Tama dan Ayuna tampak sibuk dengan wajan masing-masing. Mereka sama-sama masak nasi goreng sesuai dengan teknik yang mereka kuasai. Doni di tugaskan menjadi juri sekaligus fotografer untuk keperluan dokumenter dalam pertandingan memasak amatiran di rumahnya. Doni diam-diam memperhatikan kedekatan Tama dan Ayuna yang terlihat begitu natural.
Doni dapat melihat dengan jelas kakaknya sangat menikmati kebersamaan dengan Tama. Jika tidak mengetahui status mereka yang sebenarnya, pasti siapapun yang melihatnya akan mengira mereka berpacaran. Dari cara mereka bicara, saling menatap dan melempar senyum, terlihat jelas mereka sangat serasi.
Entah Sadar atau tidak, keduanya saling memberikan perhatian satu sama lain. Terkadang, Tama membantu menuangkan kecap ke wajan Ayuna, sebaliknya Ayuna juga sesekali menyeka keringat Tama yang membasahi dahinya. Dari pada di sebut kompetisi, ini lebih ke kolaborasi. Kolaborasi dua orang yang menjalin hubungan dengan embel-embel persahabatan.
Ayuna senang dapat memasak bersama di dapurnya bersama Tama, meskipun tidak seromantis di drama Korea yang selalu di tontonnya, tetapi baginya itu sudah lebih dari cukup. Jarak mereka begitu dekat, Ayuna bekali-kali menatap lelaki di sampingnya itu, meskipun di empunya wajah serius mengurus masakannya. Ayuna berandai-andai, kalau Tama menjadi suaminya, pasti momen seperti ini akan sering terjadi.
Gadis itu tersenyum geli, saat sadar, mimpinya terlalu tinggi. Seseorang yang akan mendampingi Tama tentu saja Nada, bukan dirinya. Ayuna tahu statusnya, dia seorang sahabat yang mungkin hanya akan menjadi tamu di pernikahan Tama.
“Jangan mimpi Ayuna, sampai kapanpun, Tama itu hanya akan jadi sahabat kamu, tidak akan pernah menjadi lebih. Lebih baik kamu simpan impian kamu itu serapi mungkin, dari pada kamu semakin patah hati nantinya.” Ayuna mengingatkan dirinya sendiri untuk tidak berharap terlalu banyak terhadap lelaki yang ada di sampingnya itu. Semakin dia bermimpi, semakin dalam pula perasaan yang timbul di dalam hatinya dan akan semakin banyak kemungkinan dia terjatuh dalam lembah patah hati.
“Ayuna, aku akui, dari cara kamu masak, sepertinya sudah mahir, ya. Tapi untuk rasa, aku masih ragu, mungkin soal rasa aku tetap menjadi pemenangnya.” Tama menyombongkan diri, Ayuna memukulnya menggunakan centong nasi yang baru di ambilnya dari rak.
“Pede banget Kak Tama. Kita belum masuk sesi penilaian. Jangan sombong dulu, bisa jadi nasi goreng aku yang paling enak. Ini wadah untuk punya kakak.” Ayuna menyodorkan mangkok kaca bening dan sebuah centong pada Tama. Sementara dirinya juga memakai mangkok kaca dengan model yang berbeda.
“Oke, sudah. Sekarang, biar aku yang mengupas timunnya. Kamu bikin udang goreng tepungnya, ya.” Tama curang, dia memilih tugas yang mudah, tetapi beruntung, Ayuna tidak menyadari akal bulusnya. Tentu saja, Ayuna tidak keberatan untuk mengerjakan itu.
“Siap, Kak. Jangan lupa, nanti di cuci dulu sebelum di potong-potong.” pesan Ayuna pada Tama sebelum ia pergi ke kulkas untuk mengambil udang yang sudah di bersihkannya beberapa jam yang lalu.
“Iya, bawel! Awas, masak udangnya jangan terlalu asin. Kalau sampai asin, tandanya kamu sudah pengen nikah.” ledek Tama.
“Ish, apaan sih, Kak. Bukannya yang pengen nikah itu Kak Tama, ya? Hayo ngaku, wah pasti nasi gorengnya asin.” Balas Ayuna sambil mulai mencelupkan udang-udang ke dua adonan tepung yang berbeda, satu basah dan satu lagi kering.
“Aduh, sepertinya aku kemakan omonganku sendiri,” Tama terkekeh, di ikuti Ayuna dan juga Doni yang sejak tadi memantau mereka berdua.
Tama telah selesai mengupas mentimun, mencuci dan juga mengirisnya. Dia mulai mendekat ke Ayuna untuk melihat proses penggorengan udang yang hampir selesai di balut tepung itu. Jangan di tanya bagaimana perasaan Ayuna saat itu, dia sedikit salah tingkah karena Tama yang mengamati pekerjaannya dengan jarak hanya beberapa senti saja.
Suasana berubah menjadi semi romantis, saat pertama Ayuna memasukkan udangnya, tiba-tiba ada sesuatu yang membuat minyak meletup-letup. Reflek, Ayuna memeluk Tama dan secara tidak sadar, Tama juga membalas pelukan Ayuna dengan dekapan hangat.
“Uhuk..., uhuk.” Doni sengaja batuk-batuk agar mereka segera mengakhiri adegan romantis itu. Keduanya segera saling menjauh satu sama lain. Baik Tama atau pun Ayuna, keduanya sama-sama tersipu malu.
Doni sudah mengabadikan adegan romantis kakaknya dengan Tama, dia yakin Ayuna akan berterima kasih karena dia telah mendokumentasikan momen berharga itu. Doni yang masih remaja selalu berpikir kalau cinta itu hanya sekedar naksir terus menyatakan perasaan, tetapi dari kakaknya dia belajar, bahwa cinta tidak segampang itu. Di dalam sebuah perasaan cinta, ada pengorbanan di dalamnya.
“Maaf, Kak. Aku beneran nggak bermaksud untuk memeluk Kakak, tadi hanya reflek.” Seketika Ayuna merasa tidak enak. Tama mengacak rambut gadis itu gemas.
“Sudah, nggak apa, aku tahu kamu nggak sengaja. Toh, aku nggak kenapa-napa. Makanya hati-hati pas masukin udangnya, kalau nggak yakin, mending di tutup aja. Biar aman, kalau kena wajah bahaya, kamu bisa luka.” Tama memberikan saran pada Ayuna, gadis itu justru terpana, setiap perhatiannya membuat Ayuna merasa aman berada di sisinya.
“Iya, ma-maaf Kak, aku salah perhitungan tadi. Kakak suka masak juga?” Ayuna melihat ketangkasan Tama saat memasak, menurutnya cara kerja Tama hampir mirip dengan chef Indonesia favoritnya.
“Iya, aku sering bantuin Mama kadang aku juga buat kue dan makanan lainnya. Sekedar iseng aja , sih.” Jawab Tama santai. Dia mulai menyajikan nasi goreng buatan mereka ke meja. Cowok itu ingin meringanan tugas Ayuna.
“Wah, keren. Enak dong yang jadi istri Kak Tama, kalau lagi males masak ada kakak yang gantiin.” Cowok jago masak, impian Ayuna. Dia selalu memimpikan seorang lelaki yang akan menjadi kekasih atau suaminya panai memasak. Lagi-lagi, Ayuna di bikin gigit jari karena Tama tidak akan bisa di gapainya. Mereka sudah di gariskan hanya menjai sepasang sahabat.
“Tentu, aku bercita-cita menjadi suami idaman, yang memanjakan pasanganku sepenuh hati. Sebagai seorang lelaki, tida ada salahnya memelajari banyak hal yang di kerjakan oleh perempuan, karena terkadang, wanita itu suka cowok yang bisa multifungsi,” Ayuna tertawa mendengar perkataan Tama.
“Apaan deh, cowok multifungsi, udah kayak mesin aja. Kakak pasti sering masak bareng sama Kak Nada, iya kan?” tebak Ayuna. Sebagai pacar Tama, Nada pasti juga sering menghabiskan waktu bersama di dapur seperti sekarang.
“Justru, aku malah belum pernah masak bareng sama Nada. Ini pertama kalinya aku masak bareng. Mungkin nanti kalau dia sudah sembuh,aku juga akan mengajaknya masak bersama. Kalau kamu? Pasti sudah sering masak bareng.” Tebak Tama.
“Mana ada, aku juga baru masak bareng sama Kakak.” Jawab Ayuna singkat.
“Loh, kok sama? Jangan-jangan kita jodoh,” kata Tama asal, setelah itu dia tertawa, Ayuna bisa melihat kalau Tama tidak serius dengan perkataannya. Meskipun, hatinya melonjak, dan berharap kalau ucapan lelaki itu memang sungguhan.
“Kak Tama jangan suka pehape, nanti kalau aku berharap beneran gimana?” sungut Ayuna seraya mengambil sebuah piring puti datar untuk menaruh hasil gorengan udangnya.
“Berharap dikit nggak apa, asal jangan banyak-banyak.” Sahut Tama cuek, Ayuna memukul-mukul ringan punggung Tama karena kesal.
Sungguh,dia memang tidak boleh jatuh hati pada seorang Tama. Karena lelaki itu tidak akan pernah menoleh padanya sedikitpun. Tama sosok lelaki setia yang membuat Ayuna semakin jatuh hati. Gadis itu berharap agar mendapatkan kiriman sosok Tama yang lain, dan harapan itu hanya menjadi bunga tidurnya saja.
“Semua sudah siap, mari kita makan.” Ayuna segera mengalihkan topik pembicaraan. Dia tidak ingin Tama menyadari perasaannya mengingat pembahasan mereka sedikit menjurus ke sana.
Tama, Doni dan Ayuna menikmati hasil nasi goreng dua versi yang terhidang. Hasil dari kompetisi memasak itu skor sama, keduanya punya rasa yang khas. Seperti pengamatan Doni, di banding dengan kompetisi, mereka memang lebih cocok di anggap kolaborasi. Kalau mereka berdua jodoh, mungkin ide usaha warung nasi goreng bakal jadi ide yang bagus.
“Ayuna, aku pulang dulu. Untuk hari ini terima kasih, aku nggak akan lupa momen kebersamaan kita. Lain kali, mungkin kita bisa masak bareng lagi.” Kata Tama sebelum pulang, lelaki itu tengah memasang helm ke kepalanya.
“Aku juga terima kasih, hari ini seru banget. Kalau kakak ada ide, lain kali kita masak dengan tema berbeda. Hati-hati di jalan, Kak.” Ayuna menyempatkan diri mengingatka Tama, sebagai seseorang yang memiliki perasaan lebih terhadap Tama, Ayuna berharap Tama sampai ke rumah dalam keadaan baik-baik saja.
“Sip, “ Tama meninggalkan Ayuna yang menatap kepergian lelaki itu hingga Tama tidak lagi terlihat. Setelah Tama menghilang dari penglihatannya, barulah Ayuna masuk kembali ke dalam rumahnya.
“Kak, lihat ini.” Doni memberikan kamera yang di pakainya untuk mengabadikan momen masak antara Ayuna dan Tama itu pada kakaknya. Ayuna merona saat melihat foto yang di tunjukkan oleh Doni, momen saat dirinya dan Tama berpelukan secara tidak sengaja.
“Ternyata momen ini kamu sempet abadiin, dek? Makasih ya. Kamu memang adik yang paling baik.” Ujar Ayuna girang, Doni dapat melihat dengan jelas bagaimana kakaknya sangat menyukai hasil karyanya, meskipun foto itu sedikit bergeser.
Ayuna membawa kameranya ke kamar. Gadis itu duduk di kursi meja belajarnya. Meletakkan kamera di sana dengan hati-hati. Ayuna membiarkan foto tama dan dirinya tetap terlihat. Dia mengambil buku diarinya dari laci dan juga pena, Ayuna ingin menuliskan sekelumit kisah yang di alaminya hari ini bersama Tama.
_Dear dyari...,
Hari ini aku menghabiskan waktu dengan masak bersama Tama, jangan tanya bagaimana rasanya, aku sangat bahagia. Kamu tahu, masak di temani seseorang yang di cintai itu tidak bisa di gambarkan dengan apapun. Aku dan Tama hampir tanpa jarak, serius, aku sampaitidak ingin momen ini berakhir.
Hanya mencintainya saja sudah seindah ini, bagaimana kalau aku bisa memilikinya ya? Pasti rasanya dua kali lipat dari ini, atau malah sepuluh kali lipat. Kamu bebas menertawakan aku, Dear. Mungkin aku hanya orang tidak tahu diri yang mengharapkan hal di luar logika. Tapi kata Agnesmo, cinta kadang tanpa logika, kan?
Aku hanya berharap satu hal, aku ingin Tama tetap mengenang semuanya sampai kapanpun, meskipun akhirnya dia tidak bersamaku, tapi kebersamaan ini harus selalu ada di dalam ingatannya. Ah, aku cengeng banget ya Dear, membayangkan Tama menikah dengan orang lain saja , membuat air mataku meleleh begini.
Dear, kamu tahu, aku merasa bersyukur dapat mengenal Tama, dapat mencintainya sampai detik ini. Kamu tahu dear, selamanya, dia akan tersimpan di hatiku. Mungkin, sampai hari di mana aku harus benar-benar melepasnya, aku akan tetap menyimpan perasaan ini sendiri. Hanya kamu dan Tuhan yang tahu, bagaimana perasaanku terhadap lelaki yang bernama lengkap Alby Tama Raditya itu.
Terima kasih sudah mau mendengarkan curhatku, jangan bosan ya, Dear. Akan ada banyak hal tentang aku dan Tama yang akan ku bagikan padamu. See you._