“Siapa namamu? Tadi ada beberapa nama yang sudah dipanggil tapi anaknya gak ada,” bisik gadis di sebelah Vena.
“Mentari Indah Lovena, apa sudah dipanggil?” Tanya Vena memastikan.
“Belum. Kenalkan, Aku Tiara Indrawan, kamu bisa memanggilku Ara,” bisik gadis itu mengulurkan tangan pada Vena.
“Salam kenal, Ara. Kamu bisa memanggilku Vena,” balas Vena dengan senyum manis di bibirnya.
“Aldi Alfian?” teriak anggota osis yang mengabsen.
“Hadir.”
“Davina Bianca Lesmana.”
“Hadir.”
“Narendra Atmaja.”
“Hadir.”
Oh, namanya Narendra Atmaja. Kira–kira panggilannya siapa ya? Naren atau Rendra? Atau Atma? Ah, pasti nanti juga tahu , guman Vena tersenyum sendiri.
“Vena, namamu dipanggil tuh,” bisik Ara mengalihkan lamunan Vena.
“Eh-hadir,” jawab Vena terkejut.
“Kamu! Baru pertama kali masuk sudah berani tidak mendengarkan?” gertak anak osis yang mengabsen kelas Vena.
“Maaf, Kak,” cicit Vena. Anak osis itu memelototkan matanya menakut-nakuti Vena dan siswa lainnya lalu berbalik dan kembali berjalan ke depan. Bersiap menjadi pemimpin sementara di kelas Vena.
Terdengar suara tertawa tertahan di belakang Vena. Ia mencoba menolehkan sedikit pandangannya ke belakang dan melihat siapa yang menertawakannya. Seorang gadis dengan rambut tergerai sebahu terang–terangan menertawakannya.
“Kamu menertawakanku?” bisik Vena.
“Iya. Kamu lucu. Gitu aja udah takut, hehe,” balas gadis itu.
“Aku tidak takut. Karena aku salah makanya aku minta maaf. Kenalkan aku Vena,” bisik Vena.
“Aku Asti Radikavia. Panggil saja Asti.”
“Oke, Asti.”
Upacara pembukaan PLS (Pengenalan Lingkungan Sekolah) dimulai dengan tertib. Semua siswa baru yang menjadi peserta upacara mengikuti dengan tertib. Mereka mendengarkan sambutan dari kepala sekolah dan waka kesiswaan yang menerangkan beberapa peraturan di sekolah.
Selesai upacara pembukaan para siswa baru diarahkan menuju kelas masing-masing. Dengan ditemani oleh anggota osis yang mengabsen tadi pagi, anak kelas X-IPA 3 memasuki kelas mereka yang ada di lantai dua.
Vena, Asti, dan Ara berjalan beriringan bersama yang lainnya menuju ke kelas. Mereka sudah mulai akrab satu sama lain karena pembawaan Vena dan Asti yang ceria.
“Vena, kamu dari SMP mana?” tanya Asti pada Vena yang berjalan di sampingnya.
“Aku dari SMP Harapan.” Vena memfokuskan pandangannya pada Asti yang bertanya padanya.
“Kalau kamu, Ra?” Kini Asti mengalihkan perhatiannya pada Ara yang berada di samping Vena.
“Aku dari SMPN 1 Blitar.”
“Kamu sendiri dari SMP mana?” Vena ganti melontarkan pertanyaan untuk Asti.
“Aku dari SMPN 2 Malang.”
“Hm, hanya aku ya yang dari SMP swasta,” guman Vena yang masih terdengar di telinga kedua temannya.
“Gak papa dong, negeri atau swasta yang penting sama–sama sekolah kan?” timpal Ara menyemangati.
“Lah, kamu gimana sih, Ven? Sekarang kita juga masuk SMA swasta.” Asti memutar bola matanya ketika mendengar gumanan Vena.
“Eh, iya juga ya. Hehehe.” Vena tertawa sumbang menertawakan dirinya.
“Kita duduk sebelahan semua yuk,” ajak Asti.
Vena dan Ara menyetujui usulan Asti. Mereka bertiga memilih deretan bangku tengah yang kebetulan belum terisi.
“Cocok nih tempatnya. Kita bisa duduk berjajar gak perlu ada teman sebangku,” kata Asti saat melihat deretan bangku single yang tergabung dengan mejanya.
Satu persatu para penghuni kelas X–IPA 3 memasuki kelas. Hingga semua bangku telah terisi oleh tas para murid. Kini suasana kelas begitu gaduh karena para siswa laki–laki yang berisik saling berebut berkenalan dengan siswi yang menurut mereka cantik dan menarik. Vena dan Asti termasuk dalam kategori itu. Banyak siswa laki–laki yang mengajak mereka berkenalan. Ara yang duduk di samping Vena beberapa kali harus mengelus d**a karena beberapa teman laki–lakinya menyuruhnya pindah tempat duduk.
Di saat kebisingan kelas masih berlangsung, dua orang siswa mengenakan jas almamater sekolah memasuki kelas. Seketika kelas yang semula seperti pasar pindah kini diam tanpa suara.
“Siang semuanya,” sapa kakak kelas perempuan dengan ramah.
“Siang, Kak,” jawab siswa X–IPA 3 serempak.
“Oke, teman–teman. Selama kegiatan PLS berlangsung kita berdua yang akan mendampingi kelas kalian. Jadi mohon kerjasamanya untuk tertib dan mematuhi semua aturan yang akan kita buat.”
“Oke, sebelum kita lanjutkan, saya akan memperkenalkan diri terlebih dahulu. Nama saya Mita Maharani, kalian bisa memanggil saya Mita. Saya kelas XI–IPA 2 dan dalam anggota osis menjabat sebagai sekretaris osis.”
“Nomor telepon, Kak,” celetuk salah satu siswa laki–laki yang duduk di bangku belakang.
“Udah punya pacar belum, Kak Mita?” sahut yang lain dan mendapat sorakan dari semua siswa yang ada di dalam kelas.
“Tenang! Harap tenang semuanya!” ucap kakak kelas laki–laki yang sedari tadi diam saja.
“Wah gak seru nih, Kak,” celatuk siswa laki–laki yang lain.
“Bisa dilanjutkan?” Kini suara kakak kelas itu terdengar tegas. Membuat siswa yang tadi bergurau seketika diam.
“Oke, terimakasih. Sebelumnya perkenalkan nama saya Agam Ethan Rahardika. Kalian bisa memanggilku Ethan, saya dari kelas XI–IPS 1.”
“Oke, kita santai aja ya, biar kalian gak merasa kalau ada senioritas di sekolah ini. Tapi, kalau kalian berlaku tidak sopan, kami akan menindak tegas bagi yang melanggar. Paham?” ucap Mita.
“Paham, Kak,” koar semua siswa.
“Saya akan memanggil kalian satu persatu untuk memperkenalkan diri, dimulai dari absen pertama, Amelia Permata, silahkan maju ke depan.”
Gadis yang dipanggil namanya berdiri dan berjalan menuju depan kelas. Ia memperkenalkan dirinya. Setelah selesai ia kembali ke tempat duduknya dan dilanjutkan absen berikutnya.
“Aldi Alfian, silahkan maju.”
Laki–laki yang bernama Aldi Alfian maju dan memperkenalkan dirinya.
“Nama saya Aldi Alfian. Biasa dipanggil Al. Asal sekolah dari SMPN 1 Ketawang. Tempat tinggal di perum indah Ketawang.” Al kembali ke tempatnya setelah memperkenalkan dirinya.
“Asti Radikavia silahkan maju.”
Dengan senyum yang tak pudar di bibirnya Asti maju ke depan kelas dan memperkenalkan dirinya dengan percaya diri.
Kini giliran nama Vena yang dipanggil. Ia segera maju dan memperkenalkan dirinya.
“Perkenalkan, nama saya Mentari Indah Lovena, kalian bisa memanggil saya Vena. Saya berasal dari SMP Harapan. Rumah saya di perumahan One south regency Bululawang. Sekian.” Vena segera duduk kembali di tempatnya.
“Selanjutnya… Narendra Atmaja.”
Tanpa bersuara, laki–laki yang dipanggil namanya itu maju dan memperkenalkan dirinya.
“Saya Narendra Atmaja, biasa di panggil Naren.” Ia segera kembali ke tempat duduknya.
“Gitu aja?” Tanya Mita sedikit tak percaya.
“Ya ampun, aku kok gak tahu sih kalau ada cowok ganteng banget di kelas kita. Sepertinya aku jatuh cinta pada pandangan pertama sama dia,” desis Asti pada Vena dan Ara.
“Lebay deh,” ejek Vena.
“Oke selanjutnya Putra Darmawan, silahkan maju.” Interupsi Mita kembali terdengar. Laki–laki yang duduk di samping Aldi Alfian berdiri dan memperkenalkan dirinya.
“Perkenalkan, namaku Putra Darmawan. Panggil saja Putra. Asal sekolah sama kayak Aldi. Alamat rumah, tetanggaan sama Aldi juga. Nama pacar masih belum ada.” Sontak para siswa menyoraki Putra yang sedang berdiri di depan.
“Oke, sudah, Putra?” Tanya Mita.
“Udah, Kak. Kalau kelamaan nanti Kak Mita jadi suka sama aku, kan repot,” jawabnya melantur kembali membuat seisi kelas menyorakinya.
“Harap tenang semuanya. Tinggal satu siswa lagi. Silahkan, Tiara Indrawan. Namanya mirip nih sama Putra Darmawan,” kata Mita dan membuat seisi kelas bersorak gaduh.
Ara maju dan memperkenalkan dirinya.
“Nama saya, Tiara Indrawan, biasa dipanggil Ara. Asal sekolah dari SMPN 19 Malang. Alamat rumah di Jalan Semeru kota Malang.”
Bersambung….
--------