PART 4

2525 Kata
"Brruuughhh..."   Adam Lewis jatuh terhempas diatas pembaringan besar yang berada dalam kamar hotel mewah tersebut bersama dengan Shirley Murray, sang Isteri. Kala itu mereka masih saja asyik berpagutan. Meski dengan kondisi yang sudah berada ditempat tidur seperti itu, herannya mereka berdua masih saja saling menempelkan lidah penuh minat, tanpa berniat untuk mengakhiri kegiatan panas tersebut. Belum lagi kondisi tubuh Shirley sudah polos tanpa sehelai benang, hanya tertutupi oleh jas besar Adam dari luar dan sama sekali tidak terkancing disana. Hal itu semakin membuat Adam menegang, karena tubuh itu bersentuhan langsung dengan kemeja berbahan satin yang Adam kenakan. Gejolak dalam diri Adam semakin terbakar dan lelaki itu kemudian dengan leluasa memainkan dua gundukan daging kenyal Isterinya, tanpa peduli jika kini Shirley sudah sangat blingsatan menahan rasa geli bercampur geleyar aneh dalam dirinya. Shirley memang sama sekali tak pernah diperlakukan seperti itu oleh lelaki manapun, maka pantas saja jika wanita itu begitu asing dengan tingkah yang Adam perbuat, diikuti teriakan serak ditengah lumatan bibir Adam.      "Achhh... Addd...aammm... Noooo... What the f*****g are you doing, Adaaammm... Pleeeaseee... Rem...members... Ourrr... Dee...Dealll... Ssttt... Achhh... BRUGHHH... STOPPED! YOU SAID THAT I SHOULDN'T DELIBERATELY FIND A WAY TO MAKE YOU LOVE ME, RIGHY? DO DON'T TOUCH ME AGAIN! GOOO... GO OUT NOW!" Adam Lewis, begitu kaget dengan apa yang baru saja Shirley katakan. Ia menatap nyalang kearah tubuh cantik Shirley yang terduduk diatas ranjang dan merasa kesal ketika Shirley berusaha menutupi bagian tubuh telanjang itu. Sang Malaikat Kematian bangkit berdiri, setelah ia dorong oleh Shirley yang membuatnya terjatuh ke lantai kamar hotel. Sekelebat bayang-bayang dimana ia pernah berusaha memaksa Angelic Cartney untuk bercinta demi membuktikan jika gadis itu mencintai atau tidak, pun pelan tapi pasti muncul satu persatu. Angel begitu sangat memberontak ketika Adam ingin menyentuh gadis itu, hingga membuatnya jatuh terbentur ke bagian kepala tempat tidur. Ia merasa seperti de vaju dengan semua kejadian yang dialaminya. Namun tak lantas merubah rasa yang ingin segera ia tuntaskan bersama Shirley yang jelas sudah berstatus sebagai isterinya. Kendati tak ada cinta yang terbentuk saat mereka memulai ikatan janji suci ini, tetap saja ia lelaki dewasa yang normal dan membutuhkan seks dalam hidupnya. Ketika ia sudah memiliki wanita yang seharusnya menampung benihnya atau bahkan mampu memberikan keturunan? Adam tak pernah peduli dengan rasa cinta dan semacamnya. Segera saja ingatannya tertuju pada waktu sesaat sebelum ia berangkat menuju ke gereja tadi dan itu adalah moment dimana Charles Gotta Lewis bersama Michelle Donald meminta Adam untuk memberi mereka cucu secepatnya. Adam Lewis mengambil borgol besi dari saku celana khaki yang ia pakai. Berangsur naik ke atas tempat tidur. Lantas dengan cepat menangkap kedua pergelangan tangan kecil Shirley Murray yang masih lagi berusaha menutupi area sensitifnya. Ia membawa kedua pergelangan tangan itu ke belakang. Tanpa memedulikan teriakkan keras Shirley Murray. "Nooo.... Adammm... Nooo... Lepaskan tangankuuu... Ini sakittt... Adammm... Sakittt...!" Tapi hasil dari rengekkan Shirley, tetap saja tak membuahkan hasil apa-apa. Karena Adam semakin beringas dan menghempaskan tubuh Shirley ditempat tidur. Jujur saja, kendati Adam Lewis adalah seorang pemilik sindikat pembunuh bayaran ternama di Britania Raya dan selalu mendapat julukan 'Malaikat Kematian' yang bahkan sangat tidak suka menyakiti perempuan, terlebih wanita yang memang tidak memiliki kesalahan apa-apa padanya? Entah mengapa kabut gairah itu tetap muncul begitu kuat dalam dirinya. Ia bahkan merasa tidak bersalah melakukan hal tersebut, karena mereka sendiri sudah saling mengikat janji suci pernikahan. "Tutup mulut, Wives. Percuma kau berteriak seperti itu. Ini bukan di tempat umum jadi para lelaki sialan yang sejak lama menginginkanmu itu bisa dengan manis menjadi super hiro dan membunuhku. Lagi pula aku tak merasa bersalah 'kan bila menyentuh tubuh Isteriku sendiri?" cecar Adam, "Bukankah kita sudah saling mengikat janji diatas Altar Tuhan tadi? Jadi aku bebas menyentuhmu semau ku dan harusnya kau senang karena aku akan memberimu pelajaran yang selama ini tak pernah kau dapatkan dari lelaki yang banyak mengejar-ngejarmu, Wives. Jadi tenang dan bersiaplah seperti kemarin." lanjut Adam mendekat ke tubuh Shirley. Damn it...! Kedua bola mata wanita dengan clan  Murray itu membulat besar akibat mendengar suara Adam yang berujar lirih ditelinga kanannya dan ia begitu tak percaya jika Adam sampai tahu tentang banyaknya lelaki yang begitu mengincar dirinya untuk dijadikan Isteri, namun satu hal lagi yang semakin membuatnya tak percaya diantara banyak rentetan kalimat yang Adam ucapkan adalah kata 'Wives' dan 'Menikah'. Shirley seketika tak bisa berpikir secara logis tentang apa yang Adam pikirkan, sekaligus sama sekali tidak menyangka bila ternyata lelaki itu bisa sebegitu entengnya memakai ikatan tali pernikahan sebagai trik untuk membuatnya 'mati kutu' seperti sekarang ini. "Adammm... Pleaseee.. Jangan lakukan iniii... Bukankah kau menyuruhku untuk tidak sengaja mencari perhatian dan membuat kau jatuh cinta padaku. Aku 'kan tidak berusah mencari perhatianmu. Bukankah sudah ku katakan jika aku kalah bertaruh dengan teman-temanku tadi dan mereka memberi hukuman agar aku mencium bibirmu di depan banyak orang?" rengek Shirley masih dengan kedua tangan terborgol. 'Deggg...' Seketika itu juga. Adam menjauhkan wajahnya dari Shirley dan mencari manik cokelat keemasan milik Shirley. Ia mendapati wajah memelas yang nampak sangat mengemaskan di netra biru lautnya. Maka permintaan Shirley pun ia abaikan, ketika ia sempat berpikir untuk menghentikan sentuhan tangannya ditubuh Shirley. Sebab kejantanannya mengeras bersama dengan sekelebat bayangan hubungan panas mereka kemarin dah hal tersebut jelas menuntut Adam untuk terus bersentuhan dengan tubuh sang Isteri. "No Ad-Addammm... Noo... Adammm... Nooo... Jangan lagi, Adam... Jan-- Hemphhh... Hemphhh..." Sebuah ciuman, ternyata mendarat di bibir kenyal Shirley Murray sekali lagi. Adam pasrah dan tunduk dengan bisikan sang peri merah dan juga tak lagi bisa mengendalikan diri dengan baik. Kabut gairah membuatnya semakin ingin terus menyentuh tubuh cantik Shirley dan bagian tubuh yang mengeras pun ia gesek-gesekkan di depan pintu masuk kewanitaan Isterinya. "Maafkan aku, Shirley. Ak...kuu tak bisa ber-henti men-yentuhmu." ujar Adam. Ia melontarkan permohonan maafnya dengan tersengal akibat cumbuan panas mereka berdua tadi. Manik biru laut teduh yang dipenuhi kabut gairah itu bersibobok langsung dengan netra coklat keemasan yang kini berlumur air mata kesedihan. Namun logika ternyata sudah tak lagi bisa menahan gejolak yang bergemuruh meminta pelepasan. Adam bahkan dengan cepat membuka sisa kain yang menutup gundukan daging nikmat Shirley, meski tahu wanita itu enggan melakukan apa yang ia kehendaki. Adam lalu mengambil kunci dari borgol yang ada di dalam saku celananya, lantas membuka borgol yang lama kelamaan ia anggap sebagai penghambat aktivitas Shirley bergerak. Tak berapa lama kemudian, desah nikmat pun terdengar dari mulut Shirley Murray, "Ooouughhh... Adaammm..." Saat nyatanya Adam diam-diam telah beringsut kembali mengigiti p****g p******a Shirley sembari meremas dengan kuat. "Adammm... Achhh... Cu-kup... Adammm... Ini ge-liii... Oughhh..." racau Shirley lagi. Sayangnya Adam bertingkah seperti orang tuli yang tak mendengar teriakan serak isterinya dan beringsut turun menuju ke titik sensitif lainnya lagi. "Kau sudah basah, Shirley. Sangat basahhh... dan ini tak bisa ku hentikan. Slruppp..." Lama kelamaan Shirley pun hanya bisa pasrah dan semakin membusungkan d**a ke depan dengan sedikit berharap agar Adam terus menyentuhnya. "Adammm... Oughhh... Shittt... Berhen-ti, Adam! Berhen-tiii... Oughhh... fuckkk...!" Racauan dan gerakan tubuh bahkan berjalan tidak selaras, saat Adam terus saja membakar api gejolak yang benar-benar membuat Shirley kian lost control dan pelan-pelan melunak. "Hubbyyy... Aachhh... Apa yang kau buat pada tubuhkuuu... Ini-- f**k! Ooouughhh... Geliii... Huuubbyyy... Iniii... Nikmaattt... Ssssttt... Achhh..." 'Deg...' Jantung seorang Adam Lewis berdegup kencang ketika mendengar Shirley meracau dan memanggilnya dengan kata 'Hubby'. Belum lagi dengan jari jemari Shirley yang kian aktif menyugar helaian rambut hitamnya dengan d**a yang semakin membusungkan ke atas? "What the hell! Kau membuat ku semakin ingin segera merasakan betapa sulitnya memasuki milikmu, Wivesss...! Ough... f**k!" racau Adam membalas desahan Shirley. Ia jelas sangat tahu jika kini Shirley pun menginginkan hal yang sama dengannya. Tak perlu ia gubris keinginan Shirley yang menyuruhnya berhenti, karena memang bahasa tubuh Shirley berkata lain. Lantas dengan begitu bersemangatnya. Kini Adam Lewis pun berhenti mengulum milik Shirley dan bergegas melucuti satu demi satu pakaian yang melekat di tubuhnya. "Aku akan membuat mu mengandung darah dagingku, Shirley. Mungkin kau memang jahat karena telah berencana merebut Steve dari Marlyn dan ingin membunuh Adikku. Tapi kini si b******k itu sendiri yang telah meninggalkan Marlyn. Kau juga bukan seorang wanita liar seperti Agatha yang memberikan darah perawannya pada sembarang lelaki yang baru dikenalnya dan Aku yakin kau akan berubah menjadi wanita baik ketika kau mendidik keturunan kita nanti. Tapiii... untuk terus bersama? Aku tak bisa menjanjikan hal tersebut lebih jauh, karena kau terlalu baik untukku. Perasaanku tak lebih dari sekedar menginginkanmu untuk memuaskanku sekarang. Tapi Jika kau nanti selalu patuh dengan keinginanku? Maka mungkin saja aku bisa berubah menyukai pribadimu dan mungkin juga bisa mencintai wanita angkuh seperti mu. Cuuuuppp..." Kedua pengantin baru itu pun lantas tenggelam dalam aktivitas panas yang timbul dari letupan gejolak menuntut pelepasan dalam diri. Dengan diiringin desah nikmat hingga rembulan semakin meninggi dipekatnya malam. Shirley benar-benar tak kuasa menahan rasa takjubnya. Ketika ia lagi-lagi rasa nikmat itu datang mendera. Ia yang tak tahu menahu pun pasrah ketika Adam benar-benar melepaskan semua benih agar masuk dalam rahimnya dan sebutlah ia bodoh ketika ia berharap keinginan yang sama dengan pemikiran Adam tadi. Ia ingin suatu saat dirinya akan punya bayi kecil yang lucu, dan itu menurutnya bisa ia jadikan teman dihari tuanya kelak. Kendati ia berniat akan meminta Adam menyudahi pernikahan konyol yang persis seperti opera sabun itu, tetap saja untuk sebuah kehidupan baru? Shirley sama sekali tidak menampik bahwa itu adalah hal yang sangat dirinya inginkan juga. *** "Ughhhukkk... Ughhhuuukkk... Hattziimmm... Aaghhh... Lucy, apa kau yakin tak ingin beristirahat terlebih dahulu? Aku sudah selesai membersihkan kamar tamunya. Bangun dan tidurlah disana. Kau sedang mengandung dan ini sangat tidak baik untukmu dan bayi kita." 'Deg.' Lusia Morgan benar-benar kaget dan menengadahkan kepala pada suara bariton yang membuat kelopak matanya terbuka lebar. Ia ingin segera tidur akibat dari rasa mual yang kerap datang mendera selama dalam kereta api bawah tanah tadi. Namun ia sama sekali tak bisa lagi menutup matanya, akibat dari sosok Rayon Wallcot yang kerap datang dalam otak kecilnya. Belum lagi dengan cara Pedro Davinci yang memperlakukannya dengan sangat lembut sejak mereka pergi dari London, maka kembali  berair lah kedua mata Lucy disana. Yang bisa ia lakukan hanyalah terus berpura-kita tidur diatas sofa ruang tamu Mansion peninggalan kedua Grandma dan Grandpanya, sembari berpura-pura tidak mendengar ocehan Pedro dan masih dengan posisi membelakangi tubuh pria yang ia akui sebagai suaminya. Sayangnya Pedro ternyata sempat melihat Lucy bergerak dan kini? Ia sudah berjongkok di depan tubuh sang ibu hamil, seraya membelai lembut surai panjang Lucy yang berwarna keemasan itu disana. "Lucyyy... Kau benar-benar sudah tidur? Aku melihatmu bergerak tadi." bisik Pedro membenarkan anak rambut Lucy, "Apa kau tidak lapar? Bagaimana pertumbuhan bayi kita bila kau tak makan? Jika kau tidak bangun dan pindah ke kamar? Aku akan menggendongmu saja sekarang." celoteh Pedro yang sukses membuat Lucy semakin menegang dalam posisi tidurnya. Deg... deg... deg... Sekali lagi jantung Lusia Morgan dibuat berdebar kencang seperti seorang pelari yang sedang melakukan pemanasan dan itu semua akibat dari rasa peduli yang Pedro berikan padanya. Sedikit bahagia tak bisa ia tepikan dari hatinya, namun karena ia merasa bukan Pedro yang harus memberinya perhatian dan adalah sebuah kesalahan apabila ia harus membalas perlakuan lembut Lelaki tersebut? Maka seketika itu juga, Lucy lekas bergegas membalikkan tubuh letihnya dan berencana akan bangkit berdiri menuju ke kamar kosong yang telah Pedro Davinci bersihkan. Akan tetapi hal itu terlambat bagi Lucy, ketika lengan kekar sang Suami gadungan ternyata kini telah lebih dahulu mengendongnya. "Heiii... tu-run...kannn.... turunkan aku, Pedrooo...! Akuuu... tidak cacattt... aku bisa berjalan sendiriii..." pekik Lucy. Ia beringsut dalam gendongan Pedro Davinci hingga membuat Lelaki itu menatap wajah Lusia dengan penuh selidik. Satu kesalahan fatal telah terjadi disana? Tentu saja itu tejadi ketika nama Pedro secara tidak sengaja terlontar keras dari dalam mulut si wanita hamil. "Kauuuu... Kau bilang ap...apaa tadi, Lucy? Pedro? Siapa dia? Kau menyebutku dengan nama itu? Apa itu adalah aku? Lalu siapa El Nino Fernandez yang selalu kau katakan itu nama ku? Apa kau ber-- Aarrggghhh... Ssttt... Sa-kiitt... Brrughhh..." Ucapan dengan nada menuntut penjelasan itu, tiba-tiba saja terhenti. Bahkan tubuh yang sempat ia gendong pun harus jatuh terduduk bersamanya ke lantai dingin Mansion. Karena sebuah hantaman keras, terasa sangat mendera di isi kepala Pedro Davinci. Ia beringsut melepaskan tubuh Lusia Morgan dengan sedikit kasar. Lalu kembali berteriak histeris memegang kuat kepalanya. "AAARGHHH... LUUCYYY... INIII... SANGATTT... SAKITT... ARGHHH... ARRGHHHH..." Yah, sebuah kilatan tentang masa lalu Pedro kini tengah terbentuk, namun itu nampak berupa seperti klise foto yang berputar-putar. Bayangan gerak tubuh seorang wanita dan pria sedang bercinta, kini yang nampak disana. Namun masih saja itu hanya berupa bayang-bayang kilasan slide yang terasa sangat cepat berputar dan menyebabkan semakin berdenyutnya isi kepala Pedro Davinci. Sementara Lusia Morgan yang kini terduduk membekap mulutnya dan jangan ditanya lagi seperti apa ia kini. Ia sama histerisnya seperti Pedro, namun suara teriakkan itu tertahan oleh kedua telapak tangannya. "Ya Tuhan, apa yang telah aku lakukannnn? Bagaimana ini? KAU BENAR-BENAR BODOH, LUCY? Kau tahu hal ini pasti akan terasa sangat menyakiti saraf kerja otaknya bukan? Lalu mengapa kau diam saja sekarang? Lakukan sesuatu untuk membantunya, Lusia Morgan! LAKUKAN SESUATU SEKARANGGGG...!" Peri Biru dalam diri wanita hamil itu pun kini berbisik dengan sedikit keras disana, hingga membuat Lusia yang panik kini juga berusaha menetralkan dirinya. Ia adalah seorang Dokter Ahli Bedah Plastik yang pernah mengenyam pendidikan menjadi Dokter Umum terlebih dahulu dan ketika itu selalu melewati hal-hal kepanikan lain yang lebih dari sekedar kejadian kesakitan yang Pedro Davinci alami. Maka dengan sedikit rakus ia lekas menghirup banyak oksigen agar masuk dalam rongga paru-parunya dan kembali menetralisir ketegangan yang terjadi di otaknya. Ia juga dengan tiba-tiba memeluk kuat tubuh bergetar Pedro Davinci serta berusaha sekuat tenaga menghentikan teriakkan histeris sang lelaki. "BERHEENTIII... NINOOO... JANGAN MEMAKSA DIRI UNTUK MENGINGAT KILASAN MASA LALU MU. ITU AKAN MEMBUAT SUSUNAN SARAF OTAK MU SEMAKIN MEMBUAT KAU KESAKITANNN... PEDRO ADALAH NAMA KECIL PEMBERIAN ORANG TUA MU DAN MAAFKAN AKU JIKA NAMA ITU MEMBUAT KAU MENJADI KESAKITAN SEPERTI INI. HIKSSS..." Pedro Davinci, masih lagi bergetar ketika Lucy berkata seperti tadi. Tubuhnya seolah bertolak belakang dengan isi otak yang mencerna suara keras Lusia Morgan. Tapi, Ia bisa merasakan bagaimana takutnya wanita itu dengan cara pelukkan yang ia berikan padanya. Pada akhirnya Pedro mencoba melepaskan jambakan keras kedua telapaknya di kepala, berganti dengan ikut memeluk tubuh kecil Lusia Morgan. Ia berusaha menahan rasa sakit yang kian menusuk. Dengan semakin mengeratkan pelukan Lucy. "Arrghhh... Berh...hentiii... Lucyyy! Jangannn... menangis lagiii... Ak... akuuu... percayaa... padamu. Arrghhh... kau sedang mengandung anakku saat ini. Jadi jangan membuatnya kenapa-napa dengan kejadian yang menimpaku!" pekik Pedro, "Ini memang sakit, Lucy. Tapi aku akan kuat menghadapi semuanya demi pernikahan kita. Akuuu... Arrghhh... Akuuu.. janji akan membuat kalian berdua bahagia, Lucy. Akkkuu... Janjiii...!" What the hell! Dunia seorang Lusia Morgan seakan runtuh mendengar bagaimana Pedro Davinci bisa berkata seperti itu, dalam keadaan kesakitan akan serpihan kilasan masa lalunya. Dan hal itu terang saja semakin membuat ia menangis sejadi-jadinya dalam d**a bidang Pedro Davinci. Tak ada kata yang bisa ia ucapkan untuk menanggapi suara yang baru saja masuk ke dalam gendang telinganya, namun kedua suara berbeda akibat dari perdebatan peri biru dan peri merah hatinya. Seolah tak dapat ia bendung untuk dijadikan tangis atas sandiwara yang tengah ia mainkan itu. Kini Lusia Morgan hanya bisa menyesali apa yang sudah ia lakukan. Dengan berharap bahwa semua hal yang akan dilaluinya nanti, bisa membuat jalan hidupnya menjadi lebih baik dan membuat orang yang ia cintai. Bisa menemukan kebahagiaannya juga. Miris sekaliii... 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN