Cahaya hangat matahari yang menerpa wajahnya, perlahan membangunkan Megan dari tidurnya yang terlalu lelap. Kelopak mata wanita itu bergerak membuka dengan perlahan. Mengerjap beberapa kali demi menyesuaikan dengan cahaya silau yang menusuk kedua matanya.
Wajahnya meringis ketika rasa pusing menusuk di kepalanya. Hanya sedikit, tetapi rasanya sudah sejak lama Megan tidak bangun dengan cara seperti ini. Tangannya bergerak mengurut pelipis, meredakan pusing tersebut. Sembari pandanganya berputar dan menyadari bahwa ia tengah terbangun di tempat yang asing.
Tak hanya tempatnya yang asing, tetapi firasa buruk seketika menerjang dadanya ketika Megan merasakan ada yang janggal dengan … tubuhnya? Kedua mata Megan yang sudah terbuka sempurna, kini lebih lebar. Membuat Megan melompat terduduk.
Megan mencoba meraba ingatan terakhirnya sebelum kesadarannya perlahan melayang. Menggali dan menggali lebih dalam lagi hingga menemukan ingatan terakhirnya akan kegelisahannya tentang Kiano yang membimbingnya datang memenuhi undangan pribadi makan malam yang sudah direncanakan oleh Nicholas dengan begitu licik.
Megan bicara singkat, tetapi Nicholas mengatakan bahwa pria itu tengah kelaparan dan meminta keduanya untuk makan terlebih dulu. Awalnya, Megan merasa baik-baik saja dengan menu makanan yang disediakan oleh Nicholas. Ia pun tak bisa menyangkal bahwa Nicholas memang mengetahui setiap detail tentang dirinya. Termasuk menu makanan atau pun minuman yang ia sukai. Hingga terakhir, ia menandaskan minumannya. Menyadari kepalanya yang mulai pusing, menusuk-nusuk kepala, kesadaran yang perlahan melayang. Ingatan terakhir yang bisa ia ingat dengan jelas adalah seringai dan tersungging di salah satu ujung bibir pria itu. Sebelum kemudian kegelapan menenggelamkan kesadarannya sepenuhnya.
Suara pintu yang bergerak membuka dari salah satu sudut ruangan, mengalihkan perhatian Megan. Melihat Nicholas yang melangkah keluar dari kamar mandi, dengan rambut yang masih basah dan satu-satunya benda yang menutupi ketelanjangan pria itu adalah handuk yang terlilit di pinggang. Di bawah perut pria itu yang berpetak, yang digilai jutaan wanita. Ada banyak alasan kenapa Nicholas bisa menjadi supermodel paling seksi nomor satu dengan bayarang tertinggi.
Tetapi bukan kesempurnaan Nicholas Matteo yang sedang ingin dibicarakannya. Melainkan penjelasan akan kegilaan serta keberengsekan Nicholas yang membuatnya berakhir di tempat tidur dalam keadaan telanjang. Dengan pria itu.
“Apa yang kau lakukan padaku, Nicholas?” desis Megan dengan bibir yang menipis tajam dank eras, dengan tatapan yang menusuk tepat di kedua mata Nicholas. Yang tengah berjalan dengan langkah santainya mendekati tempat tidur, tempatnya terduduk dan telanjang bulat di balik selimut tebal.
Kemarahan menyeruak ke permukaan dadanya, untuk pertama kalinya Megan kehilangan kepercayaan dirinya di hadapan Nicholas. Ketika membayangkan kemungkinan apa saja yang telah terjadi dengan dirinya dan Nicholas di kamar hotel ini. Wajahnya memucat, dengan senyum yang tersungging rapi di kedua ujung bibir Nicholas. Pria itu jelas tak akan memberikan jawaban baginya dengan mudah.
Dengan tangan yang merapatkan lilitan selimut di tubuhnya, Megan beringsut menjauh ketika Nicholas membungkukkan tubuh ke arahnya. Salah satu mata pria itu mengerling menggoda dan bertanya balik, “Menurutmu?”
Megan menggelengkan kepala, menolak segala kemungkinan yang berusaha diberikan oleh Nicholas.
“Bukankah semuanya sudah jelas, Megan sayang? Kenapa kau bertanya untuk sesuatu yang sudah jelas? Kau merasakannya, bukan? Bagaimana mungkin kau melupakan kenangan terindah kita begitu saja?” Nicholas menampilkan raut terluka dan sedihnhya yang dibuat-buat. Dan meletakkan salah satu telapak tangannya di d**a. “Kau melukai harga diriku, malaikat cantikku?”
Megan menampar tangan Nicholas yang berusaha menyentuh dadanya denan gerakan yang keras. Wajah Megan semakin mengeras. Kepucatan di wajahnya tak tertolong lagi sekaligus memerah oleh amarah yang semakin memekat di sana. “Kau benar-benar berengsek, Nicholas. Aku tak akan pernah memaafkanmu.”
Seringai yang tersungging di salah satu ujung bibir Nicholas bergerak semakin tinggi. Sebanding dengan kepicikan dan keberengsekan yang mulai memadati permukaan wajah Nicholas. “Kau yang menggodaku lebih dulu, Megan.”
“Tidak mungkin!” sangkal Megan dengan keras dan tatapan yang tajam. “Jangan katakan omong kosong.”
“Benarkah?” Salah satu alis Nicholas terangkat menyangsikan penyangkalan Megan. Menegakkan punggungnya dan kepalanya bergerak mencari sesuatu di sekitar tempat tidur.
Saat itulah Megan menyadari, bahwa dirinya tengah terduduk di antara helai pakaiannya dan Nicholas, yang berhamburan dan bercampur aduk di sekitar tempat tidur. Membuat wajah Megan yang pucat tidak tertolong lagi. Yang semakin disempurnakan ketika Nicholas mengambil kemeja putih pria itu di ujung tempat tidur. Kemudian menunjukkan noda lipstick yang menempel di bagian d**a. Yang tak lain dan tak bukan adalah tanda yang ditinggalkan oleh bibirnya.
Kepala Megan menggeleng, lebih keras dengan air mata yang mulai menggenangi kedua mata wanita itu. Rasa sakit teramat yang menusuk perut, basah yang mengalir deras di antara kedua kakinya, merembes dan membentuk genangan darah di lantai. Ingatan itu masih begitu keras terpatri di benaknya. Tertanam paten dan tak akan pernah memudar di dalam ingatan Megan. Sampai kapan pun.
Kemudian suara tangis yang bergema memenuhi indera pendengarannya membuat Megan menutup kedua telinga dengan telapak tangan. Menekannya kuat-kuat tetapi suara tangisan bayi itu menusuk-nusuk semakin kencang di gendang telinganya.
“Tidak. Kumohon, itu semua tidak mungkin.” Megan semakin terisak, dengan isakan yang menusuk dan mencabik-cabik benaknya. Emosi berguncang dengan keras di dadanya.
Kening Nicholas berkerut menyadari ada yang tidak beres dengan isakan Megan yang terdengar begitu menyayat hati. Bukan lagi penyangkalan. Untuk sejenak, peyangkalan Megan menyinggung perasaannya, meski hal tersebut sudah terlalu familiar dan ia menjadi terbiasa.
Dan meskipun penyangkalan tersebut mengejutkan Nicholas ketika setiap emosi yang melapisi wajah wanita itu terkelupas satu persatu. Menampilkan emosi yang tak pernah ditunjukkan oleh Megan kepadanya. Bahkan mungkin hanya dirinyalah satu-satunya yang melihat kerapuhan Megan kali ini.
Erang kesakitan Megan menyadarkan Nicholas dari lamunannya. Megan terlihat seolah berada dalam dimensi waktu yang lain. Yang pria itu yakini sebagai salah satu titik terendah di hidup wanita itu.
Megan terlihat kesulitan mendapatkan napasnya, dengan derai air matanya yang semakin membanjir. Dan Nicholas yakin ada yang tidak beres dengan wanita itu. Langkahnya masuk terlalu jauh ke dalam emosi Megan dan Megan tak siap.
“Apa kau baik-baik saja?” Nicholas memanjat naik ke tempat tidur, hendak meraih tubuh Megan yang meringkuk dan bergetar hebat. Dengan isakan yang semakin dalam hingga membuat wanita itu kesulitan bernapas.
Usaha Nicholas malah membuat Megan menjerit dan beringsut semakin menjauh. “Jangan sentuh aku!”
Tubuh Nicholas membeku, kekhawatiran mulai melapisi permukaan wajah pria itu dan ia tak tahu apa yang harus dilakukannya demi membuat Megan lebih baik. Meredakan apa pun itu yang tengah mengguncang Megan.
“Sshhh, Megan. Tenanglah. Maafkan aku, semua itu tidak benar. Aku berbohong.” Nicholas berharap kejujurannya akan membuat Megan merasa lebih baik. Suaranya berubah lunak dan tangisan Megan tersendat. Gerakan tubuh wanita itu yang diselimuti kegelisahan perlahan mereda dan dengan kedua mata yang dipenuhi derai air mata, Megan menatap ketulusan yang tak pernah ia lihat di wajah Nicholas.
Nicholas yang menyadari usahanya berhasil pun melanjutkan. “Aku berbohong tentang semuanya. Tidak ada yang terjadi dengan kita berdua, Megan. Semua yang kau lihat tidak seperti yang kau bayangkan. Itu semua tidak benar. Maafkan semua rencana yang sudah kulakukan untuk menjebakmu.”
Megan membeku, tangisannya mulai mereda tetapi isakannya masih tersisa. Udara perlahan merambahi paru-parunya dan ia mulai bernapas. Kelegaan menerjang dadanya dengan keras.
Nicholas bergerak lebih dekat, menutup jarak di antara mereka dan kedua tangannya mengulur dengan ragu-ragu. Tetapi melihat Megan yang kali ini tidak bergerak menjauh, membuat Nicholas bergerak semakin merapat. Dan Megan membiarkan diri wanita itu jatuh ke pelukannya. Lalu Megan kembai terisak, dengan tangisan yang diselimuti kelegaan. “Sshhh, maafkan aku, Megan. Aku sungguh-sungguh minta maaf,” ucapnya sembari mengelus kepala Megan dengan gerakan yang lembut. Ia mungkin melangkah terlalu jauh ke ranah privasi Megan, tetapi Megan memberinya satu penerimaan yang cukup mengejutkan Nicholas sendiri. Sebelumnya, Megan tak pernah membuka emosinya selebar ini kepadanya.