Part 20. Kemarahan Sang Nenek

1008 Kata
Part 20. Kemarahan Sang Nenek Reinatta tidak menduga, cucu yang sedang dicarinya justru muncul di hadapannya dengan senyum yang membuatnya ingin memukuli pantatnya seperti yang dulu selalu ia lakukan setiap kali Daniel melakukan kenakalan. “Halo, Nenek?” sapa Daniel menyeringai lebar ke arah wanita berambut putih yang masih tampak segar bugar di usianya yang sudah menginjak 70 tahun. “Dasar anak nakal!” Reinatta melemparkan sendok teh ke arah cucunya yang membuatnya pusing tujuh keliling mencari keberadaannya. “Kabur ke mana saja kau selama ini hah?” Daniel terkekeh sambil menghindari lemparan benda lainnya. “Kau nyaris membuatku terkena serangan jantung. Untung saja kau datang, kalau tidak aku pasti sudah menyuruh FBI mencarimu.” “Hehehe, jangan terlalu dramatis, Nek. Kau tahu tidak ada tempat di dunia ini yang bisa menyembunyikan keberadaanku dari penglihatanmu.” Daniel berkata dengan santai, mengingat karakter sang nenek yang selalu ikut campur dalam kehidupan cucu dan anak-anaknya. “Jangan macam-macam, Daniel. Kau tahu aku mencarimu selama ini, tapi kau malah diam saja dan menyuruh Albert mengurusku!” “Apakah berhasil?” Meski tahu jawabannya tetap saja Daniel menanyakannya. Ia memang tahu keluarganya mencari dirinya. Daniel bahkan menyuruh Albert mengurus neneknya dan mengatakan padanya kalau ia baik-baik saja. Tapi bukan Reinatta namanya jika ia mudah dibohongi. “Kau pikir aku akan mempercayai Albert begitu saja, hah?” “Percayalah. Dia jauh lebih kompeten dan lebih bisa dipercaya dibandingkan asisten pribadiku yang sebelumnya.” “Tetap saja ketidak hadiranmu nyaris membuat jantungku berhenti berdetak. Apalagi aku tak bisa menghubungimu.” Daniel hanya terkekeh mendengar ucapan sang nenek.” Untungnya jantung nenek terbuat dari kristal, setidaknya masih cukup kuat berdetak lebih lama lagi.” “Jangan menggodaku anak nakal!” Reinatta bermaksud melemparkan benda lainnya ke arah cucunya yang sudah membuatnya kalang kabut mencarinya. “Darimana saja kau, hah? Apa kau tidak tahu aku sibuk mencarimu selama ini.” “Aku baru hilang beberapa hari saja, kau sudah panik,” gerutu Daniel tak mengerti mengapa Reinatta begitu mengkhawatirkan dirinya. “Kau hilang selama tiga minggu enam hari. Beberapa hari lagi kau hilang satu bulan.” “Lalu?” Daniel tak mengerti mengapa neneknya begitu dramatis seperti itu. Toh, biasanya juga lebih dari sebulan mereka tidak saling berkomunikasi. “Dulu, kau bahkan tidak peduli jika tak mendengar kabar dariku.” Reinatta mendesah dalam. Seakan ingin menyembuhkan lubang di hatinya, “Itu sebelum aku kehilangan Edyson. Kau tahu, sejak dia pergi. Aku seperti takut jika kehilangan kalian semua lagi.” Terdiam sejenak, Daniel tak tahu bagaimana harus mengomentari ucapan neneknya yang sama sekali tidak seperti dirinya. Reinatta yang dikenalnya adalah wanita yang energetik, selalu penuh semangat, meski usianya tak lagi muda. Sering kali ia membuat mendiang kakeknya kerepotan mengurusi istrinya yang selalu aktif di berbagai situasi. Semenjak kepergian suaminya, Edyson. Hidup Reinatta berubah drastis. Dia yang dulunya periang sekarang sering melamun dan tak bersemangat seperti sebelumnya. Reinatta terlihat tidak seperti dirinya lagi. Semangat hidupnya meredup seiiring kepergian Edyson. Membuatnya kehilangan arah dan tujuan. “Kau berkata seolah-olah aku akan pergi jauh saja,” komentar Daniel. “Manusia tidak akan pernah tahu kapan ia akanmati, Dan. Setidaknya kakekmu mengajari satu hal padaku, hargailah waktu yang kau punya bersama orang yang kau kasihi sebelum dia pergi meninggalkanmu selama-lamanya.” Daniel mendengus, sejak kapan neneknya berubah melankolis seperti ini sih?. lima belas tahun hidup dalam asuhan neneknya yang tegas, membuat Daniel sangat hapal begitu karakter neneknya yang kuat dan penuh semangat. “Sekarang Nenek sudah melihatku. Apa kau sudah puas, hah?” “Tidak! Sebelum kau mengikuti perintahku!” “Apa?” Daniel merasa dijebak oleh neneknya yang licik persis seperti suaminya, Edyson yang selalu punya banyak cara menaklukan Daniel. “Menikahlah!” “Apa-apaan itu?” Daniel mendengus saat mendengar ucapan sang nenek. “Sejak kapan kau sibuk mengurusi hidupku, Nek?” “Aku tidak mau mati penasaran karena melihatmu hidup seperti ini. Bergonta-ganti wanita seperti bergonta-ganti pakaian.” “Aku belum ingin menikah!” Daniel menolak perintah wanita tua itu. Bukan karena tidak ingin, karena ia sengaja menyembunyikan fakta kalau dirinya sudah menikah. “Kalau begitu, datangnya ke kencan buta yang telah aku susun untukmu.” “Tidak mau!” tolak Daniel sambil membuang wajah dari hadapan sang nenek. “Dasar anak nakal! Mau sampai kapan kau bujangan seperti ini, hah?” Reinatta mengetok kepala Daniel dengan tongkat milik suaminya yang selalu dibawanya kemana pun dia pergi. “Lihat adikmu, Selena. Sebentar lagi dia akan melahirkan anak keduanya, dan kau?” “Setidaknya Selena berhasil melahirkan keturunan Edyson.” “Jangan menggodaku, Daniel. Kau tahu kalau Justin bukan darah murni Edyson. Aku tidak mempermasalahkan itu. Tapi, kau ... “ “Sudahlah, Nek. Aku ini masih muda. Aku mau menikmati hidupku lebih lama lagi.” “Sampai kapan hah? Kau lupa umurmu sebentar lagi menginjak tiga puluh tahun.” “Lalu?” “Sudah waktunya kau menikah, sebelum aku mati seperti kakekmu.” Daniel menarik napas dalam. Merasa dirinya membutuhkan oksigen sebelum berdebat dengan perempuan yang disayanginya ini. “Lalu apa mau Nenek?” “Lho, bukankah aku sudah bilang padamu ‘kan?” “Kencan buta? Iya ... iya ... jika itu maumu, tapi tarik semua perintah pencarianku di kepolisian. Aku tidak hilang atau kabur. Aku hanya butuh waktu untuk menenangkan diri.” “Cih, anak nakal sepertimu butuh menenangkan diri. Memangnya apa yang sudah kau lakukan, hah?” celetuk Reinatta sambil melirik ke arah cucu kesayangannya itu. “Menenangkan diri dari dirimu yang terus menyuruhku menikah. Kau ini sudah cocok menjadi nenek comblang!” “Dasar bocah nakal! Kalau kau sudah menikah, aku pasti nggak akan sibuk mengatur perjodohan untukmu. Dasar bocah tengik!” Reinatta hendak memukul tongkat yang dipegangnya lagi, untunya Daniel berhasil menghindar. Ia bergerak menuju pintu kamar dan kabur. “Hei, anak nakal, mau ke mana kamu? Obrolan kita belum selesai!” seru Reinatta. Suaranya melengking sangat nyaring, membuat Daniel berlari tergopoh-gopoh menghindari intimidasi sang nenek. Ia bahkan tak sadar kalau waktu sudah menunjukkan pukul delapan malam. Lantas ia pergi menuju apartemen Rachel yang berjarak hampir dua jam perjalanan dari kediaman sang nenek. ***

Cerita bagus bermula dari sini

Unduh dengan memindai kode QR untuk membaca banyak cerita gratis dan buku yang diperbarui setiap hari

Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN