Skenario Jahat

2999 Kata
"Apa perlu papa ingatkan orangtuanya?" "Tidak perlu, pa. Abang udah siapin penjaga." Papanya mengangguk-angguk. Tentu saja khawatir mendengar kabar itu. Bunda juga khawatir. Mereka memdengar dari Farras. Tak heran kalau malam ini datang ke rumah. Farrel setidaknya masih bersyukur karena tak terjadi sesuatu yang buruk pada kehamilan istrinya. Hanya ini yang sebenarnya ia pikirkan. Kedua orangtuanya pulang setelah hampir dua jam di rumahnya. Farrel menghela nafas. Malam ini, rumahnya dalam penjagaan ketat bahkan mungkin hingga seterusnya. Meski istrinya sudah protes. Ya Fara memang tidak terlalu suka banyak orang di rumah. Untuk pembantu? Mereka mencari yang seperti bunda. Yang bisa datang tanpa harus menginap di rumah. Ya kalau soal ini tak masalah bagi Farrel. Ia hanya perlu meningkatkan penjagaan. Ia masuk ke kamar karena istrinya memang sudah ada di kamar. Ya Fara memang baik-baik saja. Tidak ada satu hal buruk yang terjadi. Tapi ia khawatir kalau hal ini akan mempengaruhi pikiran istrinya. Karena ya mau tak mau pasti akan terpengaruh. "Gak perlu dipikiran ya, love?" Fara hanya berdeham. Ia sudah berbaring di atas tempat tidur. Farrel menarik selimutnya hingga ke bahu lalu mengecup keningnya. Kemudian ia bergerak masuk ke kamar mandi. Farrel sempat menelepon Farras untuk bertanya bagaimana kronologi kejadiannya. Tapi Farras juga tak tahu karena begitu ia datang, itu lah yang ia lihat. Jadi akhirnya ia ingin mencari tahu dari rekaman CCTV rumah. Namun sayangnya hanya menangkap rekaman di mana Shabrina masuk ke dalam rumah. Pintu rumah mungkin terbuka lebar karena istrinya pasti tak pernah menutup pintu kalau ada tamu. Farras juga tahu saat tiba di pintu rumahnya. Ya kalau dari gerbang tak akan kelihatan karena posisinya di sebelah kiri. Dan karena memang tak ada rekaman CCTV di dalam rumah yaa mereka jadi tak tahu apa yang sebenarnya terjadi. Pertimbangan Farrel untuk enggan memasang CCTV di dalam rumah karena Fara. Yaaa pasti tidak betah kalau harus menggunakan kerudung terus menerus. Makanya ia tak memasangnya. Ya biar Fara agak bebas. Dan ia juga tak tahu kalau akan jadi begini. Yang namanya penyesalan memang akan selalu terjadi di belakang bukan? Ia kembali ke kamar karena tak menemukan bukti apapun. Satu-satunya yang ia pikirkan saat ini hanya lah keselamatan Fara dan anak-anak mereka. Ia mengambil wudhu kemudian bergabung dengan Fara di atas tempat tidur. Perempuan itu tentu saja sudah pulas. Ia menarik nafas ketika menatapnya dan mengelus wajahnya. Fara mempercayainya, ia tahu. Kadang juga merasa bersalah karena harus menutupi beberapa hal. Bagaimana pun ia ingat respon istrinya setiap pemberitaannya dan Shabrina yang muncul dulu. Pasti cemburu kan? Makanya Fara tak sanggup dipoligami. Salah satu alasan ia meminta untuk diceraikan dulu juga karena takut Farrel bersikap zolim kepadanya. Mempertahankannya demi cinta namun yang menjadi masalah adalah ia tak bisa menjadi istri yang baik karena hal itu. Untuk apa ia menikah jika menatap suaminya saja, ia tak sanggup. Ya kan? "Kenapa?" Ternyata belum tidur. Ya lebih tepatnya Fara terbangun setelah terpejam selama setengah jam. Ia juga tak bisa tidur terlalu pulas dengan perut seperti ini. Ada saja yang digelisahkan olehnya. Farrel mendekatkan dirinya. Kemudian datang untuk mengecup keningnya lagi. Ia memeluk perempuan itu. "Apa yang kamu takutkan?" "Allah." Farrel tersenyum mendengar jawabannya. Jawaban singkat yang cukup untuk menjawab semua pertanyaannya tentang Shabrina. "Kalau sesuatu terjadi seperti dulu dan kita sudah memiliki tiga anak, keputusan kamu masih sama?" Fara menarik nafas panjang. Bagaimana ia harus menjawabnya? Ia juga bimbang dan Farrel melihat itu. Fara terlalu tahu dirinya sekarang. Ia mulai memahami sikap Farrel yang agak mengesampingkan perasaan dan lebih memilih untuk fokus pada akhiratnya. Perlakuannya pada Shabrina dulu juga dengan alasan itu. Meski melawan kehendak hatinya. Tapi ia takut berdosa karena pada awal pun telah berdosa. Ia hanya tak mau menguoang kesalahan yang sama. "Aku gak tahu." Ya ia juga dapat melihat betapa wajah istrinya menunjukkan kebingungan. Ikatan anak ini tentu sangat kuat. Banyak hal yang harus dipertimbangkan. Tapi Farrel juga tak mencari hal itu untuk membenarkan tindakannya. Ia bahkan tak bisa bersikap adil akan rasa cinta yang ia punya bukan? "Aku mencintaimu, love," tukasnya. Dan ia sadar kalau rasa cintanya teelalu besar pada perempuan ini hingga Allah menegurnya melalui kejadian kemarin-kemarin. Allah ingin, ia tidak mencintai apapun di dunia ini melebihi-Nya. Dan sejak aala bertemu Fara, ia sudah tergila-gila. Akhirnya tangan perempuan itu terulur ke atas pinggangnya untuk ikut memeluk. Ia trauma akan kehilangan. Bercerai dengan Farrel dapat membuatnya gila. Namun demi kepentingan akhirat juga yang membuatnya seperti itu. Ya watak mereka jika menyangkut akhirat memang sama. Pasti mengenyampingkan perasaan. Itu juga butuh waktu. Karena batin Fara juga berkonfrontasi cukip lama. Tidak mudah untuk mengambil keputusan semacam itu. "Jangan khawatir ya? Apapun yang menjadi milik love, insya Allah tidak akan tertukar. Begitu pula denganku." Meaki sejatinya mereka berdua juga milik Allah. Fara mengangguk-angguk. Ya ia tahu. Tapi kadang rasa khawatir pasti ada. "Kamu masih berhubungan dengannya?" Entah bebapa kali pertanyaan ini dilontarkan. Farrel semakin mengeratkan pelukannya meski terhalang perut Fara. "Tidak sama sekali. Terakhir ya saat selesai urusan perceraian. Aku menunaikan kewajibanku saja. Keberatan?" Fara menarik nafas dalam. Ia mengangguk kecil. Tapi mau bagaimana lagi? Farrel tersenyum kecil. Ia tahu. "Jadi karena semua urusanku dengannya telah selesai, kamu bisa tenang?" Fara menggeleng. Tentu tidak. Bukan kah terjadi sesuatu tadi? "Lalu kenapa dia mencarimu lagi?" Kening Farrel mengerut. Tentu saja terkejut. "Dia mencariku?" "Ayang gak tahu?" Farrel menggeleng. "Aku bahkan mengganti nomorku, love. Kalau memang dia mencariku, dia seharusnya akan datang ke kantorku." "Lalu aku tak kan tahu kalau dia ke kantormu," jawabnya. Tangan itu terlepas dari pinggangnya dan kini malah membelakanginya. Farrel menghela nafas. Pembicaraan tentang Shabrina secara blak-blakan memang masih menjadi hal yang cukup tabu baginya dan Fara. Karena ia juga cenderung menghindari obrolan itu. Ia tak mau menyakiti perasaan anaknya. "Love bukan begitu maksudku. Tapi hanya berpikir realistis saja. Kalau dia memang ada maksud untuk menemuiku, ku rasa dia tidak akan datang ke rumah. Itu bahkan masih jam berapa kamu bilang? Jam empat kan? Aku belum meninggalkan kantor, love. Jadi, aku bukannya ingin berprasangka tapi ia hanya datang memang untuk melukai perasaanmu. Kamu jangan termakan oleh hal semacam itu. Ya?" Istrinya masih bergeming. Pasti ada rasa marah. Padahal tadi rasanya sudah akur. Kenapa begini lagi? "Love...." Ia menghela nafas. Akhirnya mencoba untuk membalikkan badan istrinya tapi yang ia temukan istrinya malah menangis. Ia menarik nafas dalam kemudian memeluknya. Ya istrinya memang sangat sensitif tapi bertambah sensitif dengan adanya pembicaraan ini dan kedatangan perempuan itu. @@@ Kalu bukan karena paksaan mamanya, ia tak akan datang lagi untuk koas. Ia malas padahal ia sendiri yang memulainya. Jihan yang baru saja mengantarnya hanya bisa menghela nafas. Mau sampai kapan mereka begini? Sabar? Sudah sangat sabar. Tapi tak bisa juga terus begini. Mau sampai kapaaaan? Jihan menyandarkan punggungnya. Ia tak tahu lagi bagaimana mengubah semua ini. Tak lama, Aisha muncul. Ia berpelukan dengan perempuan itu. Bagaimana pun, mereka juga dekat. Terlebih Jihan juga pernah bekerja di rumah sakit ini dan Aisha adalah atasannya juga. Apalagi ia juga menikah dengan Tio. Kini keduanya duduk di kafetaria khusus tenaga medis. Kafetaria ini 24 jam. Tampilannya juga sudah banyak berubah. "Aku sudah bingung cara menghadapinya." Ia frustasi sendiri. Ya meski Aisha tak begitu tahu bagaimana cara menghadapinya. Tapi ia bisa melihat mata Keera yang kosong. Gadis itu sudah tak perduli apapun lagi. Hidup pun hanya sekedar hidup. "Aku sama Tio udah bawa dia ke mana-mana, kak. Ke psikolog sampai kyai. Pernah kami coba titip di pesantren, belum sehari dia udah kabur." Aisha hanya bisa menghela nafas. Setidaknya ia masih bisa bersyukur karena sebandel-bandelnya anak sablengnya, mereka masih mau diurus. Ya ia tak tahu apa yang terjadi pada Shakeera. Tio dan Jihan juga tak mengerti. Kejadian itu sudah lama berlalu, tidak kah bisa melupakannya? Apalagi cintanya hanya sebatas itu. Tapi yaa mau bagaimana? Mereka juga tak bisa berbuat apa-apa. Saat masih SMA kala itu, sejujurnya masih aman. Masih belum berbuat apa-apa. Tapi semenjak kuliah, entah kenapa anak mereka berubah drastis. Hampir tiap malam kabur dari rumah. Lalu ke mana? Diskotik. Saat tahu hal itu, Jihan dan Tio jelas syok. Karena ia tampak biasa-biasa saja. Tak menunjukkan perubahan apapun. Bahkan Tio dan Jihan baru tahu setelah 2 tahun saat anaknya tiba-tiba dibawa pihak kepolisian dan Tio harus menebusnya. Anaknya terjaring razia kala itu. Razia di diskotik. Jelas saja, kedua orangtuanya kaget. Mereka benar-benar tak menyangka kalau Shakeera akan sejauh itu. Mabuk? Ya baru tahu juga setelah 2 tahun. Dan kalau mengingat itu, kepala Jihan masih terasa sakit sekali. Ya anaknya masih mengenakan kerudung di luar tapi ketika masuk ke tempat-tempat seperti itu tentu tidak kan? Lalu apalagi selain mabuk-mabukan? Ia juga sempat menjual n*****a kepada teman-temannya. Tio tak paham bagaimana lingkaran pertemanan anaknya. Sudah berkali-kali dilarang tapi anaknya semakin menjadi-jadi. Dan Tio harus menahan malu demi menebus dan menyelamatkan namanya agar tak berdampak pada anaknya sendiri di masa depan. Masa depan anaknya masih panjang. Merusak diri hanya akan menjadi penyesalan di masa mendatang. Jadi selagi masih bisa diperbaiki maka akan lebih baik diperbaiki. Kemudian yang paling Jihan ingat adalah saat anaknya terjaring prostitusi. Tio yang tak pernah memukul sampai memukul Keera kala itu. Ia tahu kalau Tio pasti kehabisan kesabaran saat itu. Dan ya memang memperburuk masalahnya. Keera sempat kabur dan beruntung karena Arga berhasil menemukannya. Apa yang dilakukan Keera dalam prostitusi itu? Ia yang memotret teman-temannya untuk situs kencan online dan menjual mereka di sana. Tentu menang berdasarkan keinginan mereka. Tapi tetap saja, tindakan itu salah dari segi manapun. Shakeera pasti tahu bukan? Ya dan ia menyangkal semua kebenaran di dalam hatinya. Semakin kuat suara kebenaran di dalam hati itu, ia semakin bar-bar melawannya. Ia akan semakin gila. Namun anehnya untuk kali ini, ada sesuatu yang membuatnya ragu dan takut. Mabuk sudah. p**************a sudah. Menjual teman juga sudah. Yang kini ingin ia lakukan adalah membunuh. Namun ia masih ada hal yang membuatnya terus mengulur waktu. Ia juga tak tahu kenapa. Andai ia sadar ya itu suara hati kecilnya. Hati kecil yang masih ingin agar ia kembali ke jalan yang benar. Tidak menggila seperti sekarang. "Aku hanya bisa bilang sabar." Ya Aisha tak tahu harus bagaimana lagi mengatakannya. Jihan tahu. Ia juga sadar betul kalau ini tak mudah. Aisha menghela nafas begitu Jihan pamit. Nanti ia akan datang lagi untuk menjemput Shakeera. Anak itu benar-benar seperti anak PAUD, TK atau bahkan SD yang tidak bisa kalau tidak diantar. Tak bisa berangkat sendirian karena ia tak bisa datang. Aisha memanggil Latifah setelah itu. Ia berbicara beberapa hal agar Latifah memerhatikan Shakeera secara khusus. "Kamu coba dekati, pahami dia, dan jangan menganbil kesimpulan apapun." Latifah mengangguk. "Baik, dok." Lalu perempuan itu kembali beranjak. Sedari awal melihat Shakeera, ia juga merasa ada keanehan dari gadis itu. Ia pikir kalau Shakeera tampaknya terpaksa masuk jurusan kedokteran dan mungkin merasa terjebak setelah lama berkecimpung. Namun dari gerak tangannya ketika ia ajarkan tadi, Shakeera cepat belajar. Ia banyak tahu. Ia bukan seorang dokter koas yang pengetahuannya benar-benar minim. Jadi Latifah pikir mungkin memang ada sesuatu yang membuat sikapnya seperti itu. Seperti orang yang aama sekali tak punya semangat hidup. Menyedihkan? Ya. Ia tak bermaksud mengasihani. Hanya saja bagi Latifah, usia Keera masih sangat muda. Ia tak ingin gadis itu menyianyiakan hidupnya lalu nanti malah menyesal. Usia muda hanya satu kali. Jadi kalau terbuang sia-sia, menjadi tak berharga dan hanya penuh dengan sesal di masa tua. Ya kan? "Tuh yang baru. Masuk semaunya." Dan tentu saja dokter koas yang lain tak terima. Mereka bahkan kurang tidur saking banyaknya hal yang harus dikerjakan. "Mungkin keponakan direktur kita kali." Yang lain hanya bisa menebak-nebak. Mereka dongkol saja karena Keera diperlakukan secara berbeda. Ya mereka menangkapnya begitu. Bahkan Latifah mewanti-wanti agar mereka bersikap baik padanya. Sejujurnya, sebagai anak seorang direktur, semenjak kepindahan ke Padang, yaa Keera memang kerap menjadi pusat perhatian. Karena semua orang akan membicarakan papanya. Tapi ia bahkan tak perduli dengan hal semacam itu. Lalu kenapa ia tiba-tiba ingin kembali ke Jakarta? Selain karena ingin membalas dendam? Teman-temannya membencinya. Teman-teman satu komplotan. Ya sejujurnya sudah lama memang membencinya karena tiap ditangkap polisi, Keera selalu lolos tanpa catatan apapun. Berbeda dengan mereka. Maka saat terakhir Keera menghubungi mereka dan mencoba menemui mereka, salah satu di antaranya memang mau ditemui olehnya. Tapi itu pun menyuruh agar ia menjauh dari mereka. "Kita semua berbeda samamu. Kita bukan anak orang kaya. Kita tidak kuliah. Kita bukan anak direktur sepertimu." Ya Keera tahu. Tapi ia tak merasakan ada hal yang perlu diistimewakan dari hal semacam itu. @@@ "KE MANA MEREKA?" Sang menteri berteriak. Teriakannya jelas dapat didengar oleh seluruh penghuni rumah. Mereka datang tergopoh-gopoh. Jawaban terbata-bata yang ia dapat. Mereka juga tak tahu ke mana majikan mereka pergi. Tahu-tahu membawa Nisa dan beberapa koper. Meski mereka juga paham kalau majikan mereka mungkin sudah tak betah lagi tinggal di sini. "KENAPA KALIAN BIAR KAN SAJA MEREKA PERGI HAH?" Mereka hanya bisa saling menatap. Ya mau bagaimana? Tak mungkin melarang majikan bukan? Sementara sang menteri sudah berjalan menaiki tangga. Ia sangat frustasi. Jelas marah besar lah atas apa yang terjadi. Ia sudah menelepon istrinya berkali-kali tapi tak tersambung. Tentu saja sengaja untuk dimatikan. Walau kini perempuan itu ketakutan. Namun setidaknya ini jauh lebih baik dibandingkan tetap berada di sana. Lalu mereka terjebak selamanya dan anaknya akan benar-benar gila. Ia sudah tiba di salah satu villa yang sengaja ia sewa di Bogor tanpa sepengetahuan suaminya. Ia sampai jauh ke sana karena tak tahu harus datang ke mana lagi. Keluarganya ada di luar negeri. Kalau ia terbang, suaminya pasti akan tahu. Lelaki itu punya banyak koneksi. Sementara ia hanya ingin mereka aman. Walau ia juga tak tahu apa yang harus dilakukan setelah ini. Ia mencoba menyuapi anaknya tapi tentu saja ditepis dan piring beserta isinya berhamburan ke mana-mana. Menyedihkan? Ya. Tapi mau bagaimana lagi? Ia harus menerima keadaan anaknya. Ia hanya bisa menahan air mata. Berupaya untuk menggapai anaknya tapi gadis itu masih menepis tangannya. "Mama akan bantu kamu sembuh. Mama janji Nisa." @@@ Kabar Ferril yang mengumumkan pernikahan tentu saja menghebohkan. Pasalnya, satu bulan lalu masih gaduh soal ia disiram air jus. Lalu tak lama, kabar kusut hubungannya dengan Nesia semakin membuat publik penasaran. Karena keduanya tak pernah tampik bersama lagi. Yang membuat geger adalah dua minggu lalu saat foto-foto kebersamaannya bersama Nesia dihapus dari akun media sosialnya. Publik tentu sana terkejut. Sementara pada akaun Nesia masih ada kebersamaan mereka. Gadis itu juga tampak bahagia saja dengan beberapa postingan terbarunya. Namun ternyata......palsu? Yang jelas, kabar Ferril yang katanya telah menikah memang sangat menghebohkan. Semua orang mendadak mencari siapa sosok istrinya. Tapi yang dibagikan Ferril hanya foto tangannya yang menggenggam tangan istrinya. Lalu memang ada caption di bawahnya yang mengumumkan kalau ia telah menikah. Ia tak memberitahu tanggal pastinya. Memang sengaja dirahasiakan. Semua orang benar-benar kaget. Lalu pagi ini, Nesia yang baru hendak masuk ke dalam gedung, dikejar-kejar wartawan. Tapi gadis itu diam seribu bahasa. Ia tak menanggapi satu pun pertanyaan dari para wartawan. Para satpam menahan para wartawan itu agar tak terus mengejarnya. Sungguh ia tidak nyaman dan merasa telah dicampakkan begitu saja. Bukan hanya ia yang marah. Ibunya, keluarganya, teman-temannya bahkan fans-fans-nya. Semua orang kini sedang memburu sosok istri Ferril. Ya sama seperti ketika mereka memburu istri Farrel. Dan hasilnya? Hohoho. Tentu saja banyak foto-foto spekulasi yang mengatakan kalau itu adalah foto jstri Ferril. Namun jelas tak ada yang berani mengiyakan. Tadinya Ferril memang mau mengumumkan pernikahannya dnegan konferensi pers dan tentunya bersama sang istri. Tapi niat itu diurungkan karena ia khawatir akan istrinya. Dan benar memang firasatnya. Istrinya pasti dicari-cari. Lalu apa efek dari pemberitaan Ferril? Ohoo. Tentu saja berdampak pada launching series Shabrina. Mereka baru hendak memulai syuting nanti. Kini tentu ada pengenalan dulu kepada publik. Meski pemberitaannya bersaing dengan pemberitaan Ferril, tak kalah jauh. Bahkan netizen ramai sekali mendukungnya karena pengumuman yang dilakukan oleh Ferril. Ya bagi netizen, Farrel dan Ferril adalah sosok lelaki b******k. Tapi Ferril juga tak perduli. Untuk apa perduli? "Di sini, saya Shabrina akan berperan menjadi Anastasha. Ya seperti yang teman-teman mungkin sudah mendengar penjelasannya, sosok Anastasha ini adalah mantan kekasih dari Rafael yang telah menikahi Aminah." Para penonton bertepuk tangan. Para netizen jelas senang sekali mendengar kabar itu. Bahkan sudah tersiar kabar kalau itu sinopsis itu mirip dengan cerita Shabrina di dalam kehidupan nyata. Apalagi sang penulis skenario mengaku berdiskusi tentang alur cerita bersama Shabrina. Ferril terkekeh usai memutar itu di hadapan Farrel. Ya di layarnya yang ada di ruangannya. Tentu saja di kantor. Menurut Ferril, Shabrina sengaja memulai sesuatu. "Kali ini gue yakin kalo bukan lo yang diincar, bang. Tapi Fara." Farrel menghela nafas. Ia tak mau begitu perduli sebetulnya. Hanya yang sulit ia terima adalah jika sampai terjadi sesuatu pada istrinya, ia akan marah besar. "Jadi apakah series ini sebetulnya dibuat berdasarkan pengalaman pribadi dari salah satu pemain terutama Shabrina?" Begitu sesi tanya jawab dibuka, pertanyaan-pertanyaan dari wartawan memang langsung riuh. Jelas ini yang diinginkan oleh tim pembuatan series. Membuatnya viral sebelum memulai syuting. Tentu saja ini berkaitan dengan keuntungan. Shabrina juga akan diuntungkan dengan hal ini. Yaa ia tak perduli bagaimana tanggapan mantan sahabat-sahabatnya dan komplotan mereka. Ia hanya memedulikan pendapat orang-orang yang bisa ia gunakan untuk menjatuhkan mental Fara. "Sebetulnya tidak bisa dikatakan sebagai pengalaman pribadi. Namun Shabrina memang kami libatkan dalam pembuatan alur cerita," tutur sang penulis yang begitu pintar memainkan kata-kata. Meski ia semakin dibrondong pertanyaan namun berbagai jawabannya berhasil membuat netizen semakin heboh. Mereka tentu saja semakin percaya kalau itu memang kisah Shabrina yang sebenarnya. Hanya saja, Shabrina mengubah bagian ending-nya. Ending yang ia harapkan walau itu juga semu. Sebetulnya tak ada yang ia dapat dari melakukan ini bukan? Tapi kenapa ia masih ingin melakukannya? Karena ia ingin perempuan itu merasakan derita yang lebih parah lagi dibandingkan dengannya saat itu. Ia kehilangan segalanya. Karir dan imej tentunya. Lalu ia ingin perempuan itu kehilangan apa? Kehilangan imej? Ya. Sosok perempuan muslimah yang dipertontonkan akan ia hapus. Kehilangan Farrel? Bagian ini akan lebih seru lagi. Maka itu, alur cerita pada episode pertama mungkin akan membuat siapapun terkaget-kaget nanti. Karena Shabrina telah mengusulkan sebuah adegan di mana Aminah diperkosa para pemuda lalu mengadu pada ayahnya yang seorang kyai. Ayahnya malu akan aib itu, menjodohkannya dengan Rafael. Begitu episode itu tayang, apa yang akan terjadi? Semua orang pasti mengira kalau itu benar-benar nyata. @@@
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN