Hening. Tak sepatah kata pun kalimat keluar dari bibir Mas Rahman. Seketika ia memelukku dari belakang dan merangkul pinggangku. "Tidurlah, Ay! Hari sudah larut malam," bisiknya di telinagku. Seketika jantungku berdetak dengan cepat. Hawa panas menyapu tengkukku dari hembusan nafas Mas Rahman. "Iya, Mas," jawabku. Mas Rahman mendekapku dalam pelukkannya. Wajah kami saling berhadapan nyaris tidak ada jarak. Aku bisa melihat wajah tampannya tanpa cela. Kulit yang putih, hidung mancung dan bulu mata yang lebat, juga alisnya yang tebal begitu sempurna dimataku. Kupandangi wajah tampannya tanpa sepengatuhuan dirinya. Mata Mas Rahman sudah memejam, tapi aku masih hanyut menikmati mahluk ciptan-Nya. "Aku tahu, aku sangat tampan. Jangan terlalu lama memandangku, nanti matamu bisa kelilipa