Bab 40

1656 Kata
Manhattan, New York (US) Alfred menarik tubuhnya untuk mendekat ke arah perapian. Setelah gemuruh gelombang udara terdengar bersama dengan getaran gempa yang terasa beberapa menit lalu, suhu udara semakin turun dengan drastis. Alfred menyeret Felix yang tampaknya sudah mulai menggigil karena kedinginan. “Jangan menutup matamu, bodoh!” Kata Alfred dengan suara keras. Di saat udara dingin seperti ini, sebaiknya mereka tetap menjaga kesadaran. Ruangan rumah sakit yang beberapa menit lalu terguncang oleh getaran gempa kini mulai kembali tenang karena sebagian orang telah menutup mata mereka karena sangat kedinginan. Alfred menatap ke sekelilingnya, perawat dan dokter tetap sibuk berjalan dari satu sisi ke sisi yang lainnya. Mereka terlihat sangat lelah dan kedinginan, tapi tidak ada satupun yang berhenti memberikan perawatan kepada pasien yang mulai kritis. Alfred sangat terkesan dengan kinerja mereka yang begitu luar biasa. Di tengah badai seperti ini, para tenaga medis tidak memikirkan keselamatan mereka sendiri dan memilih untuk terus memberikan pelayanan terbaik mereka. “Di sini terasa sangat dingin, kurasa aku akan mati..” Kata Felix. “Aku akan membunuhmu jika kau sampai mati karena kedinginan. Kau pria yang lemah!” Alfred menyahut dengan kesal. “Aku akan mati, kau tidak bisa membunuh orang yang sudah mati!” Alfred menolehkan kepalanya, dia menatap Felix yang sedang tersenyum mengejek. Dalam keadaan apapun, Felix akan tetap menjadi pribadi yang begitu menyebalkan. Biasanya Alfred akan langsung berdebat dengan Felix jika pria itu mulai mengatakan hal-hal tidak masuk akal, tapi kali ini Alfred memilih untuk diam. Dia tidak memiliki tenaga untuk membalas kalimat Felix yang konyol dan aneh. “Seharusnya kita membawa Hugo ke sini. Anak itu harus merasakan kedinginan hingga menggigil. Aku berani bertaruh jika dia akan menangis saat sedang kedinginan..” Felix kembali berbicara dengan suara pelan. Pria itu tertawa, tapi matanya tetap terpejam. Sepertinya Felix juga tahu jika dia harus tetap menjaga kesadarannya. Mungkin matanya terasa berat, tapi Felix berusaha untuk berbicara agar dia tidak kehilangan kesadaran. “Kau pasti kerepotan jika membawa Hugo ke sini, anak manja itu akan menangis dan merengek sambil terus memanggil ibunya..” Felix kembali tertawa. Alfred tersenyum sekilas. Dia mengingat jelas bagaimana kepribadian Hugo yang sekalipun sudah berusia 28 tahun, dia tetap menjadi seorang pria kecil yang manja kepada ibunya. Beberapa waktu lalu Hugo mengatakan jika ibunya sedang mengandung, Alfred akan merasa bersalah jika memaksa Hugo ikut melakukan perjalanan ke New York. Untungnya Alfred menolak Hugo yang sudah berniat ikut bersamanya. “Dia akan memiliki adik perempuan pada bulan Maret tahun depan. Aku tidak sabar melihat bagaimana tingkahnya saat menghadapi adik perempuannya..” Kata Felix. Alfred juga merasakan hal yang sama. Sebagai seorang anak manja yang selalu memonopoli perhatian ibunya selama puluhan tahun, akan sangat menggelikan ketika melihat Hugo tersingkir karena ibunya lebih memperhatikan bayi kecilnya. “Ibunya berusia 15 tahun saat melahirkan Hugo. Mereka hidup berdua selama puluhan tahun, Hugo seorang anak manja yang sangat menyayangi ibunya karena dia tahu seberapa keras usaha ibunya selama ini.. Aku sering terharu saat mendengarkan cerita Hugo mengenai kehidupan keluarganya..” Alfred merasa jika Hugo lebih dekat dengan Felix dibandingkan rekan tim yang lainnya. Felix dan Hugo selalu saja membuat suasana kantor jadi lebih ramai karena mereka tidak pernah berhenti bertengkar. Baru kali ini Alfred jika pertengkaran Hugo dan Felix terjadi bukan karena mereka saling bermusuhan, tapi karena mereka saling mengerti satu sama lain. “Ibunya bertemu dengan seorang pria yang berusia 5 tahun lebih muda darinya. Awalnya Hugo marah karena wanita itu kembali berkencan setelah puluhan tahun hidup sendirian, anak itu jadi pemurung dan juga pemarah..” Alfred bukan pria yang peka terhadap orang-orang di sekitarnya. Dia terlalu sibuk untuk memikirkan proyek pekerjaan dan juga penelitian tim mereka. Sering kali Alfred merasa jika dia seorang manusia egois yang tidak mau memperhatikan orang lain. Bukan hanya kepada rekan timnya saja, bahkan sepanjang hidupnya Alfred juga sering mengabaikan kehidupan pribadinya sendiri. “Aku baru tahu jika ibunya sedang mengandung, anak itu menangis sepanjang malam di rumahku saat dia menceritakan keadaan ibunya beberapa hari lalu. Dia mabuk lalu tertidur di kamarku. Kekasihku marah karena melihatku menampung Hugo, dia meninggalkan aku dan mencampakkan aku karena bocah tengil itu..” Satu hal lagi yang membuat Alfred merasa sedikit terkejut. Selama ini dia tidak pernah tahu jika Felix berkencan dengan seseorang. “Apakah kau mendengarkanku, Alfred?” Tanya Felix. “Ya, aku mendengarkanmu. Lalu apa yang terjadi dengan kekasihmu?” Tanya Alfred. Akan lebih baik jika mereka terus berbicara sekalipun sesekali suara Felix terdengar tidak jelas. Pria itu juga sering meracau karena sangat kedinginan. “Setelah mencampakkanku, kurasa dia memiliki pria baru. Aku tidak peduli pada apa yang dilakukan oleh seorang wanita yang sudah meninggalkanku. Aku tidak pernah mengharapkan dia kembali, juga tidak pernah memikirkannya lagi..” “Kau baru saja menceritakan tentang wanita itu kepadaku.” Alfred menyahut dengan tenang. “Benarkah? Kurasa aku masih menyukainya..” Alfred tertawa pelan. Felix tidak pernah membicarakan kehidupan asmaranya kepada Alfred. Mereka hanya rekan kerja yang selalu membicarakan masalah serius saat sedang di kantor. Mereka bukan teman yang bisa saling berbicara sambil meminum alkohol di bar. Tapi tampaknya badai gelombang udara dingin yang menyapu New York membuat Alfred dan Felix harus saling berbicara satu sama lain layaknya seorang teman dekat. Tidak ada materi yang bisa digunakan sebagai topik pembicaraan karena mereka bukan lagi seorang ilmuan yang meneliti pergerakan angin di depan layar komputer. Sekarang mereka hanya dua orang pria yang sedang terjebak badai yang begitu dingin.. “Kau masih menyukai wanita yang mencampakkanmu?” Tanya Alfred. “Ya, sama sepertimu. Kau juga masih menyukai ibunya Aurora, bukan?” Alfred menolehkan kepalanya, dia menatap Felix yang sedang tertawa dengan pelan. “Aku berkencan dengan Charlotte..” “Itu tidak membuktikan jika kau sudah melupakan mantan istrimu..” Felix menjawab dengan tenang. “Aku memang tidak akan bisa melupakannya, tapi aku tidak mencintainya lagi. rumah tangga kami sudah berakhir sejak lima tahun lalu. Dia sudah menikah dan aku juga sudah memulai kehidupan baruku bersama dengan Charlotte..” “Kau memberikan penjelasan yang begitu panjang ketika aku membahas mengenai ibunya Aurora..” Alfred memilih untuk menyandarkan kepalanya dan duduk dengan tenang. Sampai saat ini Alfred masih sering merasa gelisah setiap kali dia membicarakan tentang Abigail. Belasan tahun yang mereka habiskan bersama tentu saja tidak bisa dilupakan dengan mudah. Alfred menghabiskan sebagian hidupnya untuk mencintai wanita itu. Sekeras apapun Alfred mencoba, dia tidak akan bisa melupakan fakta jika Abigail adalah seorang wanita yang mempertaruhkan nyawanya untuk melahirkan putrinya. Pernikahan mereka berakhir, kisah cinta mereka juga berakhir, tapi tidak dengan peran mereka sebagai orang tua Aurora. “Aku sangat mengaguminya. Dia seorang wanita hebat yang berani mengambil keputusan besar untuk mengakhiri sebuah hubungan rusak yang sudah tidak bisa diperbaiki..” Kata Alfred dengan pelan. “Aku tidak pernah mendengar cerita kehidupanmu sebelum kau pindah ke Washington, D.C. Apakah perceraian kalian sekacau itu hingga membuatmu tidak bisa menemui Aurora dengan bebas?” Tanya Felix. Alfred merasa jika dia seperti seorang kakak laki-laki yang sedang memberikan peringatan kepada adiknya yang akan segera menikah. Situasi mereka tidak mendukung setiap penjelasan yang ingin Alfred sampaikan, tapi dia tetap memilih untuk berusaha menjelaskan dengan sebaik mungkin. Alfred tidak pernah membagikan cerita perceraiannya kepada siapapun, tapi entah kenapa kali ini dia ingin membagi beban yang telah dipikul di pundaknya selama 5 tahun belakangan ini. Banyak orang yang mengatakan jika mengungkapkan beban hidup akan membuatnya jauh lebih lega. Alfred selalu gagal dalam mendeskripsikan apa yang ia rasakan, dia seorang pria kaku yang sulit mengatakan perasaannya. “Kami saling menghancurkan. Aku menghancurkan hidupnya, dia menghancurkan hidupku. Aku menyakitinya, dia juga melakukan hal yang sama. Tidak ada yang bisa membuat kami bertahan.. Jadi aku memilih untuk melepaskannya. Dia terbang tinggi dan menjadi seorang dokter hewan di rumah sakit hewan yang ada di pusat kota, dia berhasil meraih mimpinya ketika aku meninggalkan dia..” Jelas Alfred. Setiap kata yang Alfred susun menjadi sebuah kalimat penjelasan telah dia pilih sebaik mungkin agar dapat merepresentasikan secara singkat mengenai apa saja yang terjadi di dalam kehidupan rumah tangganya bersama dengan Abigail. “Jika aku menjadi Aurora, aku pasti akan sangat membencimu. Kau meninggalkannya dan tidak pernah datang mengunjunginya. Kau bahkan tidak mengirimkan uang sekolah untuknya.. Kau sangat menyedihkan karena mengikuti kemauan mantan istrimu..” Entah dari mana Felix mengetahui mengenai hal ini, tapi Alfred tidak menyangkal setiap tuduhan yang Felix berikan. Alfred meninggalkan Aurora, dia pergi jauh dan tidak pernah mengunjungi putrinya itu. Aurora hanya seorang anak berusia 12 tahun, dia tidak tahu apapun mengenai sebuah perceraian. Bukan hanya itu saja, Alfred juga tidak pernah mengirimkan uang sekolah ataupun tunjangan biaya hidup untuk putrinya. Alfred seperti pria b******k yang meninggalkan istri dan anaknya tanpa tanggung jawab apapun. “Aku menghormati keputusannya. Dia melahirkan Aurora, dia mengorbankan bentuk tubuhnya untuk mengandung dan melahirkan Aurora, dia mengorbankan mimpinya untuk merawat Aurora yang masih bayi.. aku tidak bisa membalas semua jasanya—” “Dia ibunya, kau tidak berhutang jasa kepadanya.. Tapi kau melepaskan tanggung jawabmu karena permintaan konyol dari istrimu.” Alfred tersenyum sekilas. Felix sangat pintar dalam menyampaikan kritik, tapi dia tidak tahu seberapa sulit menjalani kehidupan rumah tangga. “Aku mengikuti semua yang dia katakan karena merasa bersalah padanya. Aurora menjadi seorang anak yang hebat karena memiliki ibu yang hebat. Aku tidak ingin mengorbankan putriku hanya untuk menunjukkan kehebatanku kepada Abigail. Lagipula aku seorang pria yang gagal saat masih tinggal di Ohio..” “Aku yakin dia tercengang saat mendengar namamu di saluran televisi. Sekarang kau menjadi seorang ilmuan yang terkenal karena rekaman rapat itu disebarkan oleh pada wartawan..” Kata Felix. Alfred menutup matanya dengan pelan. Hembusan angin yang terasa menusuk tulang kembali hadir bersama dengan suara gemuruh. Untuk sesaat Alfred menatap sekelilingnya dengan waspada, bisa saja gempa dan gelombang dingin lainnya kembali terjadi di tempat ini. Hembusan angin yang begitu kencang membawa bongkahan es dalam ukuran besar sehingga saat gelombang itu datang, maka tanah terasa terguncang seperti akan terjadi gempa. “Kuharap dia tidak akan mendengar namaku.. dia pasti kembali mengingat luka lama dalam kehidupan rumah tangga kami.” Kata Alfred dengan suara pelan. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN