Bab 34

2126 Kata
Manhattan, New York (US) Keadaan semakin buruk. Hembusan angin terdengar hingga ke dalam ruangan hotel hingga membuat semua orang berjalan menjauhi pintu. Aurora sendiri masih sangat terkejut ketika dia melihat darah di luar pintu kaca hotel. Tidak ada satupun orang yang berusaha membantu wanita itu. “Tenanglah, jangan melihat mereka..” Kata Victor sambil tetap memeluk Aurora dengan erat. Aurora tidak bisa menghentikan tangisannya. Rasanya sangat mengejutkan ketika melihat seseorang meninggal tepat di depannya. “Kurasa kita harus menjauh dari pintu ini..” Osvaldo berbicara dengan raut terkejut juga. Tidak ada yang mengira jika mereka akan melihat seseorang meninggal dengan cara yang begitu tragis. “Aurora, tenanglah. Kita harus naik ke lantai atas, kurasa badai itu akan segera datang..” Aurora menggelengkan kepalanya. Dia masih tidak mengerti mengenai apa yang sedang terjadi. “Kita harus naik ke lantai atas dan membuat satu ruangan yang hangat. Sepertinya badai akan segera datang!” Osvaldo kembali bicara, tapi kini dia berbicara dengan suara keras hingga lima orang lainnya yang sedang berdiri di ujung ruangan bisa mendengar suaranya. Oh Tuhan, apa yang terjadi pada evakuasi warga? Jika badai datang sekarang, maka bisa dipastikan jika mereka tidak berhasil sampai di perbatasan. “Kami membuat perapian di kamar hotel. Sepertinya kita harus berkumpul di sana..” Kata Victor. “Perapian? Apakah kalian membakar perabotan hotel?” Seorang pria yang Aurora ketahui sebagai kepala pelayan hotel langsung meninggikan suaranya begitu dia mendengar penuturan Victor. “Kita harus membuat perapian karena udara dingin ini bisa saja membekukan dinding hotel.” Kata Victor dengan tenang. “Hotel ini milik ayahmu sehingga kau bisa membakar perabotan sesuka hatimu?!” Pria itu berjalan mendekati Victor dengan raut marah yang begitu kentara. Aurora merasa semakin ketakutan. Dia tidak menyangka jika keadaannya akan jadi semakin kacau seperti ini. “Kita tidak bisa mati membeku di sini, bukan? Tolong jangan mempermasalahkan hal yang tidak penting, kita harus membuat suhu tubuh kita tetap normal. Satu-satunya cara yang bisa kita lakukan adalah membuat perapian!” Kata Osvaldo sambil menahan bahu pria itu dengan keras. Aurora menarik Victor menjauh karena dia takut pria tersebut akan diserang oleh kepala pelayan hotel. Aurora menyadari jika apa yang ia lakukan adalah suatu tindakan pelanggaran. Membakar perabotan hotel adalah hal yang salah. Tapi apa yang bisa mereka lakukan di tengah badai dingin yang beberapa menit lagi akan segera terjadi? “Kau pikir membakar perabotan hotel adalah perbuatan kecil yang tidak penting? Apakah kalian sudah gila? Manager hotel akan membunuhku setelah badai ini berakhir! Kalian anak muda yang gila!” *** Kamar yang biasanya hanya ditinggali oleh Aurora dan Victor kini penuh karena ada 6 orang lainnya, termasuk Osvaldo yang duduk mengelilingi perapian yang Victor nyalakan. Udara semakin dingin sehingga membuat mereka menggigil sekalipun sudah sangat dekat dengan api. Beberapa kali Aurora mengusap kedua telapak tangannya dengan harapan dia dapat menaikkan suhu tubuhnya. Victor kembali mengeluarkan selimut tambahan untuk menutupi tubuh Aurora. Pria itu lalu duduk di sampingnya dan memeluknya dengan erat. “Sepertinya kita membutuhkan lebih banyak kayu dan kain. Apakah ada sesuatu yang dapat kita bakar?” Tanya Osvaldo. “Apa kalian sudah gila? Semua ini sudah lebih dari cukup! Kalian tidak bisa membakar lebih banyak perabotan!” Sir Andres, seorang kepala pelayan rumah sakit yang beberapa menit lalu memutuskan untuk bergabung untuk menghangatkan diri di dekat perapian kini mulai menunjukkan kemarahannya. “Tubuh Anda bergetar, Sir. Kurasa api ini tidak cukup menghangatkan tubuh Anda..” Kata Osvaldo dengan santai. Aurora bertanya-tanya kenapa sejak tadi Osvaldo terkesan sangat santai ketika menghadapi kemarahan Sir Andres. Pria paruh baya tersebut selalu saja mengomel mengenai berapa banyak kerugian yang akan ditanggung oleh manager hotel jika mereka terus merusak perabotan dan fasilitas hotel ini, dan hanya Osvaldo saja yang berani membalas setiap omelan Sir Andres. “Jangan berani merusak perabotan lainnya. Kalian masih memiliki banyak kayu!” Sir Andres menunjuk pada tumpukan kayu yang berada di sudut ruangan kamar mandi. Untung saja hotel ini memiliki kamar mandi yang luas sehingga delapan orang dewasa dapat duduk bersama untuk menikmati perapian yang dinyalakan di dalam bak mandi. “Dari mana kalian mendapatkan kayu ini?” Seorang perempuan muda yang ikut duduk di sekitar perapian bertanya kepada Aurora dan Victor. Perempuan itu bernama Amanda, dia seorang wanita Asia yang sedang melakukan perjalanan bisnis di New York. Sayang sekali perjalanan bisnisnya harus berakhir dengan cara yang cukup mengerikan. “Aku juga bertanya-tanya tentang hal yang sama. Dari mana kalian tahu jika kita harus membuat perapian?” Tanya seorang pria tua yang duduk di sudut kamar mandi. Semua orang yang berkumpul di sini masih belum saling mengenal. Hanya beberapa orang yang secara suka rela menyebutkan nama mereka, tapi sebagian lainnya memilih untuk bergabung tanpa mengatakan apapun. “Kami menemukan lemari bekas di gudang atas. Ini adalah kayu dari lemari tersebut.. Ayahnya Aurora yang meminta kami untuk membuat sebuah perapian.” Jawab Victor.   “Jadi kalian menghancurkan sebuah lemari mahal untuk dijadikan perapian?” Sir Andres kembali berbicara. “Anda kedinginan, Sir. Perapian ini untuk menjaga agar Anda tidak mengalami hipotermia” Jawab Osvaldo sambil berjalan mendekati perapian. “Di gudang atas? Apakah sebaiknya kita segera mengambil persediaan kayu lainnya? Kita akan mati membeku jika api ini sampai padam..” kata Amanda. Aurora setuju pada usulan Amanda. Dia mengingat dengan jelas jika ayahnya mengatakan badai udara dingin akan terjadi selama beberapa jam hingga seluruh wilayah benar-benar tertutup dengan kebekuan. Mereka tidak tahu kapan badai itu akan datang, tapi jika dilihat dari penurunan suhu yang begitu drastis selama beberapa menit lalu, sepertinya sekarang mereka sedang berada di awal terjadinya badai. “Jika Sir Andres memberikan izin, kita mungkin bisa mengambil sebuah meja dan lemari lainnya. Aku melihat banyak perabotan tidak terpakai di gudang itu..” Kata Victor. “Apa kau sudah gila? Kau pikir aku akan memberimu izin untuk merusak perabotan hotel?” Sir Andres terlihat marah. Aurora semakin mendekatkan tubuhnya ke arah Victor. Dia takut akan terjadi keributan lagi di antara Victor dan Sir Andres. “Jika kau tidak mengizinkan kami mengambil perabotan rusak itu, maka sebaiknya kau keluar dari ruangan ini, pria bodoh!” Seorang pria tua yang duduk di sudut ruangan tampak berdiri sambil berjalan mendekati Sir Andres. “Itu hanya perabotan rusak, bukan? Kurasa perabotan itu tidak lebih berharga dari nyawa kita..” Seorang wanita paruh baya yang duduk di samping Osvaldo berbicara dengan tegas. “Bagaimana jika kita naik ke atas bersama-sama? Kita bisa mengambil lebih banyak barang untuk dijadikan persediaan..” Amanda berbicara menggunakan bahasa Inggris dengan aksen Asia yang begitu kental. “Itu ide yang bagus!” Kata Osvaldo sambil ikut bangkit berdiri. Aurora menatap Victor yang masih diam sambil memeluknya. “Kalian tidak bisa mengambil barang itu secara sembarangan, ini bukan hotel milik kalian!” Sir Andres ikut bangkit berdiri. “Sama seperti kami, ini juga bukan hotel milik Anda!” Kata Osvaldo. Sir Andres terdiam lalu memilih untuk kembali duduk di depan perapian. Aurora tersenyum lega. Setidaknya pria itu tidak lagi menghalangi apa yang akan mereka lakukan. “Aku harus menghubungi ayahku untuk menanyakan apa yang terjadi saat ini. Kita perlu tahu kapan puncak badai ini berlangsung..” Kata Aurora sambil menatap Victor. Untuk sesaat Victor tampak ragu, tapi akhirnya pria itu menganggukkan kepalanya. “Pakai selimutmu, di sana sangat dingin..” Kata Victor sambil menggenggam tangan Aurora. *** Victor dan Osvaldo sibuk memecahkan kaca sebuah meja rias berukuran besar. Mereka juga memotong kayu-kayu menjadi potongan kecil agar lebih mudah untuk dibawa. Amanda mengumpulkan kain dan juga benda-benda lainnya yang bisa dibakar untuk menjaga nyala api. Sementara itu Aurora sibuk untuk menghubungi ayahnya melalui nomor telepon rumah sakit yang sebelumnya sudah Aurora catat di sebuah kertas kecil. Ponselnya ayahnya tidak berfungsi karena pria itu sudah mulai memasuki kawasan New York. Aurora tidak akan bisa menghubungi nomor ponsel ayahnya. “Apakah telepon itu berfungsi?” Amanda yang sejak tadi mengamati dalam diam, kini mengajukan pertanyaan kepada Aurora. “Beberapa jam lalu aku menghubungi ayahku menggunakan telepon ini, tapi sekarang tampaknya tidak ada jaringan telepon karena badai mulai mendekat ke kawasan kita..” Aurora menjawab dengan wajah khawatir “Ayahmu sudah tahu jika kau masih hidup karena kau baru saja meneleponnya, jangan khawatir. Hubungi dia ketika badai ini usai..” Kata Amanda. “Ayahku seorang ahli meteorologi yang mengumumkan terjadinya badai udara dingin di New York dan California. Dia orang yang menyuruhku membuat perapian untuk menghangatkan tubuh ketika badai itu mulai membekukan Manhattan. Sekarang aku harus menghubunginya untuk menanyakan kapan kita akan mengalami puncak badai udara dingin ini..” Aurora menjawab dengan wajah serius. Berulang kali dia mencoba menghubungi ayahnya, tapi sama sekali tidak ada jawaban. “Puncak badai? Kita sudah kedinginan hingga hampir membeku sejak satu jam lalu. Inilah puncak badai gelombang dingin, Aurora..” Kata Amanda. Aurora menggelengkan kepalanya dengan pelan. Alfred mengatakan jika badai ini akan membekukan daratan dan lautan sekitar Manhattan. Mereka memang mulai kedinginan, tapi Aurora merasa jika setelah ini mereka akan mengalami sesuatu yang lebih buruk lagi. “Tidak, ini baru awal dari badai tersebut. Ayahku sudah menjelaskan bagaimana dampak dari badai tersebut.. dan jika kulihat, di luar sana masih belum sepenuhnya membeku..” “Kau berharap daratan Manhattan akan membeku seperti kejadian yang ada di film bencana alam? Kau sungguh menginginkannya?” Tanya Amanda. “Tidak! Tentu saja tidak! Siapa yang ingin terjebak di hotel ini di tengah kebekuan? Aku tentu tidak menginginkannya. Tapi itulah yang dikatakan oleh ayahku..” Kata Aurora dengan cepat. “Keadaan kita sudah sangat buruk, Aurora. Jangan memperburuk keadaan dengan memberikan tebakan palsu ayahmu..” Kata Amanda sambil berjalan untuk kembali membantu Victor dan Osvaldo. “Itu bukan tebakan! Ayahku adalah Alfred Bernadius, dia yang mempelajari tentang dampak apa yang akan terjadi setelah meledaknya sebuah nuklir. Bahkan hasil rapat ayahku disiarkan pemerintah sebagai pengumuman resmi terkait badai yang akan terjadi di New York dan California!” Aurora berjalan mendekati Amanda yang tampak tidak peduli pada kalimatnya. Victor dan Osvaldo menghentikan pekerjaan mereka dan menatap Aurora dengan kebingungan. “Apa kau melihat siaran itu? Di sini tidak ada jaringan televisi, Aurora..” Amanda tersenyum dan tampak mengejek Aurora. “Kau akan tahu siapa ayahku begitu dia datang ke sini untuk menjemputku!” Kata Aurora dengan kesal. Dia berbalik dan kembali berusaha untuk menghubungi ayahnya. “Apakah kau sudah gila? Tidak ada orang yang mau datang ke Manhattan saat ini!” Aurora menatap Amanda dengan kesal. Kenapa perempuan itu sangat menyebalkan? “Ayahku akan ke sini. Dia akan datang dan menjemputku!” Aurora kembali berteriak. “Kau seorang pendongeng handal!” “Apakah—” “Aurora.. hentikan semua ini. Segeralah hubungi ayahmu dan kita harus kembali ke ruangan kamar kita. Di sini sangat dingin, kau pasti kedinginan..” Victor memotong kalimat Aurora dengan pelan. Pria itu tampak tersenyum lalu menganggukkan kepalanya seakan dia mengerti jika Aurora sedang sangat kesal saat ini. Aurora merasa kedinginan karena sekarang udara di gudang ini jadi lebih dingin dari sebelumnya. Hembusan angin yang membawa bongkahan es kembali menghantam pintu gudang yang ditutup oleh lemari besar. Lemari tersebut mulai terlihat berembun karena menahan udara dingin dari arah luar. “Ayahku tidak bisa dihubungi..” Aurora berbicara dengan pelan. “Itu karena ayahmu tidak bisa masuk ke New York. Kau terlalu percaya diri!” Aurora menatap Amanda sekilas. Entah kenapa Amanda mengingatkan Aurora kepada teman sekolahnya. Banyak sekali orang yang bersikap buruk pada Aurora. Selama in Aurora mengabaikan mereka, sebaiknya sekarang Aurora juga mengabaikan Amanda. Tidak ada gunanya jika mereka bertengkar di tengah situasi kacau seperti sekarang. “Ayahmu ada di New York, jaringan telepon di sini sangat sulit. Sudahlah, jangan menghubunginya lagi, kita harus segera kembali ke bawah karena persediaan kayu kita sudah cukup banyak..” Victor telah membawa lemari dan dua meja rias berukuran besar yang sudah dipotong menjadi ukuran yang lebih kecil agar lebih mudah untuk dibawa ke lantai bawah. Aurora tidak tahu bagaimana cara mereka membawanya nanti, tapi kemungkinan besar Victor dan Osvaldo akan mengangkat kayu-kayu tersebut sambil menuruni tangga. “Baiklah, ayo kita turun ke bawah..” Jawab Aurora dengan pelan. Ketika mereka baru saja akan menuruni anak tangga, tiba-tiba terdengar suara gemuruh mengerikan. Aurora menatap Victor dengan pandangan ketakutan. Pria itu juga tampak panik, tapi dia berusaha untuk menyembunyikan kepanikannya dari Aurora. “Kita harus turun sekarang juga!” Osvaldo segera menuruni tangga dengan langkah cepat. Pria itu berlari sambil mengangkat kayu-kayu berukuran besar. Aurora mengikuti instruksi Osvaldo dan segera berlari menuruni tangga. Begitu sampai di lantai tempat ruangan mereka berada, Victor dan Osvaldo meletakkan kayu yang mereka bawa begitu saja lalu segera kembali naik ke lantai atas untuk mengambil sisa kayu lainnya. “Jangan ikut naik ke atas, di sini sangat dingin!” Teriak Victor dari lantai atas. Aurora menatap dengan khawatir. Melihat ada kepulan uap dingin yang bergerak dari lantai atas membuat dia merasa ngeri. Sedingin apa gudang atas? Astaga, apakah ini adalah puncak dari gelombang dingin itu?
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN