Lebih Baik Kau jadi Penggantinya

727 Kata
Dengan keberanian yang tersisa, Vania mencoba mendorong Michael sebelum laki-laki itu kembali mencengkeram erat lengannya. "Kalau kau tidak suka padaku, tidak perlu kau menikah dengan aku, Michael. Kau bisa mencari wanita lain," seru Vania kesal, suaranya gemetar namun penuh dengan tekad. Michael menipiskan bibirnya, tatapannya semakin menyeramkan. Ia menepuk pipi Vania dengan tangan yang dingin dan tegas. "Aku harap, kedepannya kau menjadi istri yang penurut, dan jangan membentakku, paham?!" desis Michael dengan nada mengancam. Vania memejamkan kedua matanya, terdiam menatap manik tajam laki-laki di hadapannya. Hatinya berteriak ingin lari, namun tubuhnya terasa kaku. Ia terhenyak saat Michael menyentak tangannya kembali. "Tidak, aku mau pulang, aku mau pulang. Aku tak mau tinggal bersamamu," lirih Vania, suaranya hampir tak terdengar, mengejar Michael yang hendak keluar dari kamar itu. Pintu tertutup dengan kasar, membuat Vania terperangkap di dalam. Ia menarik gagang kunci itu, namun terkunci rapat. Vania benar-benar tidak tahu harus berbuat apa dengan sosok Michael yang begitu aneh dan menakutkan. Vania diam dan menahan air matanya agar tidak jatuh. Gadis itu berjalan ke arah pintu balkon, membuka pintunya, dan melihat ke bawah. Terlihat keramaian yang membuatnya merasa semakin terasing. "Ma ... aku ingin pulang, bukan ini yang aku mau saat ini, aku tidak ingin menikah dengannya," lirih Vania, duduk terduduk di sana, air matanya akhirnya jatuh. Beberapa menit berlalu, Vania kini duduk menundukkan kepalanya di tepi ranjang. Ia menoleh saat pintu terbuka dan nampak Vanya masuk ke dalam. Wanita itu mendekatinya dan menatapnya lekat-lekat. "Sayang, kamu tidak apa-apa nak? Michael, dia ... astaga, anak itu," desis Vanya geram, mencoba menenangkan Vania dengan sentuhan lembutnya. Vania menatap satu per satu orang yang kini ada bersamanya saat ini, mereka menundukkan kepala pada Vania, memberikan hormat. Vanya berdehem dan menatap mereka semua dengan tatapan penuh otoritas. "Cepat lakukan pekerjaan kalian, aku ingin calon menantuku cantik hari ini!" seru Vanya pada mereka. Saat itu juga Vanya meninggalkan Vania, dan Michael masuk ke dalam kamar. Laki-laki itu sama sekali tidak melirik pada Vania. Senyum sinis terlihat pada sudut bibirnya. "Kau akan menjadi Nyonya di rumahku, dan kau akan hidup berdua denganku. Jadi ... kau harus bisa berperan baik padaku, daripada aku harus menikahi kakakmu," seru Michael menepuk pipi Vania, tatapannya tajam dan penuh determinasi. Vania menipiskan bibirnya, matanya berkilat dengan amarah yang terpendam. "Kau bukan manusia, Michael!" serunya, suaranya bergetar dengan kemarahan yang sulit ia kendalikan. Michael menyeringai, senyuman sinis menghiasi wajahnya. "Lalu apa? Devil? Dan devil ini adalah suamimu. Aku tidak menyangka kalau malam panas kita berdua akan membawa keberuntungan," balasnya, nada suaranya penuh dengan kepuasan yang menggelikan. "Tidak untukku karena aku harus menikah dengan laki-laki sepertimu!" Vania membalas, suaranya penuh dengan kebencian yang mencekam. ** Pernikahan berjalan dengan baik, namun sangat mendebarkan dan menyisakan rasa sakit hati yang teramat untuk Vania. Setiap senyuman, setiap ucapan selamat, semuanya terasa hampa. Vania mengembuskan napasnya berat seraya berjalan ke arah tangga yang berada cukup jauh darinya, hendak meninggalkan pesta yang kini menjadi penjara baginya. "Mau ke mana kau, huh?!" Suara Michael yang keras dan kasar mengejutkan Vania. Ia tersentak hebat saat tangannya ditarik oleh Michael. Laki-laki itu menatap tajam pada Vania, memancarkan amarah yang menakutkan. Seketika Michael menarik pergelangan tangannya lebih erat, merengkuh pinggang Vania dengan tangan yang kuat. "Apa yang kau lakukan, lepaskan aku! Aku ingin ...." "Ini bukan rumah kita. Apa kau tidak sabar untuk malam pertama, hm? Oh bukan ... kita sudah melakukan malam pertama bahkan sebelum menikah dan ...." PLAK! Tangan Vania menampar wajah Michael dengan keras, kemarahannya memuncak. "Kau laki-laki paling kurang ajar yang pernah aku kenal, Michael," seru Vania dengan napas yang naik turun, dadanya bergemuruh dengan emosi yang tak terbendung. Michael mengusap pipinya, mengangguk-anggukkan kepalanya dengan sinis. "Yeah. Dan aku sekarang suamimu," ucap Michael dengan nada dingin yang menusuk. Vania terdiam, kata-kata Michael berhasil membungkamnya. Tatapan tajamnya dan sikap kasarnya membuat Vania merasa tidak ada harapan untuk kebahagiaan di masa depannya. Seketika Michael menarik lengan Vania, mengajaknya keluar dari tempat itu melalui teras lorong samping. Dengan kasar, Michael mendorong Vania masuk ke dalam mobil, membuat Vania menjerit. "Aku mau pulang ke rumahku sendiri, aku tidak ingin ikut denganmu, Michael," pinta Vania, matanya memohon belas kasihan. Namun, aura dingin dari wajah Michael benar-benar menyeramkan. "Jangan bangga karena aku menikahimu. Kalau aku menolak pernikahan gila ini, nyawa Kakek dan Nenekku akan jadi taruhannya. Dan … daripada aku menikah dengan kakakmu, seorang model murahan itu, lebih baik kau yang menjadi gantinya."
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN