Malam Kehancuran Vania

826 Kata
Di kamar hotel yang sunyi, di bawah remang-remang cahaya lampu tidur, Vania merasakan sebuah malam yang berubah menjadi mimpi buruk. Suara lelaki itu begitu asing, namun cengkeraman tangannya erat, dan pandangannya tajam. Aroma alkohol tercium kuat, menandakan bahwa ia sedang mabuk dan tak menyadari kesalahannya. "Diam dan nikmati saja, aku sangat menginginkanmu malam ini!" ucapnya dengan suara rendah namun penuh keinginan. Vania terguncang, tubuhnya kaku, dan pikiran bergejolak antara takut dan tak percaya. "Apa-apaan kau? Aku tidak mengenalmu!" teriaknya, mencoba melepaskan diri. Namun, kekuatan laki-laki itu lebih kuat, dan ia hanya bisa merasakan dinginnya tangan yang menyentuh pipinya, membuat bulu kuduknya meremang. Tawa lelaki itu terdengar sumbang, menambah rasa takut Vania. "Berani sekali kau membentakku, gadis kecil. Bekerjalah seperti biasanya kau melayani banyak orang," suaranya bergetar dengan kemarahan terpendam. "Tidak! Kau salah orang, kau juga salah kamar. Aku bukan orang yang kau maksud! Kau mabuk dan salah kamar!" teriak Vania, mencoba menyadarkan lelaki itu. Namun, sebelum kata-katanya selesai, bibirnya dicium paksa oleh lelaki itu. Tindakan kasar yang pertama kali dirasakannya, menciptakan gelombang kejijikan dan ketakutan. "Kurang ajar!" pekiknya sambil mendorongnya sekuat tenaga. Wajah lelaki itu berubah muram, cengkeramannya semakin keras pada dagu Vania. "Diam! Beraninya kau membentakku, huh?! Kau tidak tahu siapa aku?!" desisnya dengan kemarahan yang tak terbendung. Vania merasa terjebak dalam situasi yang mustahil, jauh dari keluarganya dan teman-temannya. Ia datang ke hotel ini untuk menghadiri pertunangan kakaknya, tapi sekarang ia menghadapi ancaman dari seorang asing yang tak dikenal. Tangis Vania pecah, tapi tak ada seorang pun yang bisa mendengarnya. "Lepaskan aku ... kau salah kamar, penjahat!" teriaknya sambil mencoba melawan. Lelaki itu tampak terkejut sejenak, menatap Vania dengan kebingungan sebelum rasa sakit terpancar di wajahnya. "Aarrgh ...!" pekiknya, memegangi kepalanya dengan kedua tangan. "LEPAS!" Vania berteriak, sebelum lelaki itu menutup mulutnya dengan telapak tangan yang keras. "Kau ... kau tidak sopan, wanita sialan. Kau sekarang sedang berbicara dengan seorang paling ternama di Milan, Michael Alexsio." Nama itu menggema di pikiran Vania, membuatnya tersentak. Michael Alexsio, nama yang sering ia dengar di berbagai kesempatan, sosok yang terkenal di dunia bisnis dan sosialita. "Michael Alexsio? Kau—" Vania tidak bisa menyelesaikan kalimatnya, tenggorokannya tercekat oleh ketakutan. Sosok ini, yang berdiri di hadapannya dengan tatapan tajam dan tangan yang dingin, adalah seseorang yang memiliki kekuatan dan pengaruh yang luar biasa. Seorang mafia yang sengaja menyembunyikan identitasnya sebagai mafia kejam di balik jabatannya sebagai CEO di perusahaan milik ayahnya. Air mata Vania mengalir, tubuhnya bergetar. Dalam satu malam, dunianya berubah dari keindahan keluarga menjadi mimpi buruk yang tak pernah ia bayangkan. Ia hanya bisa berharap, seseorang akan datang menyelamatkannya dari kengerian ini, atau bahwa ini semua hanya mimpi buruk yang akan berakhir saat ia terbangun. Namun, kenyataan yang ia hadapi begitu nyata dan mengerikan, membuat hatinya semakin tenggelam dalam ketakutan yang mendalam. "Mi ... Michael," lirih Vania, suaranya gemetar saat ia menyebutkan nama itu. Rasa takut dan kesedihan memancar dari setiap kata yang diucapkannya. Michael, dengan kegembiraan yang tidak pada tempatnya dan cengkeraman tangan yang sangat kuat, menarik pergelangan tangan Vania ke atas kepala. "Ya, kau sedang berbicara dengan Tuan Muda Michael yang ... sial dengan pertunangan esok!" serunya dengan nada kasar sebelum akhirnya melepaskan cengkeraman eratnya dan menyentuh kepalanya yang terasa sakit akibat mabuk. Vania menggoyangkan kepalanya, berusaha menolak kenyataan yang menimpanya. "Ja ... jangan, jangan sentuh aku, Michael, kau tidak tahu kalau aku—" Suaranya terputus, ketakutan dan rasa sakit menyelimuti setiap kata yang hendak diucapkannya. Namun, Michael tidak memberikan kesempatan. Dengan sengaja, ia membungkam bibir Vania, seolah ingin menunjukkan ketidakpeduliannya terhadap penolakan gadis itu. "Aku sudah memesan wanita untuk menghabiskan malam denganku," bisik Michael dengan nada penuh penekanan, "Dan kau, Sayang, harus menanggung semua ini." Kepanikan dan kesadaran akan kebenaran mulai menyentuh Vania. "Tidak, ini semua tidak disengaja. Michael mabuk berat, dia salah kamar, dan aku yang harus menanggung semua ini." Hatinya bergetar dalam kegamangan yang menyakitkan. "Tak akan ada maaf untukmu, Michael," desis Vania dengan air mata yang mengalir deras di kedua sudut matanya, sementara ia berusaha keras untuk melawan dan melepaskan diri dari cengkeraman lelaki itu. Michael, yang tampaknya tidak terlalu peduli dengan permohonan Vania, mengangkat wajahnya dari lehernya dan tersenyum dengan sinis. Mata sayunya, yang terlihat seolah menatap melalui kabut kebingungan, mencoba menghafal wajah Vania dalam pikirannya. "Kau ... tidak memaafkanku, hm? Aku akan memberikan sepuluh kali lipat untuk malam ini. Dan kau, parasmu, tidak mengecewakan seperti wanita murah lainnya," bisiknya tepat di hadapan wajah Vania yang kini gemetar hebat. Vania menggelengkan kepala dengan putus asa. "Aku bukan w************n, tolong lepaskan aku ...." Suaranya penuh permohonan, namun juga disertai dengan kemarahan yang meluap. Di usianya yang baru dua puluh tahun, Vania merasakan malam ini menjadi malam yang penuh kesialan. Piyama panjang berwarna pink yang ia kenakan terlepas entah ke mana, sementara kedua pergelangan tangannya terasa ngilu akibat cengkeraman yang menyakitkan. Ia menangis di hadapan lelaki yang sangat mengerikan itu, merasakan kehampaan dan kesedihan yang mendalam. "Kau akan menyesal nanti, aku benci padamu!" pekiknya dengan kemarahan yang mengguncang tubuhnya.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN