Kebenaran tentang Amsal
Amsal berasal dari bahasa Ibrani, massal, yang berarti pepatah yang puitis, ringkas, jelas, serta menggugah pikiran. Dalam sebuah Amsal, terkandung sebuah pesan yang sepertinya menyampaikan kebenaran.
Jangankan kalian, saya selaku seseorang yang telat lama mendalami kitab suci, sampai sekarang masih sulit memahami kitab Amsal, yang konon ditulis oleh anak dari salah satu raja termasyhur Kerajaan Israel. Sepertinya saya paham mengapa Ratu Syeba sampai membela-belakan diri mengunjungi Kerajaan Israel demi menyaksikan sendiri kebijaksanaan Raja Salomo. Tampaknya kebijaksanaan Raja Salomo bisa terlihat dari kitab Amsal. Sebagai manusia moderen, sulit untuk kita memahami Amsal, khususnya yang ditulis oleh Raja Salomo.
Pernahkah juga kita berandai-andai bahwa kitab Amsal bisa disamakan dengan Twitter? Bisakah ayat-ayat Amsal disamakan dengan Insta Story?
Ah, rasanya tidak. Berpuluh-puluh kata bijak mungkin bisa ditemukan di Twitter atau Insta Story. Namun, saya rasa ayat-ayat dalam kitab Amsal sungguh tak ternilai. Kebijaksanaan Raja Salomo tidak bisa ditandingi oleh filsuf mana pun. Malah ayat-ayat dalam Amsal sering dicomot dan di-posting dalam sebuah tweet.
Mari kita merenungkan kembali mengapa bisa seperti itu. Ayat demi ayat yang dipadukan menjadi satu kesatuan, sehingga terbentuk sebuah ujaran nasihat yang bahkan bisa digunakan di zaman mana pun. Itulah keajaiban ayat-ayat dalam Amsal yang saya petik.
Amsal sendiri berisi pengamatan tentang kehidupan sehari-hari. Amsal itu pun seperti permen. Kita tidak bisa mengigit dan mengunyahnya. Kita tidak akan pernah mendapatkan manfaat apa-apa dari sebuah ayat Amsal. Yang kita harus lakukan adalah hanya mengisapnya. Rasakan manisnya permen bernama Amsal itu. Perlahan-lahan kita akan semakin mengonsumsi permen itu. Dengan perlahan juga kita akan menyerap dan memahami maksud Tuhan melalui Amsal.
Ada satu ayat Amsal yang patut diketahui. Sekiranya, itu bisa menutup tulisan renungan ini.
Amsal 1:6
untuk mengerti Amsal dan ibarat, perkataan dan teka-teki orang bijak
Yah, Amsal itu bagaikan sebuah teka-teki orang bijak. Di dalamnya, penuh dengan nasihat-nasihat kehidupan. Apalagi, memang sebagai manusia, kita lebih suka buku peraturan yang jelas. Yang mungkin karena itulah, kitab Amsal terlahir. Tuhan tidak ingin hanya memerintah kita untuk melakukan firman-Nya. Tuhan pun ingin mendidik kita supaya kita bertumbuh dewasa dan bijaksana. Agar kita makin menyerupai Dia.
***
Sudah di atas jam satu siang. Greyzia masih berada di ruang ibadah utama gereja. Hanya sedikit orang yang berada di ruang ibadah. Beberapa di antaranya adalah para anggota paduan suara dari komunitas-komunitas kecil dalam gereja. Perempuan itu menyimak mereka menyanyikan beberapa lagu rohani. Ada kalanya ia ikut bernyanyi, tapi dalam hati saja. Meskipun demikian, malah kebablasan bernyanyi.
"Bawalah aku Yesus,
dekat ke salibMu.
Air hidup dan darahMu,
sucikan hatiku.
Salibnya, salibnya,
selama mulia,
Dosaku disucikan,
oleh darah Yesus."
Greyzia menyanyikan pula secara pelan-pelan, lagu rohani yang diterjemahkan dari lagu karangan Fanny J. Crosby tersebut. Dari semua lagu dalam buku nyanyian rohani dj gereja, lagu "Bawalah Aku Dekat ke Salib" itu merupakan lagu yang disukai oleh Greyzia.
Lalu, Greyzia berhenti bernyanyi. Tampaknya sang pianis berhenti memainkan piano. Ia memilih untuk beristirahat dan digantikan oleh temannya. Pianis itu berjalan ke arah Greyzia. Greyzia kenal siapa pianis tersebut. Ia adalah Gideon, sahabat dari Firman, kekasih Greyzia.
Samar-samar dari luar gereja, terdengar suara derasnya hujan. Terdengar pula petir yang bersahut-sahutan. Tampaknya hujan tak kunjung berhenti sejak selesai ibadah tadi. Oh, Greyzia masih berada di gereja, karena kesibukannya sebagai guru sekolah minggu. Apalagi, di kebaktian Jumat Agung tadi, murid-muridnya mempersembahkan puji-pujian. Greyzia menjadi dirigen serta mengomandoi jalannya drama singkat tentang peristiwa penyaliban Yesus. Karena itulah, terpaksa Greyzia tidak ikut keluarganya pulang bersama. Masih ada pula yang harus dikerjakan perempuan itu selepas ibadah. Salah satunya adalah persiapan murid-murid sekolah minggu dalam kebaktian Paskah hari minggu besok.
"Belum pulang, Zia?" tanya Gideon yang lalu duduk di samping Greyzia.
Greyzia menggeleng. "Belum, Kak Gideon. Lagian, habis ini, mau ajarin anak-anak latihan koor. Paskah besok, mereka bakal koor di hadapan orangtuanya, kan?"
"Firman mana?" tanya Gideon lagi, seraya menyerahkan permen ke arah Greyzia.
Greyzia mengambil permen tersebut. Ia kulum dan berkata, "Kayaknya di lapo keluarganya."
"Oh." Gideon mengangguk-angguk. Laki-laki bermarga Pattinama itu memandangi Greyzia dengan jantung yang sekali lagi berdetak-detak. Ia sampai menelan air liur. Perasaan aneh ini harus dilawan. Perempuan yang berada di hadapannya bukan perempuan biasa. Perempuan ini kekasih sahabatnya. Sudah berpacaran dan selangkah lagi mungkin menuju pernikahan.
Greyzia tampaknya tahu dirinya dipandangi sedemikian rupa oleh Gideon. Walaupun demikian, mungkin karena perempuan, dipandangi seperti itu, malu juga seorang Greyzia Gunawan. Jika tidak hati-hati, ia bisa saja nanti akan menyakiti hati kekasihnya. Sekonyong-konyong ia teringat akan salah satu ayat yang tadi sempat dibagikan oleh Pendeta Eddie Tjandra. Tentang perselingkuhan.
"Siapa melakukan zinah tidak berakal budi; orang yang berbuat demikian merusak diri."
Karena mengingat Amsal 6:32 tersebut, Greyzia perlahan-lahan bergerak agak menjauh. Melihat Greyzia yang duduk agak menjauh, sontak membuat Gideon terbatuk. Kelihatannya Gideon malu sendiri. Gideon seperti sedang diingatkan agar tidak macam-macam. Greyzia sudah berpacaran dan pacar Greyzia adalah sahabat Gideon.
"Kenapa?" tanya Greyzia mengernyitkan dahi. "Ada yang salah, Kak?"
Gideon menggeleng. "Nggak. Nggak ada yang salah. Aku cuma agak kesedak aja. Ada air minum? Tenang aja. Nanti nggak kena bibir aku."
Greyzia mengeluarkan tumblr berwarna ungu dari tas tangan. Ia menyerahkan tumblr itu kepada Gideon.
Gideon tertawa terbahak-bahak memperhatikan tumblr berwarna ungu tersebut. Yang sesudah itu, ia minum dengan cara tanpa bibirnya menyentuh mulut tumblr.
"Ada yang lucu, yah, Kak?" tanya Greyzia nyengir.
Gideon menggeleng. "Jarang-jarang aku ketemu perempuan yang suka bawa botol minum ke mana-mana. Mana di tumblr-nya, ada stiker Hello Kitty segala."
Greyzia terkekeh-kekeh. "Kebiasaan aja sejak masih sekolah, Kak. Dengan bawa tumblr ke mana aku pergi, lebih hemat juga. Lagian, lebih sehat begini, kan."
Gideon ikut terkekeh-kekeh. "Kamu benar, sih. Kayaknya aku harus ikut gaya kamu, nih. Bawa tumblr ke mana-mana. Nanti sepulang gereja, aku cari di Tokped tumblr, deh."
"Kak Gideon bisa aja, nih." ucap Greyzia yang masih terkekeh-kekeh.
Tanpa sengaja, perlahan-lahan, jarak antara Greyzia dan Gideon makin mendekat. Kini mereka berdua akan terlihat seperti sepasang kekasih jika dilihat dari kejauhan. Mereka bahkan tidak sadar sedang diperhatikan oleh beberapa orang yang berada di ruang ibadah utama gereja tersebut. Yang mana sebagian dari orang-orang tersebut mengenal Greyzia, Gideon, hingga termasuk Firman. Bahkan ada Christy, sahabat Greyzia, yang sepertinya bersiap melatih olah vokal murid-murid sekolah minggu.
Terdengar suara pintu gereja dibukakan dari arah luar. Tampak Firman yang sedang masuk ke dalam ruang ibadah dan mendapati kekasihnya seperti sedang bermesraan dengan sahabatnya. Hati Firman mulai panas. Kedua mata laki-laki Batak itu menjadi nyalang. Bahkan mungkin juga ada suara retakan dari dalam diri Firman.
Sekonyong-konyong Firman teringat kejadian minggu lalu. Itu saat Minggu Palma sebelumnya. Firman memberikan bunga sakura dan iseng saja bertanya kepada Greyzia apakah perempuan itu mau menerima lamaran Firman yang mengajak menikah. Saat itu, Greyzia menjawab, "Nggak usah buru-buru. Aku belum siap sama yang namanya pernikahan. Jalani dulu saja hubungan ini beberapa bulan lagi."
Melihat betapa dekatnya Greyzia duduk di samping Gideon, itu membuat hati Firman panas sepanas-panasnya. Gelap mata sudah pikiran Firman. Sudah muncul suara di kepala Firman yang main tuduh bahwa Gideon adalah salah satu alasan Greyzia enggan diajak menikah sesegera mungkin.