Part 10. Penyamaran

1554 Kata
Part 10 - Penyamaran Rasa sakit menghujam sekujur tubuhnya. Ini kedua kalinya ia merasakan kematian seakan mendekatinya lagi. Padahal belum lama ia melewati masa kritisnya dan sekarang ia harus menjalaninya lagi. Hari sial memang tidak pernah tercatat di kalender. Ia selalu mengingat pepatah itu. Dan bulan ini, Daniel merasa kesialan terus menerus menghampirinya, seakan tidak pernah bisa menyapanya. “Jangan bergerak dulu.” Ia mendengar suara yang tidak asing itu menggema di telinganya yang terasa sedikit sensitif belakangan ini. Semua ini sekana bermuara pada sosok wanita yang bersembunyi di balik jubah rumah sakit sakit. ‘Astaga!’ Daniel memekik dalam hati melihat label rumah sakit miliknya. Mengapa harus di UGD rumah sakit ini? Lalu mengap harus perempuan ini yang merawatnya? Daniel mengutuki kesialannya. Padahal ia sudah bersusah payah menyembunyikan identitasnya, tapi malah berakhir di rumah sakit Edyson, miliknya. “Bagaimana kondisinya?” Rachel bertanya pada perawat yang tengah sibuk mengecek kondisi tubuhnya paska ia tersadar dari komanya. “Mulai stabil, Dok.” “Tekanan darahnya? Napasnya?” Rachel begitu rinci menanyakan pada perawat tersebut. “Tekanan darah mulai normal. Napasnya juga mulai stabil, Dok.” Perawat menjawab dengan sangat yakin. “Syukurlah. Kita tinggal menunggu pasien tersadar.” Rachel berkata sambil mengatur dosis obat melalui selang infus yang tersambung melalui urat syaraf di nadinya. “Ra-chel.” Daniel berkata lirih sambil mengerang menahan terjangan rasa sakit yang menghantamnya. “Kau sudah siuman, Dan?” Rachel yang antusias segera mengecek kembali kondisinya. Ia ingin sekali memeluk lelaki itu. Sayangnya ia tak bisa, Rachel takut luka jahitan bekas operasi itu kembali terbuka. “Syukurlah, Dan.” Entah mengapa ia merasa gembira melihat lelaki itu masih hidup dan bernapas. Tiga hari sudah ia merawat Daniel sepanjang malam. Tak peduli betapa letihnya ia karena harus bertugas pula. Sekarang Daniel sudah sadar, rasa bersalah Rachel sedikit mulai berkurang. “Apa aku sudah mati?” Daniel mulai meracau. “Jangan bodoh! Kau masih di dunia ini. Selama aku masih hidup, aku nggak akan membiarkanmu mati.” Rachel berkata penuh keyakinan. Di saat kritisnya, Rachel berusaha sekuat tenaga mengoperasi Daniel yang saat itu lukanya mengalami pendarahan hebat dan menginfeksi. Untungnya Rachel begitu sigap menutup lukanya dan mengobatinya sebelum lelaki itu kehilangan banyak darah yang busa membuatnya kehilangan nyawanya. “Apakah aku harus berterimakasih pada Tuhan karena mengirimkan dokter ini padaku?” sindir Daniel sambil menahan tawanya. “Setidaknya kau nggak mati sia-sia di tangan mereka,” bisik Rachel tepat di telinganya. Sikap keduanya membuat perawat itu menatap keduanya dengan heran. Seolah pasien dan dokter magang mereka sudah saling mengenal satu sama lain. *** Albert datang berkunjung ke salah satu bangsal kelas tiga di Edyson hospital, tempat para pasien miskin merawat keluarga mereka. Awalnya Albert meragu saat akan memasuki ruangan yang dipenuhi banyak keluarga pasien lain. Tidak seperti Daniel yang dikenalnya. Ini bukan pertama kalinya, Daniel dirawat di rumah sakit. Tapi kamar kelas tiga, yang jauh dari kata nyaman dan privasi bukanlah pilihan yang tepat untuk sang pemilik rumah sakit ini. Sebenarnya apa yang terjadi? Albert tak mengerti, meski begitu ia tetap menuruti perintah bosnya tersebut. “Tuan Albert, ada yang bisa kubantu?” Seorang perawat yang berjaga di lobi rumah sakit menyapanya ramah. “Tidak perlu, aku cuma ingin bertemu seorang teman.” Albert menolak bantuan perawat itu karena Daniel sudah menekannya agar tidak memberitahukan pada pekerja kalau pemilik rumah sakit sedang di rawat di salah satu bangsal mereka. Albert mengunjungi satu bangsal kelas tiga yang jauh dari kesan nyaman seperti yang biasa Daniel selalu tekankan di setiap perawatan medis. Sebagai seorang pewaris dan memiliki harta berlimpah, wajar jika Daniel meminta fasilitas yang lebih dibandingkan pasien lainnya. Tapi anehnya kali ini Albert justru harus mencari lelaki itu di antara puluhan pasien rawat inap lainnya di bangsal yang sama. “Tuan? Tuan Daniel?” Albert memanggil lelaki itu dengan perasaan ragu, karena ini adalah kamar terakhir di rumah sakit yang berada cukup jauh. Di ujung lorong kamar kelas tiga. “Di sini.” Daniel menyahut dari ujung kamar yang berada di dekat jendela, jauh dari pintu masuk kamar yang terdiri beberapa pasien rawat lainnya. “Kemarilah,” Daniel melambaikan kakinya yang diperban. Memberi tanda pada Albert yang berjalan ke arahnya. Albert menghampiri, terkejut saat melihat bos besarnya tampak seperti mumi yang dipenuhi perban di sekujur tubuh dan wajahnya. “Astaga, apa yang terjadi?” Lelaki itu memekik. Kaget karena Daniel nyaris tak dikenali. “Seseorang menghajarku lagi kali ini.” Daniel berkata sambil merengut. “Apakah musuh yang sama? Perlukan aku mencari siapa dalangnya?” “Tidak perlu, aku sudah tahu siapa pelakunya,” ujar Daniel dengan penuh susah payah. Albert menatap bosnya dengan tatapan geli. Berusaha kerasa agar tidak meledakkan tawa saat melihat penampilan Daniel yang menurutnya seperti menatap pajangan mumi Firaun. “Jangan menatapku begitu,” omel Daniel melihat Albert melihatnya sambil menahan tawanya. Ini pertama kalinya Daniel dalam kondisi memalukan. Entah apa yang terjadi dengannya, sampai rachel membalut seluruh tubuhnya. Rachel yang bertanggung jawab atas pengobatan Daniel merasa kesal karena para perawat tergoda oleh kemolekan tumbuhnya yang seakan terawat sempurna. Daniel memiliki pahatan otot bisep yang yang menggoda naluri kaum hawa, ditambah sedikitnya lemak yang menempel di tubuh lelaki itu membuat tubuh atletisnya bernilai sempurna. Wajahnya juga tampan rupawan kalau saja tidak dihajar habis-habisan oleh orang yang menyerangnya. Siapa yang bisa menolak godaan seorang Daniel. Karena itulah Daniel menjadi hiburan bagi para perawat yang bertugas dan dokter wanita lainnya. Mereka merasa iri karena Rachel ditugaskan merawatnya karena bisa menyentuh tubuh Daniel saat memeriksanya. Rachel sengaja memasang perban di sekujur tubuhnya agar tidak ada seorang pun yang berani melihat Daniel. Entah mengapa ia tidak suka tatapan mereka semua, seolah ada rasa cemburu membakar hatinya. “Apakah kau terluka di sekujur tubuhmu?” “Tidak. Sebelum dia memerbanku, aku masih bisa merasakan sensasi di kakiku. Sekarang aku merasa tersiksa karena kain perban ini terasa gatal di kulit dan aku tak bisa menggaruknya. Menyebalkan sekali!” Daniel menggerutu karena tangannya pun ikut diperban. Dia merasa tak berdaya sedikit pun. Albert tak kuasa menahan tawanya yang pecah mendengar gerutuan bosnya yang dingin. “Sepertinya aku harus berterimakasih pada dokter yang merawatmu karena telah membuatmu tersiksa. Setidaknya untuk pertama kalinya aku bisa melihatmu seperti ini.” “Jangan meledekku, Albert. Atau aku akan membunuhmu sekarang juga!” ancam Daniel bersungut kesal. “Oh, iya satu lagi. Jangan memanggilku tuan Daniel di sini. Saat ini aku sedang menyamar.” “Menyamar? Jadi semua perban ini salah satu kostum penyamaranmu?” Albert mulai tak mengerti. “Bukan bodoh! Ini memang dokter yang membalutku seperti ini.” Daniel mengutuki kebodohan Albert. “Terus apa?” “Pokoknya jangan pernah membongkar identitasku pada siapa pun terutama pada dokter Rachel.” “Lho, kenapa? Dia harus tahu siapa pasien yang sedang di rawat saat ini. Berani-beraninya dia menaruh CEO rumah sakit ini di bangsal kelas tiga.” “Jangan!!!” Daniel mencegahnya. “Pokoknya apapun yang terjadi dokter itu jangan sampai tahu identitasku. Kau mengerti?” Walau tak paham, Albert hanya bisa mengiyakan. “Baiklah kalau itu maumu. Aku akan berpura-pura tak mengenalmu.” “Bagus!” Tanpa diduga Rachel mendatangi ruangan tersebut tanpa memakai seragam dinasnya. Perempuan itu sudah mengganti pakaiannya dengan kaos oblong biru dan celana jeans yang mengetat di bagian pinggulnya. “Tuan Albert?” Ia terkejut melihat kemunculan salah seorang petinggi rumah sakitnya. Meski tak mengenal CEO rumah sakit tempatnya bekerja, Rachel cukup mengenal Tuan Albert. Dia adalah kaki tangan tuan CEO yang baru. Dengan sopan Rachel menunduk memberi hormat, “Apa yang Tuan lakukan di tempat ini?” Ia bertanya-tanya, merasa aneh orang setinggi Albert berada di bangsal kelas tiga rumah sakit. “Ah, aku ... “ Albert memutar bola matanya, mencari-cari alasan. Sedangkan sepasang bola mata biru yang pekat menatapnya tajam dari balik perban. “Aku tersesat,” sahut Albert melanjutkan, sambil tertawa kaku. Ia menggaruk kepalanya yang tidak gatal, merasa aneh karena telah berbohong tanpa alasan yang jelas. “Oalah, kupikir Anda sedang menemui seseorang.” Rachel terlihat tak curiga sedikit pun. Daniel menghela napas lega. “Mau kuantar? Saya mengenal rumah sakit ini dengan baik.” “Ah, bo-leh kalau Anda tidak keberatan, Dokter ... “ Albert terdiam sejenak, bingung, karena ia tak mengenali Rachel. “Oh, nama saya Dokter Rachel, Tuan. Saya dokter magang di rumah sakit ini.” Rachel memperkenalkan dirinya pada Albert dengan sopan. Albert hanya tertawa menanggapi perkenalan spontan tersebut. Daniel melotot tajam ke arahnya saat Rachel mengajaknya keluar bangsal dan mengantar dia pergi. Tak berselang lama, perempuan itu kembali menemuinya. “Kau mengenalnya?” Rachel memberondongnya dengan pertanyaan yang membuat Daniel bingung untuk menjawabnya. “Siapa?” “Laki-laki itu,” jawab Rachel curiga. “Tadi aku tak sengaja kaliaj berdua mengobrol, tapi entah apa yang kalian bicarakan.” “Oh, itu. Dia tadi mencari seseorang di ruangan ini. Tapi aku tidak mengenalnya. Jadi kami cuma mengobrol sebentar.” “Oh ... “ respon Rachel cukup datar, seolah ia tak terpengaruh sedikit pun. “Kau harus bersikap sopan padanya. Dia adalah salah satu tangan kanan CEO di rumah sakit ini. Jadi, kita harus baik dengannya. Siapa tahu aku bisa diangkat menjadi dokter tetap di sini.” Daniel tertegun mendengar Rachel mengatakan ini. Ia ingin menjawab, kalau seharusnya dia bersikap baik padanya bukan pada Albert jika ingin kariernya cemerlang di rumah sakit ini. Sayang, dia terlalu fokus melakukan penyamarannya sebagai pria miskin, calon suami kontrak dokter Rachel. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN