Hembusan angin di musim gugur mulai merasa dingin karena beberapa hari lagi akan mulai turun salju untuk menyambut malam Natal. Bintang terlihat bersinar dengan cukup terang malam ini.
Aurora mengeratkan mantel yang ia kenakan ketika berjalan menyusuri taman rumah sakit. Tangan kanannya membawa bungkusan coklat panas sementara tangan kirinya menggenggam ponsel yang berusaha menyambungkan panggilan pada Victor.
Menjalin hubungan asmara memang tidak semudah yang Aurora bayangkan. Baru dua bulan mereka bersama, tapi sudah banyak masalah yang terjadi. Salah satunya adalah kesibukan mereka berdua yang semakin padat sehingga tidak memiliki waktu untuk saling mengirim kabar. Victor sering kali sulit untuk dihubungi karena dua minggu ini pemuda tersebut tengah mengembangkan bisnis makanannya dengan membuka counter makanan di taman kota. Aurora merasa senang dengan keberhasilan Victor, tapi kadang dia juga merindukan pria sibuk itu.
Lagi-lagi panggilannya terputus.
Aurora tersenyum samar sambil menghembuskan napas. Kakinya berhenti melangkah begitu menemukan tempat duduk kosong di bawah pohon yang diterangi oleh cahaya lampu jalan. Aurora duduk sambil kembali mencoba menyambungkan panggilannya.
“Aurora? Ada apa? Aku sedang sangat sibuk saat ini”
Begitu sambungan telepon terhubung, suara sibuk Victor langsung terdengar sehingga membuat Aurora semakin ragu untuk menceritakan apa yang dia alami seharian ini.
“Aurora? Tolong jangan main-main, ada banyak pesanan yang harus aku buat. Apakah tidak masalah jika aku menghubungimu kembali beberapa jam lagi?”
“Mommy—maksudku.. ibuku. Dia kecelakaan hari ini” Aurora berbicara dengan suara pelan.
Terdengar suara keributan di seberang telepon. Aurora tidak begitu mengerti apa yang dilakukan oleh Victor, tapi beberapa saat kemudian suasana di sekitar Victor mulai hening. Aurora baru sadar jika Victor sedang berusaha untuk mencari lokasi yang kondusif untuk menjawab panggilannya.
“Kau ada di mana?” Tanya Victor dengan suara lembut.
“Di rumah sakit yang ada di depan tempat kerja Dalton” Jawab Aurora.
“Tunggulah di sana, Aurora. Aku akan segera datang..”
“Tidak. Jangan datang ke sini.. Kau sedang sibuk, bukan?”
Aurora menarik napasnya dengan pelan. Sekalipun benar-benar mengharapkan kehadiran Victor, Aurora tetap berusaha untuk tidak egois. Pemuda itu sedang sibuk untuk menjual makanan di taman kota. Aurora tidak bisa memberikan bantuan, tapi setidaknya dia juga tidak ingin mengganggu pekerjaan Victor.
“Maafkan aku, Aurora. Aku tidak tahu jika kau sedang mengalami hal buruk. Aku akan ke sana, jangan khawatir..”
“Aku baik-baik saja. Aku menghubungimu karena merasa jika.. jika kau perlu tahu apa yang terjadi padaku. Terima kasih karena sudah peduli padaku, Victor”
“Jangan membuatku semakin terlihat buruk. Aku sangat khawatir kepadamu, Aurora. Tunggulah aku di sana, aku akan berusaha untuk datang dengan cepat”
Aurora menganggukkan kepalanya. Mendengar kekhawatiran di suara Victor menjelaskan jika pemuda itu tidak akan tenang sebelum dia melihat sendiri bagaimana keadaan Aurora.
“Kemungkinan besar aku tidak akan berangkat ke Manhattan” Kata Aurora.
“Apa? Aku tidak mendengar suaramu” Victor berbicara dengan suara yang lebih keras. “aku sedang berada di dalam bus. Bisakah kau ulangi lagi apa yang kau katakan?” Tanya Victor.
“Sepertinya aku tidak akan berangkat ke Manhattan..”
***
Kedatangan Victor menjadi suatu penenang tersendiri untuk Aurora. Sejak sore dia terus gelisah karena melihat keadaan ibunya. Tapi begitu Victor datang, Aurora merasa jauh lebih tenang.
Malam ini Aurora tidur sendirian di rumahnya karena Dalton jelas lebih memilih untuk menemani Abigail yang sedang berada di rumah sakit.
Aurora tidak keberatan kalaupun dia harus tinggal di rumah sendirian selama beberapa hari ke depan, dia mengerti jika saat ini Dalton tengah berada di posisi yang sulit. Proyek peresmian perusahaan baru di LA terancam batal karena Dalton sama sekali tidak mau meninggalkan Abigail untuk mengurus pembukaan cabang perusahaannya.
Jauh di dalam hatinya, Aurora sering merasa bersyukur karena ibunya menemukan seorang pria yang sangat perhatian dan juga sangat mencintainya.
Setiap pagi Dalton akan pulang untuk membawakan sarapan bagi Aurora. Pria itu juga tidak pernah terlambat untuk mengantarkan Aurora ke sekolah padahal Aurora sering mengatakan jika dia bisa berangkat menggunakan taksi.
“Tiga hari lagi aku akan berangkat ke Manhattan tapi Mommy masih belum memberikan izin untukku..” Aurora berbicara dengan pelan ketika dia tengah berada di dalam mobil bersama dengan Dalton.
“Daddy akan mencoba untuk membujuknya lagi. Dia tidak akan membiarkan kamu melewatkan perlombaan ini, jangan khawatir..”
Pagi ini Colombus mulai terasa dingin. Mungkin salju akan segera turun beberapa minggu ke depan. Aurora mengeratkan mantel hangatnya saat akan turun dari mobil.
Suasana sekolah masih sangat sepi karena Aurora terbiasa berangkat satu jam sebelum kelas di mulai. Sesuai dengan permintaan Mrs Reyna, Aurora selalu datang lebih pagi untuk mengikuti bimbingan.
“Bagaimana perasaanmu, Aurora? Apakah kau masih merasa gugup meskipun sering mengikuti perlombaan ke luar kota?” Tanya Mrs Reyna.
Sebelum bimbingan, Mrs Reyna suka mengajukan pertanyaan untuk mengevaluasi kesiapan Aurora dalam menghadapi perlombaan.
“Aku merasa sedikit gugup belakangan ini” Jawab Aurora dengan jujur.
Beberapa buku catatan dan buku materi yang direkomendasikan oleh Mrs Reyna sudah Aurora siapkan di atas meja, tapi tampaknya Mrs Reyna tidak ingin langsung mengajar pagi ini.
“Apakah ada kendala yang kamu hadapi?” Mrs Reyna kembali mengajukan pertanyaan. “Bukan hanya tentang materi, tapi juga tentang segala hal yang mungkin saja kamu hadapi dalam mempersiapkan perlombaan ini”
“Ibuku kecelakaan dua hari lalu. Dia sedang dirawat di rumah sakit karena pergelangan kaki kirinya patah..” Aurora menundukkan kepalanya dengan pelan.
“oh dear, maafkan aku..” Mrs Reyna langsung mendekati Aurora dan memeluknya sekilas.
“Apakah dia baik-baik saja sekarang?” Tanya Mrs Reyna dengan suara tulus.
“Ya, dia sudah baik-baik saja. Kuharap dia akan segera sembuh.. Terima kasih atas perhatianmu, Mrs Reyna” Jawan Aurora.
“Dimana dia dirawat? Aku ingin datang berkunjung untuk melihat keadaannya..”
“Di rumah sakit tempat dia dirawat? Aku ingin datang berkunjung untuk melihat keadaannya..”
“Di rumah sakit yang ada di pusat kota..”
“Baiklah, aku akan datang berkunjung sore ini..”
***
Aurora mengira jika orang yang mengetuk pintu ruangan tempat ibunya dirawat adalah Mrs Reyna karena wanita itu berjanji akan datang berkunjung sore ini.
Sejak pulang dari sekolah, Aurora telah menceritakan jika Mrs Reyna akan datang, tapi begitu pintu ruangan terbuka, Aurora justru menemukan Victor berdiri dengan pakaian rapi dan buket bunga serta keranjang buah yang memenuhi kedua tangannya.
Tidak ada satupun kata yang keluar dari bibir Aurora, dia terlalu terkejut dengan kedatangan Victor.
Kegugupan Aurora tampaknya berpengaruh pada Victor yang mulai tampak sedikit bingung.
“Apakah itu gurumu, Aurora?” Terdengar suara Dalton yang berjalan mendekati pintu.
“Itu—”
“Ah, Victor?” Dalton justru lebih dulu menyapa Victor begitu pria itu melihat ke arah pintu.
“Selamat sore, Sir.” Victor kembali membalas sapaan Dalton dengan sopan.
“Selamat sore, mari masuk..” Dalton mempersilahkan Victor untuk masuk ke dalam ruangan.
Aurora berdiri dengan kaku, dia merasa sangat gugup. Kedatangan Victor yang tiba-tiba membuat Aurora benar-benar terkejut.
“Abigail, lihatlah siapa yang datang mengunjungimu..”
Begitu mendengar suara Dalton yang memperkenalkan Victor kepada Abigail, Aurora langsung berlari untuk mendekati ranjang ibunya yang ada di ruangan sebelah.
“Selamat Sore, Mrs Abigail..”
“Dia adalah Victor, kekasihnya Aurora..”
Oh tidak, ini akan menjadi sebuah masalah.
“Victor? Dia—”
Kalimat ibunya terpotong ketika suara ketukan pintu kembali terdengar.
Aurora menatap Dalton dengan dengan cemas, pria itu tersenyum lalu menganggukkan kepalanya seakan menyetujui niat Aurora untuk membuka pintu yang ada di ruangan samping.
“Mrs Reyna?” Ada rasa lega ketika Aurora mendapati Mrs Reyna berdiri di depan pintu. Kedatangan wanita itu akan menunda amarah ibunya yang pasti sudah berada di puncak kepala ketika melihat kedatangan Victor.
“Selamat sore, Aurora. Apakah aku boleh masuk?” Tanya Mrs Reyna sambil melepaskan mantel dan meletakkannya di gantungan yang ada di belakang pintu.
“Tentu saja, Mrs Reyna. Ibuku ada di ruangan sebelah, silahkan masuk..” Aurora mempersilahkan Mrs Reyna untuk berjalan di depannya.
“Ini bunga dan buah untuk Anda, Mrs Abigail. Semoga Anda segera sembuh.”
Victor tampak meletakkan bunga dan keranjang buah yang ia bawa ke atas nakas.
“Terima kasih..” Ibunya menjawab dengan pelan.
Aurora merasa sangat senang, setidaknya Victor tidak diabaikan oleh ibunya.
“Mommy, ini adalah Mrs Reyna. Dia pembimbingku di sekolah..” Aurora mendekati Victor sambil memperkenalkan Mrs Reyna yang baru saja datang.
“Oh, terima kasih karena sudah datang ke sini..” Ibunya langsung menyambut Mrs Reyna dengan ramah.
Diam-diam Aurora menggerakkan tangannya untuk menggenggam tangan kiri Victor. Aurora menghembuskan napas dengan lega ketika berhasil menemukan telapak tangan Victor yang dingin karena pemuda itu sedang gugup.
“Kau sangat mengagumkan..” Bisik Aurora dengan pelan. Dia tersenyum sambil menatap ke arah Victor yang juga tampak sedang menahan senyuman.