Ponsel milik Prabu itu sudah berada di tangan Andin. “Terus, apa kata sandinya, terkunci nih ponselnya,” tanya Andin.
“Coba kamu masukin fueyb7q3vctri4cl4,” jawab Prabu disela-sela kebisingan ibukota.
“Hah? Maksudnya apa, Prab? Kamu ngomongnya kayak alien, deh,” Andin mengulang pertanyaannya.
“Iya, kamu sudah masukin ijfi4wiikf84, belum?” jawab Prabu lagi yang kali ini makin-makin membuat Andin bingung.
“Sumpah deh Prab, aku gak bisa nangkap maksud kamu,” Andin menghela napasnya.
Karena butuh sekali untuk menghubungi Reno dan melihat share location yang sudah diberikan, Prabu pun meminggirkan motornya dan menengadahkan tangannya ke Andin. “Mana ponselnya?”
Andin memberikan ponsel milik Prabu itu ke atas tangannya yang menengadah. “Maaf ya, aku gak begitu dengar ucapanmu tadi. Jadi, dari tadi gagal mulu,” ujarnya.
Prabu pun mengangkat ponselnya ke depan, dan berkata, “Lihat ya, kata sandi ponselku ini sangat mudah. Bahkan, kamu sendiri tahu. Kamu hanya perlu memasukin tanggal lahir kelahiranmu sendiri.”
Andin mengernyitkan dahinya. “Hah? Kamu kalau ngomong yang serius dong, Prab.”
“Loh, aku ini serius, Din. Coba deh lihat, aku akan masukin tanggal lahir kamu,” ujar Prabu.
Prabu pun mulai menuntut tangannya ke angka-angka yang tertera di layar ponselnya. Prabu menekan tombol satu, empat, dua belas. Dan tidak perlu menunggu waktu yang lama, kunci ponsel Prabu terbuka dengan baik. Prabu segera mencari kontak atas nama Reno di kontak WhatsAppnya, dan ternyata sudah berada di paling atas karena baru saja Reno mengirimkan share location yang diminta Prabu.
Selamat datang di Google Moops, kamu bisa menjelajahi dunia hanya dengan satu ketukan. Silakan tentukan tujuanmu, dan mari berjalan-jalan bersama. Ucap Mbak-mbak operator Google Moops setelah Reno mengetuk share location yang dikirimkan oleh Reno itu.
“Kamu lahir tanggal empat belas bulan desember, kan?” tanya Prabu.
“I .. I … I …ya, bener. Kok kamu bisa tahu sih?” jawab Andin.
“Bisa aja, kali. Mengetahui tanggal lahir seseorang adalah kebiasaan yang wajar bagi seseorang yang memiliki ketertarikan ke orang tersebut,” terang Prabu.
Dada Andin mulai deg-degan. Ia tidak menyangka kalau Prabu mengetahui tanggal lahirnya dua puluh satu tahun yang lalu dan dijadikan kata sandi. Andin melengos ke segala arah dan mencari ketenangan untuk menyelimuti jiwanya. Rasanya mulai aneh, tidak nyaman, mencekam, dan seperti terpenjara dalam situasi tidak penting.
“Apa ya tujuan dan motif Prabu menyimpan tanggal lahirku? Bahkan dijadiin kata sandi ponselnya dong. Apa jangan-jangan … Prabu udah jadiin tanggal lahir aku untuk pasang judi online? Atau … dia mau nyantet aku lewat tanggal lahir aku yang ia dapatkan?” terka Andin itu semua mengarah ke hal-hal negatif.
Jadi, selama perjalanan pun Andin terus memikirkan hal-hal yang belum ia pecahkan itu. Ingin rasanya loncat dari atas motor dan kabur dari Prabu yang menurutnya aneh. Rasa diam-diaman antara Andin dan Prabu di atas motor itu rupanya dirasakan oleh Prabu. Prabu melirik gelagat Andin dari kaca spionnya yang terus memandangi lampu-lampu led perkotaan. Wajahnya tak begitu terlihat jelas karena beberapa kali bayangan pohon besar menutupi wajahnya.
“Kira-kira Andin nyadar nggak sih kalau aku itu tertarik sama dia. Aku sudah ngasih kode loh mulai dari mengubah kata sandi menjadi tanggal lahirnya, dan ala-ala stalk dia gitu,” batin Prabu. Tapi, Prabu berharap sih ada sesuatu yang beda dari Andin, setelah pernyataan itu diucapkan oleh Prabu.
“Din … kamu kok diam?” sahut Prabu.
“Ya gak apa-apa, nikmatin pemandangan jalan-jalan yang ramai aja, hehe,” cakap Andin dengan senyumannya yang tipis.
“Kamu lagi salah tingkah ya?” terka Prabu yang begitu percaya dirinya dan membuat Andin …
“HOEK! UHUK UHUK! Eh, maaf, Prab. Aku bener-bener kaget barusan, hehe,” balas Andin kemudian sambil menutup mulutnya agar tidak mengeluarkan muntahan.
“Kamu lagi sakit atau gimana? Kamu pulang aja deh, aku mutar dulu untuk ke kosmu, gimana?” tawar Prabu.
“Gak … gak … gak usah, Prab. Aku sudah janji mau nemenin kamu cari informasi ke Reno malam ini. Aku bukan orang yang suka ingkari janji, Prab. Jadi aku harus menjalankan apa yang sudah aku mulai sampai tuntas,” kata Andin begitu bijaknya.
“Halah, sok sok-an ngebijak kamu, Din. Padahal juga kamu mau terus-terusan deket sama aku kan malam ini? Ngaku aja, deh!” tebak Prabu lagi yang semakin percaya diri.
“Jangan ngaco ya kalau ngomong, Prab! Aku ini diamanahkan Bu Rere untuk nemenin kamu. Harusnya itu Bu Rere yang mau nemenin, tapi berhubung ibunya Bu Rere sedang sakit dan harus ke dokter, ya Bu Rere menugaskan aku, deh. Gitu … jadi kepala kamu ini jangan terlalu besar-besar ya! Meledak loh!” jelas Andin sambil mengetuk helm Prabu yang ada di hadapannya itu.
“Oh gitu … hehe, kirain memang inisiatif kamu buat nemenin aku. Ya, kamu kok gak jadi bikin aku melting sih, Din,” Prabu pun tampak kecewa dengan pernyataan tersebut.
“Siapa juga yang mau bikin kamu melting?! Eh, kalau kamu mau meleleh tuh ya, kamu harus masuk ke dalam oven atau bara api, biar kamu meleleh sekalian hangus jadi abu!” tukas Andin dengan nada-nada geregetan. Abisnya nanggepin Prabu yang terlalu percaya diri itu, malesin, sih.
“Serem amat, Din. Emangnya kamu rela gitu kalau aku terbakar jadi abu?” Prabu merendahkan suaranya, tampaknya ada tanda-tanda kelirihan di sana.
“Makanya kalau ngomong itu jangan terlalu besar kepala, Prab! Udah ah, jalan yang cepet, nanti latihan sepak bolanya udah selesai lagi,” pinta Andin seraya menepuk-nepuk pundak Prabu. Prabu pun kembali meninggikan gas motornya agar bisa berjalan lebih cepat dan sampai ke tujuan.
***
Di lapangan yang serba hijau muda itu, sudah banyak mobil dan motor-motor terparkir di depannya. Andin dan Prabu turun dari motor dan melepaskan helm. “Ternyata di tempat sejauh ini, ada juga ya yang menyewa lapangan begini,” tukas Andin.
“Ya jelas ada lah. Sepak bola kan hobi yang paling digemari oleh para mahasiswa. Dan sebagian besar di daerah sini juga mahasiswa kok, otomatis bakal ramai ini lapangan. Bahkan, untuk booking saja harus tiga hari sebelum pemakaian,” terang Prabu seraya berjalan menuju pintu masuk ruangan.
“Oh gitu ya, ternyata bisnis kayak gini menguntungkan, ya. Aku jadi punya pikiran bisnis begini ketika sudah lulus nanti,” timpal Andin.
“Bagus sih, menjanjikan. Bisnis kamu akan berkembang pesat dan punya cabang dimana-mana. Tapi dengan satu syarat agar kamu bisa mewujudkan hal itu,” respon Prabu.
“Gimana caranya? Kasih tahu dong, sekalian kasih tahu bisnis anti bangkrut, haha,” tanya Andin dengan wajahya yang serius.
“Caranya dengan bisnis bareng aku, kamu akan sukses kedepannya!” jawab Prabu yang membuat Andin gemas dan memukul-mukul punggung Prabu. “Hahaha, udah ah, ayo kita ke dalam,” ujar Prabu lagi.
***
“OY! PRAB!” seorang laki-laki menyapa Prabu ketika Prabu dan Andin baru saja masuk lewat pintu utama. Spontan saja Prabu memalingkan wajah ke arah asal suara itu, dan di sana ada Reno yang sedang duduk-duduk manja.
Prabu dan Andin segera menghampiri Reno di tribun sebelah kanan. “Apa kabar, Prab?” sapa Reno dan menjulurkan tangan ke Prabu untuk menerima salaman.
PLAK PLAK! Reno dan Prabu melakukan salam sepak bola dari kedua tangan mereka. Pokoknya begitulah, kalau kalian tahu film Spiderman No Way Home, ada saat-saat tertentu di mana Peter Parker dan Ned Leeds berjabat tangan sambil memainkan sebuah tepukan cantik.
“Baik, Ren. Udah lama di sini?” kata Prabu dan segera mengambil duduk di sebelah Reno, dan Andin pun mengikutinya.
“Sudah lama tau, ini set satu sudah selesai. Eh kamu malah baru datang … Prabu … Prabu … kebiasaan kalau mau latihan, selalu telat. Mbaknya yang di samping pacarnya Prabu, kan?” tanya Reno ke Andin dengan pertanyaan membagongkan.
Andin cepat-cepat menggelengkan kepalanya dan, “Ah belum, Ren. Ini namanya Andin, dia masih teman deket aja sih, belum ke arah yang lebih serius,” timpal Prabu kemudian. “Dan deketin perempuan satu ini effort-nya gede banget, Ren! Aku saja hampir mau menyerah, tapi gak enak hati karena sudah lama berjalan,” lanjut Prabu di bisikan Reno. Andin pun menjenjangkan lehernya dan penasaran dengan bisikan-bisikan halus yang Prabu ucapkan pada Reno, hingga Reno cekikikan kayak gitu.
“Kalau gitu, good luck ya Prab! Kamu mau langsung main atau pemanasan dulu?” tanya Reno yang sudah siap-siap untuk bermain di set kedua itu.
“Eh eh eh, ada yang mau aku omongin sama kamu nih Ren. Boleh minta waktunya sebentar gak?” jawab Prabu yang menahan tangan Reno untuk berdiri.