Seminggu kemudian...
Acara pertunjukan Tama jadi di gelar. Karena kondisinya yang belum stabil, Ayuna yang hadir sebagai dokumenter merangkap sebagai pengganti Tama, ketika nantinya cowok itu kelelahan. Tama merasa bahagia memiliki sahabat seperti Ayuna. Sejak perkenalannya beberapa saat lalu, Ayuna selalu berusaha selalu ada di setiap saat Tama membutuhkan bantuannya.
"Terima kasih banyak atas bantuannya, Ayuna. Mungkin acara ini tidak akan sesukses sekarang tanpa bantuan kamu." sambil menyeka keringat yang mengalir di dahinya setelah selesai tampil, Tama berterima kasih pada Ayuna atas bantuan yang dia berikan. Ayuna sendiri saat dia berhasil membantu Tama menyelesaikan tugasnya.
"Sama-sama Kak Tama. Sudah jadi kewajiban aku sebagai sahabat kakak untuk membantu di saat kakak butuh bantuan. Ayo makan siang kak, laper nih." Ayuna mengajak Tama untuk mencari makan siang terlebih dahulu sebelum mereka pulang. Selain itu, Ayuna ingin menghabiskan lebih banyak waktu bersama Tama.
"Boleh, Ayuna. Kamu mau makan apa? Biar aku yang traktir." Tama berniat untuk mentraktir Ayuna dengan uang tip yang baru saja ia dapatkan.
Tama memang bekerja sebagai cosplay bukan karena kekurangan uang, dia memiliki alasan tersendiri untuk menjalani profesi sederhana itu. Alasan yang mungkin tidak masuk akal bagi orang lain.
"Nggak jauh dari sini, ada bakso yang enak tuh, Kak. Yuk kita kesana." Ayuna menunjuk warung bakso yang tidak jauh dari tempat mereka berdiri. Tempatnya memang sederhana, tetapi pengunjungnya sangat padat.
"Boleh juga. Ayo kita kesana." Tama menggendong ranselnya yang berisi kostum boneka, sementara Ayuna, ia seperti biasa, membawa kamera yang ia kalungkan di leher.
Mereka berdua menyusuri jalan setapak kecil dengan sisi jalan yang terawat menyerupai taman yang ditanami bunga-bunga penuh warna.
"Tangan kakak masih sakit?" Ayuna masih mengkhawatirkan keadaan tangan Tama.
"Masih sedikit. Tetapi tidak begitu parah, hanya sedikit nyeri. Terima kasih untuk hari ini, Ayuna." sekali lagi, Tama mengucapkan terima kasih kepada gadis itu karena sudah bersedia menolongnya.
"Terima kasih aja terus, sampai besok pagi. Aku senang kok, bantuin kakak sekaligus mengasah kemampuan aku memotret." ujar Ayuna santai. Suasana sedikit hening, sehingga suara sepatu mereka sangat jelas.
"Yuna, kapan-kapan, aku boleh nggak ngenalin kamu ke pacarku, Nada? Aku yakin, dia senang sekali, kalau bisa bertemu kamu." setiap membicarakan Nada, raut wajah Tama sedikit berubah. Ia seperti sedang menyimpan sesuatu yang menyedihkan.
"Boleh kak, aku sangat senang kalau bisa mengenal pacar Kak Tama. Pasti dia cantik, baik, ramah. Tapi, kenapa setiap ngomongin Kak Nada, wajah kak Tama sedih?" Ayuna tidak bisa menahan rasa penasaran di hatinya untuk mengetahui fakta yang sebenarnya tentang Tama dan kekasihnya.
"Baiklah, aku ceritakan sedikit tentang Nada. Dulu, sosok Nada sama persis dengan apa yang kamu katakan. Dia cantik, ceria, dan ramah kepada siapa saja. Tapi, dua tahun yang lalu, Nada di diagnosa menderita gagal ginjal yang membuat sebagian besar bagian tubuhnya lumpuh. Dia koma selama ini. Hanya matanya yang masih berfungsi dengan baik. Setiap aku datang, ia selalu menangis. Aku tidak tahu harus berbuat apa, Ayuna. Dia adalah orang yang sangat aku cintai. Bahkan aku berencana untuk melamarnya." curhat Tama panjang lebar. Ayuna bisa merasakan, bagaimana perasaan pria yang ada di sampingnya itu saat ini, mungkin perasaannya benar-benar kacau.
Seperti dia yang khawatir dengan keadaan Tama, itu juga yang di rasakan oleh Tama. Siapa yang akan tenang, ketika orang yang dicintai sedang berjuang melawan penyakit. Apalagi penyakit yang sedang diderita Nada cukup serius.
"Kak Tama yang sabar, ya, Kak. Tuhan pasti sudah menyiapkan yang terbaik untuk Kak Tama dan kak Nada. Suatu hari, kak Nada akan kembali menemani hari-hari kakak. " Ayuna menguatkan Tama untuk melewati semua permasalahan yang tengah ia hadapi.
Diam-diam, Ayuna merasa sedikit iri pada Nada. Ia memiliki pacar sebaik Tama, yang mau mencintainya apa adanya dan tetap setia di sampingnya dalam keadaan apapun. Ayuna juga berharap dapat di pertemukan dengan seseorang yang seperti Tama untuk menjadi kekasihnya di masa depan.
"Terkadang, aku merasa lelah menanti Nada kembali. Tetapi, mengingat segala hal yang pernah aku lewati bersamanya membuat aku tidak mampu berlalu begitu saja. Apalagi di saat ia seperti ini, aku akan tampak sangat egois jika meninggalkannya." Tama membuang pandangannya ke depan, sejauh mungkin. Seakan ia tengah mencari jawaban untuk masa depannya dengan Nada. Meskipun yang ia temui hanya ruang hampa.
"Kakak memang harus tetap bertahan. Saat ini, cinta kalian sedang di uji. Siapa tahu, dengan Kakak yang terus ada di samping Kak Nada, dia akan segera sadar kembali, iya kan?" Ayuna membangkitkan harapan kecil Tama akan kesembuhan Nada. Bagaimanapun, ia sangat ingin melihat Nada kembali seperti sedia kala. Ayuna tidak bisa melihat Tama selalu sedih seperti sekarang.
Meskipun orangtua Nada sudah menyuruh Tama untuk meninggalkan anaknya, tetap saja, Tama tidak sanggup melakukan itu. Ia memutuskan bertahan meskipun harus menelan kepahitan mendapati keadaan yang tidak berubah selama hampir satu tahun belakangan. Donor ginjal yang cocok untuk Nada belum juga di temukan. Itulah mengapa, Tama menyibukkan diri dengan ikut sebagai pemain di festival boneka. Nada sangat suka badut.
"Meskipun berat, aku masih memiliki keyakinan kalau Nada pasti akan sembuh. Terima kasih, Yuna. Aku jadi curhat padamu, maaf." Tama mencurahkan perasaannya tanpa sadar pada Ayuna. Entah mengapa wanita itu membuatnya nyaman, hingga ia bersedia berbagi perasaan dengannya.
"Itu gunanya sahabat, Kak Tama. Meskipun bukan berbagi harta, setidaknya kita bisa berbagi masalah, berbagi suka duka. Kita memang harus saling menyemangati satu sama lain, Kan?" Ayuna tersenyum lebar, seakan memberitahu pada Tama, semuanya akan baik-baik saja dan benar saja, perlahan garis senyum Tama tercipta, meskipun hanya samar.
"Kamu benar. Aku bahkan merasa jauh lebih lega setelah menceritakan sebagian besar masalahku. Semoga setelah aku menceritakan ini padamu, kamu tetap selalu mendukungku." Tama seperti memiliki ketakutan tersendiri. Wajar saja jika dalam beberapa saat, baru kali ini ia menceritakan tentang kondisi Nada pada Ayuna.
"Tentu saja tidak akan berubah, Kak. Aku akan tetap sama. Aku juga tidak akan menyalahkan Kakak yang tetap bertahan menunggu Kak Nada. Karena bagiku, lelaki seperti Kakak itu sangat luar biasa dan jarang di temui. Semangat Kak Tama." Ayuna mendukung Tama, apapun itu. Meskipun perlahan ada kenyerian di hatinya. Pesona pemuda itu telah membuat Ayuna jatuh hati padanya secara perlahan. Meskipun ia menyadari, pada akhirnya, ia tidak akan pernah dapat memiliki Tama. Antara dirinya dan Tama seperti terbentengi oleh dinding kaca.
"Ayuna, sekarang kamu lagi naksir seseorang, ya? " Pertanyaan Tama sedikit mengejutkan Ayuna. Gadis itu khawatir, Tama dapat membaca pikirannya. Hal itu membuat Ayuna terlihat gugup.
"Aku? Mm, ada sih, Kak. Tapi aku cukup mencintai dia dari jauh aja. Aku sadar diri, aku nggak bisa sentuh dia, Kak."curhat Ayuna. Berharap Tama tidak peka dengan yang dikatakannya.
"Kenapa? Kenapa kamu nggak coba buat ungkapkan sama dia atau paling tidak beri dia tanda kalau kamu menyukainya?" Tama menyarankan apa yang harus Ayuna lakukan untuk menunjukkan rasa sukanya. Tapi mana mungkin dia bisa melakukannya, sedangkan orang yang ditaksirnya itu sekarang tepat berada di hadapannya dan telah memiliki kekasih.
"Tidak akan pernah, Kak. Aku sudah nyaman dalam keadaan seperti ini, Kak. Kak Tama pernah denger nggak, ada pepatah yang bilang, kita tidak perlu memiliki setiap apa yang kita inginkan. Melihat dia bahagia, itu sudah lebih dari cukup." Ayuna mengungkapkan apa yang ia yakini. Dia tidak akan merebut atau mengusik apa yang bukan miliknya, meskipun ia sangat menginginkannya.
"Aku setuju dengan kamu. Melihat seseorang yang kita sayangi bahagia adalah hal yang sangat membahagiakan. Nah, kita akhirnya sampai ke warung bakso ini. Ayo duduk, biar aku yang pesan." Tama segera pergi meninggalkan Ayuna di bangku yang telah di sediakan. Cowok itu memesan dua mangkok bakso dan dua gelas es teh untuk mereka.