chapter 7

1046 Kata
Adara hanya bisa menatap Sangga, laki-laki yang menghamilinya yang tidak lain adalah sepupu Daniela. Adara mengingat saat lelaki ini datang dengan dua temannya. Dan dia terlihat sangat amat menyebalkan. Adara sudah berusaha untuk meninggalkannya. Tapi sepertinya alkohol benar-benar membuat otaknya tidak bekerja sesuai apa yang ia perintahkan. Dia malah membiarkan lelaki itu mendekatinya dan menyentuhnya. Bahkan dia membiarkan benih lelaki ini tumbuh di dalam rahimnya.   Cowok itu kini hanya berdiri seperti orang bodoh. Dia bersandar pada tembok dan menatapnya yang hanya terduduk di sofa. Dari tatapan mata Sangga, Adara sudah tidak menyukai cowok itu. Dia menatap Adara tanpa rasa bersalah. Seakan itu adalah hal yang biasa dia lakukan. mungkin bukan hanya Adara yang ia titipkan benihnya. Dan mungkin ada banyak perempuan yang sudah menjadi korbannya.             “kok lo bisa sebego itu sih, Ga!” rutuk Daniela. Cowok bernama Sangga itu hanya terdiam dan menatap testpack ditangannya. Dia pun hanya menatap benda itu sedikit tidak percaya. Sangga hanya melempar testpack itu ke meja. Seakan benda itu bukanlah sesuatu yang berarti.             “Apa beneran janin itu anak gue?” tanya Sangga. Adara ingin sekali menamparnya dengan sangat keras. Namun, belum sempat ia melakukan itu sahabatnya sudah mewakilkannya.             “Apa maksud lo ngomong gitu?! Gue tau temen gue, dia bukan perempuan gampangan!” bentaknya. Adara semakin yakin dengan apa yang ia pikirkan. Dari sikap Sangga, dia seperti menolah anak dalam kandungan Adara. Dia bukan tipe orang yang ingin bertanggung jawab. Bahkan Adara melihat matanya yang sangat dingin, seakan ia tidak memiliki sedikit pun perasaan. Dari cara lelaki itu menatapnya, seakan membuat Adara yakin untuk tidak memintanya untuk bertanggung jawab. Bayi ini adalah anaknya. Hanya miliknya.             Pikirannya dari saat ia melihat rekaman video tadi, sudah membuatnya menjadi sangat pusing. Dan ia semakin pusing saat melihat tingkah angkuh cowok ini. Tangannya memijat keningnya seakan berusaha menghilangkan pening di kepala. Namun, tiba-tiba saja Adara merasa tidak mual. Dia menutup mulut dan berlari ke kamar mandi. Belum sempat Adara menguncinya, ia sudah berlari ke wastafel dan memuntahkan makanan. Daniela sudah berada di belakangnya, menggosok punggung Adara.             “Ra, lo baik-baik aja?” tanya Daniela. Adara menganggukkan kepalanya. Dari balik cermin dia melihat Sangga yang hanya berdiri di depan pintu dengan tangan terlipat di d**a.             “Lo udah cek dia ke dokter?” tanya Sangga. Adara sedikit terkejut mendengar cowok itu berbicara.             “udah. tadi pagi,” jawab Adara.             “Lo udah minum obat?” tanya Daniela. Adara pun menggelengkan kepalanya.             “Ga, bantu Adara ke sofa. Gue mau ambil obatnya,” kata Daniela. Sangga pun beranjak dari tempatnya dan berniat untuk membantu Adara. Namun, perempuan itu langsung menepis tangannya dan berjalan sendiri. Dia tidak ingin dikasihani oleh orang lain. Dengan sempoyongan dan berpegangan dengan apa pun yang ia lihat, Adara akhirnya sampai di sofa dan merebahkan tubuhnya.             “Kenapa lo gak gugurin aja bayi itu?” tanya Sangga. Adara pun kembali membuka matanya. Dan menatap cowok itu dengan tatapan benci.             “Itu urusan gue!”  balas Adara. Perkataan cowok itu membuat Adara mengingat mimpinya.             “Kalo itu urusan lo, buat apa lo kasih tau gue? Kenapa gak lo sembunyiin aja dari gue!” saut Sangga. Matanya terlihat sangat mengerikan. Adara membalas tatapan lelaki itu seakan menunjukkan kalau ia tidak takut padanya.             “Bukan gue yang mau kasih tau lo. Tapi Daniela,” balasnya.             “Atau lo mau manfaatin anak itu. Untuk memeras gue?” tanya Sangga dengan nada picik. Adara menarik napas dan menghelanya. Dia benar-benar gila jika berbicara dengan lelaki ini.             “Mending lo pergi! Ada lo malah bikin gue makin mual,” kata Adara dengan ketus.             “Lo kenapa? Gue cuma nanya!” cowok itu malah terlihat lebih kesal.             “Dia urusan gue! Anak ini adalah anak gue! Jadi lo gak perlu repot-repot untuk ikut campur!” perkataan Adara membuat Sangga semakin kesal. Lelaki itu pun melangkahkan kakinya mendekati Adara dan mengurungnya.             “Tapi sayangnya, anak itu gak mungkin ada kalau tidak ada pembuahan. Dan lo sangat beruntung karena mendapatkan itu dari gue,” mendengar perkataan Sangga membuat Adara semakin kesal. Dia tidak mengerti dengan jalan pikir cowok itu. Dia mengelaknya, tapi dia mengakui kalau anak ini adalah hasil darinya. Adara benar-benar bisa gila jika berduaan dengan sanggga. Dia ingin menamparnya, tapi cowok itu sudah lebih dulu menahan tangan Adara. Bibir mereka teramat dekat, sampai-sampai Adara dapat merasakan hembusan napas Sangga di pipinya.             “Lepas b******k!” teriak Adara.             “Apa lo yakin? Apa lo gak mau inget-inget apa yang terjadi, karena jujur aja gue gak inget apa pun!” ucapan Sangga semakin lama semakin menyakitkan. Cowok itu seakan berkata kalau bukan dialah yang tidur dengannya. Dan seakan lelaki ini menuduh Adara tidur dengan sembarang orang.             “Ga, lo apa-apaan!!” teriak Daniela yang turun dari tangga.             “Lagi ngobrol sama calon ibu anak gue,” jawabnya dengan sangat santai. Daniela tahu Sangga yang sangat mudah terpancing emosi, pasti akan melakukan sesuatu pada Adara. Dan sahabatnya itu pun tidak pernah merasa takut pada apa pun. Dan Daniela tahu ini bukanlah sesuatu yang baik.   Daniela segera memberikan vitamin pada Adara dan memberikannya air minum. Dia melihat sepupunya yang berjalan ke halaman belakang dan menyalakan rokok. Tidak ada yang bisa baca pikiran Sangga. Dia terlalu egois, kasar dan tidak pernah mempedulikan orang lain. Daniela tahu dia seperti itu karena om Firza dan mamanya. Mereka berpisah dengan tiba-tiba dan tante Kirana pergi meninggalkan Sangga. Dan semenjak itu om Firza mengurus Sangga dengan sikap otoriternya.   Daniela menarik napas dan menghelanya. Adara masih rebah di sofa dan menutup matanya. Sementara Sangga di halaman belakang dengan rokoknya. Dia tahu mereka memiliki luka sendiri-sendiri. Berbeda, tapi sama. Daniela tidak berniat untuk menjodohkan mereka. Tapi apa mungkin satu luka bisa sembuh dengan luka yang lain? Daniela menghela napas dengan pikiran bodohnya.   Jam sudah menunjukkan pukul sembilan malam. Dan Sangga masih berada di halaman belakang. Daniela pun mengajak Adara ke kamar dan meninggalkan Sangga. Cowok itu sempat melihat Adara yang menaiki tangga. Dia menghisap batang rokoknya dan menghembuskannya. Itu tidak menghilangkan pikirannya dan juga tidak menghilangkan masalahnya. Dia hanya bisa berharap asap yang ia hembuskan dapat menghilangkan seluruh bebannya. Dia membuang ujung puntung rokok dan menginjaknya. Dan langkahnya pun berjalan keluar dari rumah Daniela dan menaiki mobil Range rover sport warna hitam. Itu bukan urusannya, cewek bodoh itu yang tidak mau menggugurkannya. Dan dia tidak memiliki kewajiban untuk bertanggung jawab.  
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN