuk tangan, "Hebat, kau wanita hebat Shella. Hebat karena kau salah dalam mengolah pikiran. Clara dan kau berbeda, jangan pernah samakan dirimu yang kotor itu dengan istriku." Lucas melarikan pandangannya dari wajah Shella turun hingga ujung kakinya, menilai dengan pandangan mengejek. "Kenapa sifatmu sekarang berubah? apa sifat polosmu yang dulu itu hanya pura-pura?" Shella menghela napas panjang, "Kau yang telah membuatku seperti ini, Lucas." "Jangan menganggap seolah-olah kita dekat." Lucas mengangkat gagang teleponnya. "Pergi atau ku seret pergi." Shella menghentakkan kakinya lalu berjalan pergi sembari mendengus kesal. Meninggalkan Lucas yang mengawasinya dengan tajam, netra biru gelap itu menatap dingin. ******** "Hamili aku Andrew!" Shella membanting tas selempangnya tepat di sebelah Andrew duduk sambil memainkan ponselnya, lelaki itu langsung tertawa ketika mendengarnya. "Apa kau gila?" tanyanya masih dengan tertawa. "Tenang saja aku masih waras jika itu yang kau pertanyakan, aku akan membuat Lucas menceraikan wanita itu. Aku mempunyai puluhan alasan untuk mendorong wanita itu menjauh jika aku hamil." Andrew memusatkan tatapannnya pada Shella, senyum sinis dengan sorot mata kejam terpancar jelas dari bola mata pria itu. "Jika kau hamil itu artinya kau siap mengorbankan karirmu, apa kau lupa kau seorang model? terlebih model yang belum menikah." Shella terdiam nampak berpikir sejenak, tetapi kemudian bibirnya melengkungkan senyuman ketika sebuah ide muncul. "Aku akan mengatakan ke publik bahwa anak yang berada di dalam perutku adalah anak Lucas, namanya juga akan buruk karena dia sudah menikah." "Dan namamu juga buruk karena mengganggu rumah tangga orang," potong Andew pantas. "Tetapi dia lebih dirugikan dalam hal ini, jika namanya jelek pemegang saham di perusahaannya dan opini publik dapat menjatuhkannya. Dan aku yakin sekali jika Lucas jatuh miskin wanita itu akan meninggalkannya." "Dia jatuh miskin dan kau juga, karirmu hancur dan kau mendorong dirimu sendiri untuk dibenci masyarakat. Berpikirlah dengan kepala bukan dengan mata, apa kau benar-benar lulus ketika kuliah dulu?" Shella menghempaskan tubuhnya di atas sofa, menghela napas perlahan. "Apa yang harus ku lakukan?" pandangannya beralih pada Andrew, matanya berubah tajam. "Kau juga harus membantuku, siapa yang membuatku berpisah dengannya!?" Andrew mengangkat kedua bahunya ringan, "Aku tidak memisahkanmu dengan Lucas kau sendiri yang memilih jalan itu, secara tidak langsung kau sendiri yang membuang masa depanmu." "Jadi kenapa kau masih berada di apartemenku? aku tidak ingin melihatmu lagi, keluar!" Shella menggertakkan giginya. "Setidaknya bantu aku untuk mendapatkan apa yang dulu kubuang." "Lakukan apapun yang kau bisa agar membuat istrinya salah paham, tetapi bukan dengan cara yang bisa merusak karirmu dan juga karirnya. Karena keputusasaan seorang lelaki bukan terletak pada hartanya melainkan wanitanya. Nanti setelah kau berhasil membuat wanita itu salah paham aku yang akan mengurus Clara. Aku akan membuat wanita itu memandang bahwa Lucas membuangnya." Shella tersenyum, binar bahagia terpancar jelas dari matanya. "Setelah aku mendapatkan Lucas kembali aku tidak akan pernah melupakan bantuanmu." Andrew tertawa sinis. "Bukankah sudah sewajarnya? aku yang telah memisahkan kalian berdua, bukan?" "Yah seperti katamu tadi, itu pilihanku dan aku yang memilihnya." "Clara wanita itu ..." Tatapan Andrew menerawang, mengingat pertemuan-pertemuannya dengan Clara. "... wanita itu masih merasa Lucas menganggapnya boneka. Pastikan kau membuat pandangannya terhadap Lucas benar, pisahkan mereka sebelum Clara yakin sepenuhnya bahwa Lucas mencintainya, itu berarti kau harus melakukannya dalam waktu dekat ini." Andrew mengepalkan kedua tangannya, bibirnya melengkungkan senyuman kejam. "Aku ingin melihat kehancuran Lucas untuk kedua kalinya, akan jadi apa nantinya jika ia ditinggal oleh orang yang disayang," ia berbisik dengan suara lirih. Shella berpaling, menatap Andrew dengan dahi berkerut. "Apapun tujuanmu membantuku aku tidak perduli, yang ku inginkan adalah kembali bersamanya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN