"Hah, hah, hah..."
Pertemuan yang direncanakan Vetri berhasil. Sumpahnya sudah terpenuhi. Ada rasa puas di hatinya karena sudah membalas Paris, tapi ada juga rasa iba dan kekhawatiran yang muncul usai membuat Paris merasakan perasaan yang pernah ia alami dulu.
Kini Vetri berlari menelusuri lorong kastil. Jiwanya membutuhkan sesuatu untuk meredam segala gejolak pikiran yang ia rasakan setelah bertemu Paris. Gejolak perasaan yang berupa ketakutan mulai menjalarinya. Dan segala pemikiran negatif sedikit demi sedikit membuatnya khawatir.
'Bagaimana jika Paris mengadu pada Axton...?'
'Apakah Axton akan membuangku jika Paris meminta diriku?' Bagaimanapun, meski hewolf menolak, tapi ia lebih berhak dari pada hewolf yang tidak memiliki ikatan dengan shewolf.
"Axton adalah pria hebat, dia tidak akan membiarkan siapapun mendapatkan ku, jika dia tidak menginginkannya. "
Saat ini Vetri harus menemui orang itu agar menenangkan ketakutannya yang muncul.
Hosh.
Hosh.
Dia terus mengayun langkahnya dalam asa untuk mendapatkan pelita di antara dinding kastil berbahan batu alam. Pelita itu adalah Axton. Vetri tau kemalangan yang terjadi jika ia tidak melakukan sesuatu. Vetri ingin Axton memberikan sumpah untuknya agar pria itu tidak membuangnya ketika hal itu terjadi.
Ruang utama sudah terlihat. Vetri tidak boleh berlari seperti tadi karena harus menjaga etika. Dia pun berusaha mati-matian menyembunyikan nafasnya yang terengah.
"Di mana Axton? " tanya Vetri pada pelayan yang mulai berlalu lalang melakukan tugasnya.
"Ketua berada di ruang kerjanya, Nona. "
"Terima kasih. "
Vetri kembali meninggalkan para pelayan itu dengan berjalan anggun. Tapi ketika merasa tidak seorang pun melihat ia berlari sambil mengangkat rok gaunnya. Dia bahkan tidak tau jika gerak geriknya dilihat oleh para hewolf yang bekerja di ruang dalam.
Kesan liar yang keluar dari pesona Vetri menarik perhatian warewolf yang kebetulan menoleh kaca jendela. Mereka hanya bisa diam mengagumi meski untuk sementara. Tidak ada yang melihat raut wajah khawatir sang gadis yang baru selesai jalan-jalan.
Brak.
"'Axton! "
Vetri membuka pintu ruang kerja Axton dengan sedikit tenaga yang berlebihan. Lalu ia menutup pintunya dan mengunci dari dalam setelah berhasil menemukan pria itu duduk di meja dengan segala tumpukan kertas penghasil koin emas. Sesuatu yang selalu mutlak ia hormati.
Hari ini, Vetri yang terbiasa menghormati Axton yang bekerja sudah menghilang. Ada alasan kuat mengapa ia yang tidak pernah mengganggu Axton bekerja kini berubah memusuhi lembaran kertas di meja. Itu semua karena Paris.
'Jika Axton tau jika aku adalah mate Paris, maka dia akan meninggalkanku.
Dia pasti akan menyerahkanku pada b******n itu.'
'Aku tidak mau berpisah dari Axton. '
'Axton juga tidak boleh melepaskanku. '
Kekhawatiran itu membuat Vetri nampak bodoh.
Axton mengeryit heran pada tingkah kekasihnya yang tidak seperti biasanya.
"Ada apa, Angel-ku? "
Vetri tidak menjawab apa pun. Dia hanya melangkah mendekati Axton dengan percaya diri dan seringai manis.
"Aku ingin bermain-main, " jawab Vetri.
Axton menangkap kilatan nakal di mata Vetri. Tidak perlu ditanya, Axton pasti dengan senang hati akan tenggelam pada permainan Vetri.
"Permainan apa, Angel? "
"Kau akan menyukainya. "
Vetri mulai menelanjangi dirinya sendiri. Satu demi satu pakaian yang ia kenakan meluncur jatuh di atas lantai. Menghadirkan tubuh Vetri yang indah, dan membuat Axton terkesima.
"Angel-ku. Kau menakjubkan. Kau tau jelas jika itu membuatku gila. " Axton jelas tidak bisa mengalihkan pandangannya. Darahnya mengalir deras dan berpusat pada satu titik di bawah sana.
"Jadi apa yang kau tunggu, Axton? "
Axton merasakan jika kekasihnya sedang menginginkan sesuatu sehingga melakukan sesuatu yang nakal. Hal yang jarang dilakukan ia selama ini. Axton berpikir akan menyelidiki apa yang Vetri lakukan seharian ini sehingga membuatnya begitu nakal dan manis. Tidak ada yang salah jika dirayu oleh malaikatnya setiap hari.
Hanya saja, Axton tidak mengetahui jika ini merupakan upaya Vetri agar Axton kecanduan tubuhnya sehingga dia tidak akan meninggalkannya. Ini juga langkah yang Vetri gunakan untuk mendapatkan janji Axton agar tidak membuangnya.
Axton yang tergila-gila dengan Vetri berlutut di depannya. Dia mulai melakukan yang ia inginkan sejak tadi.
Tap.
Anehnya, Vetri mundur satu langkah saat Axton akan memulainya. Axton pun mendongak karena bingung.
"My angel? Jangan menyiksaku, Sayang. "
Vetri hanya tersenyum nakal. "Tidak semudah itu, Axton. Aku ingin kau melakukan sesuatu untukku. "
Permainan tarik ulur yang Vetri mainkan menyadarkan Axton satu hal. Dia terhenyak saat mengetahui jika kekasihnya menggunakan daya tarik seksual untuk membuatnya menuruti keinginan Vetri. Itu terlihat licik tapi imut.
Tindakannya menimbulkan tawa renyah di bibir Axton.
"Ahahaha, malaikatku. Jika kau meminta sesuatu, aku akan menuruti mu bahkan jika kau tidak melakukan. Tapi aku menyukai gayamu. "
Vetri tetap mundur ketika tangan Axton hendak meraihnya. Dia tetap keras kepala seolah ingin menegaskan sesuatu.
"Bagaimana jika kau melanggarnya? " Vetri dengan keras kepala tidak ingin mendekat ke arah Axton yang berlutut.
"Lihat ini. "
Axton yang sudah terlena mengeluarkan kristal dari dalam bajunya. Dia bisa bersumpah dengan cara apapun agar Vetri percaya jika gadis ini lebih berharga dari pada dirinya sendiri.
"Ini adalah kristal yang berhubungan dengan jantungku. Kau bisa menghancurkannya jika aku melanggar janjiku. "
Vetri merasa puas. Dia membungkus tangan besar Axton dengan tangannya.
"Baiklah. Aku percaya. Jadi Axton, jangan pernah melepaskanku apapun yang terjadi. Itulah keinginanku. "
"Apa? " Axton tercengang dengan permintaan Vetri. Dia mengira jika Vetri akan meminta hal yang sulit. Dia tidak menyangka jika Vetri mengatakan hal semudah itu. Apakah perasaan itu belum tersampaikan pada Vetri?
"Katakan Axton!" Vetri tidak perduli dengan reaksi Axton. Dia terus mendesak pria itu untuk berjanji.
"Tentu saja. Aku berjanji. Aku tidak akan pernah melepaskanmu. "
Vetri mendesah lega. Dia merapatkan tubuhnya pada Axton yang tadinya berlutut.
"Bahkan jika kau memintaku melepaskanmu, aku tidak akan melepaskanmu, Vetri. Tidak akan pernah, " tambah Axton.
Vetri merasakan perasaan lega di hatinya. Dia memeluk Axton dengan erat.
'Kau mungkin mengatakan hal ini karena tidak tau jika mate-ku adalah adikmu, Axton. '
'Ketika kau tau yang sebenarnya antara kami, apa kau akan tetap seperti ini. '
'Jadi aku tidak ingin mengambil resiko itu.'
Keputusan teguh untuk bersama Axton tidak bisa di tawar lagi. Kenyamanannya ada pada Axton, Kasih sayang, perhatian, putra yang lucu, kehormatan, cinta--Vetri ingin mempertahankan itu semua.
Tunggu dulu cinta? Vetri tidak pernah bertanya pada hatinya apakah dia jatuh cinta pada Axton. Ia merasa gadis sepertinya tidak pantas mendapatkan cinta. Tapi seiring waktu keyakinannya goyah. Hatinya mulai serakah akan keinginan-keinginan yang timbul. Dia ingin Axton memberikan hatinya. Dia ingin Axton menjadi miliknya seutuhnya.
Berbekal sebuah keserakan akan cinta, Vetri mulai merencanakan sesuatu. Dia ingin hamil bayi Axton sehingga dia tidak mengusirnya. Mungkin saja Paris juga tidak lagi menginginkannya.
Krauk.
"Akh! Kenapa menggigitku? " tanya Vetri terkejut.
"Karena pikiranmu tidak bersama denganku, " jawab Axton cemberut
"Aku memikirkanmu. Aku saat ini ketakutan... Aku takut kau melepaskanku~"
"Sudah kubilang jika aku tidak akan melakukannya. " Axton kembali menatap Vetri. Hatinya mulai bertanya-tanya mengapa Vetri begitu takut jika ia meninggalkannya.
Disa menatap langit dalam keheningan malam. Gedung mewah yang menjadi bagian dari kastil utama Silverwolf menjadi tempat ia menggunakan kekuatannya untuk meramal putrinya. Disa menghabiskan hari-hari melamun dan meramal hanya untuk Vetri.
"Kau terlihat gelisah. "
Patrik datang dari dalam menuju ke taman dimana Disa biasanya mendapatkan penglihatan.
"Vetri, aku merasakan percintaannya lebih kacau dari sebelumnya. Dia... Kembali bertemu dengan Paris. "
"Apa, dia bertemu b******n itu!? " Patrik sangat kesal mendengar putrinya bertemu b******n itu lagi.
"Yah, Vetri sudah membalaskan sakit hatinya pada Paris. Sayangnya itu juga menjadi pintu masuk masalah percintaan yang rumit."
Patrik menjadi muram. "Aku sungguh tidak rela jika Paris kembali pada Vetri kita. "
''Aku juga tidak suka. Itulah sebabnya kita bergabung dengan pack Silverwolf. "
"Ya, sejak kepergian Vetri, hidup kita seolah tidak ada artinya. Aku tidak bisa memaafkan Don Mathius dan Paris sedikit pun. Aku akan berusaha agar Silverwolf tetap menguasai area ini sehingga Paris tetap menderita. "
"Sudahlah. Kita lihat saja perkembangan yang terjadi. Apalagi kau melihat akan ada perang besar nantinya. "
"Yah. Hari mulai dingin. Ayo kita masuk. "
Mereka pun masuk ke tempat tinggal yang kondisinya berkali-kali lebih baik dari dahulu. Alasan mereka bekerja pada Sha memang karena sakit hati.
Peter tidak sengaja lewat, menemukan Paris dalam kondisi pingsan. Dia kemudian mengambil Alpha nya itu dan menaruh di bawah pohon Marple. Tangannya menepuk-nepuk pipi Paris agar sadar.
"Paris. "
Siapa yang memanggilku.
"Paris! "
Tolong biarkan aku sendiri. Aku tidak ingin bangun.
"Paris! ""
Hah!
Paris pun terbangun saat teriakan Peter mengganggu telinga. Dan ketika ingatan itu hadir, nafasnya mulai memburu. Paris yang terbangung justru tidak dalam kondisi baik.
"Agghhh! "
Dia meninju tanah berkali-kali. Yang menyedihkan, air mata juga turut mengalir di ujung dagunya, menetes membasahi tanah.
"Huks mengapa aku sebrengsek itu! Mengapa!? "
Duagh.
Duagh.
"Paris... Hentikan! " Peter mencoba menghalangi Paris yang sepertinya terpukul. Kondisinya bahkan seperti orang tidak waras.
"Mengapa aku begitu bodoh. Aku bahkan tidak bisa memaafkan kesalahan ini!"
"Jika demikian maka perbaiki Paris! Perbaiki apa yang kau perbuat! "
Paris pun akhirnya terdiam. Dia mencerna ucapan Peter.
"Sebelum itu, kita obati tanganmu Paris. Kemudian pikirkan cara agar kau bisa memperbaiki perasaan bersalah yang menyiksamu tadi. "
Paris tidak melawan. Dia menuruti Peter yang memapahnya pulang.
Tbc.