Ciuman Pertama

1344 Kata
BAB 10. SENTUHAN LEMBUT Kepribadian yang indah memangku jelas sosok Aurora di mata Hans. Dia sangat menarik dan tampak begitu memukau. Walaupun Hans selalu menepisnya, tetapi pengakuan itu terus saja muncul bersama udara. Setiap hembusan napas gadis itu, seakan memberikan kehidupan bagi Hans. Setidaknya, milik laki-laki kaku tersebut, langsung bereaksi penuh terhadap keinginan dan hasrat hebat di dalam percintaan. Hans semakin tampak tegang dan kaku. Bukan tidak suka pada apa yang tengah ia rasakan dan nikmati saat ini. Tapi, bagaimana bisa tenang jika ada sesuatu di dalam dirinya yang mengeras dan ingin segera dilumpuhkan. Aurora mengangkat wajahnya. Ia tersenyum sambil menatap laki-laki yang sempat menyiksa dirinya. Meski demikian, Aurora sama sekali tidak berniat untuk membenci apalagi mengutuk Tampaknya, ia masih ingin mengajarkan laki-laki tampan itu tentang betapa mudahnya melakukan hal seperti ini (Tersenyum). Bahkan seorang bayi pun, mampu melakukannya. "Bagaimana caranya?" tanya Hans secara tiba-tiba. "Apa, Tuan?" "Bagaimana kamu bisa membuat dunia ini menjadi sangat indah, hanya dengan tersenyum?" "Anda hanya perlu ikhlas dan suka melakukannya." "Itu seperti pelajaran anak Sekolah Dasar," tukas Hans yang masih terlihat tidak suka. Aurora tersenyum dan menunduk. "Tidak, Tuan. Kita bahkan sudah melakukanya sejak berada di dalam kandungan." Hans melihat dahi, "Begitu ya?" "Cobalah, Tuan!" "Tidak!" tolaknya dengan ekspresi wajah yang sangat kaku. Aurora mengernyitkan dahi, "Apa yang harus saya lakukan untuk bisa mengukir senyum itu?" "Tidak tahu," jawab Hans datar. "Maaf, Tuan. Apa ada yang kurang?" tanya pemilik tempat tersebut dengan kepala tertunduk. "Bisakah untuk tidak mengganggu?" jawab Hans kesal. Matanya pun kembali menyerang dan ingin membunuh. "Jangan biarkan aku membunuhmu! Pergi!" usirnya sambil mengehentikan gerakan. Aurora menyambung perkataan Hans yang kasar. "Semua sudah lengkap di sini. Silakan pergi!" timpal Aurora yang tiba-tiba menghalangi perkataan kasar selanjutnya, dari bibir Hans. Ia tampak begitu berani memotong rasa ketidaksukaan Hans, saat ini. Hans terlihat terkejut. Ia menatap Aurora sambil melipat dahi, "Kenapa kamu begitu suka memotong keinginanku?" "Saat ini, Anda berada di hadapanku. Tentu saja aku tidak akan membiarkan Anda melakukan kesalahan apa pun. Meskipun Anda memiliki tahta dan harta untuk melakukan semua yang Anda inginkan. "Tidak ada satu pun yang bisa meredam api di dalam diriku, termasuk kamu." Hans menyipitkan matanya dan menatap dengan ekspresi wajah marah. Aurora menurunkan tangannya dari leher Hans, "Aku memang baru beberapa jam saja berada di sisi Anda. Tapi sudah tahu persis, bahwa apa yang Anda ucapkan, tidak sesuai dengan ungkapan hati Anda." Hans memegang pinggangnya dan memperhatikan Aurora yang sangat berani berbicara kepadanya dengan gaya seperti seorang pembangkang. Padahal ia hanya b***k bagi tuan muda tersebut. "Baik. Coba katakan seperti apa?" tantang Hans dengan wajah kaku, seraya memeluk dirinya sendiri. "Misalnya Anda ingin mengusir seseorang agar tidak mengganggu. Tapi Anda melakukannya dengan keras, 'Pergi dari sini atau aku akan membunuhmu!' begitu kan?" Aurora berbicara dengan gaya dan ekspresi wajah persis sama, seperti yang Hans lakukan kepada pemilik tempat hiburan yang baru saja meninggalkan ruangan tersebut. "Apa?" "Padahal Anda bisa melakukannya dengan cara yang lebih lembut. Misalnya, tinggalkan aku! Semuanya sudah cukup sempurna." "Apa aku seburuk itu?" tanya tuan Hans yang tidak menyadari bahwa cara dan sikapnya itu sudah mampu membunuh seseorang yang memiliki penyakit jantung bawaan. "Aku tidak seburuk itu." "Anda yakin?" Tidak ingin menjawab pertanyaan Aurora karena ia sendiri tahu tentang kebenaran ucapan gadis tersebut, Hans memilih untuk menjauhi Aurora. Tanpa sengaja, laki-laki dingin tersebut menyenggol ujung belakang high heels yang Aurora kenakan, hingga gadis itu hampir terjatuh. Namun, refleks Hans sangat bagus dan ia pun menangkap serta memeluk erat punggung Aurora hingga jarak mereka sangat dekat (Kira-kira hanya berjarak dua jari). Mata mereka bertemu dan musik jantung semakin menyala. Baru pertama kali, Hans merasakan napasnya sesak, padahal tidak sedang berolahraga. Bahkan perutnya tiba-tiba terasa sakit. Aurora pun merasakan hal yang sama karena sejak awal, walaupun ia begitu takut pada Hans, tetapi ia juga memuji penampilan laki-laki yang tampak atletis dan tampan tersebut. Demi menyeimbangkan perasaannya, Aurora menarik tubuh dari Hans. Tapi pada saat yang bersamaan, Hans menahan punggung Aurora hingga tubuh gadis tersebut sama sekali tidak bisa bergeser sedikit pun. "Aku menginginkan mata itu," kata Hans dan ketika bibirnya bergerak, terasa menyentuh ujung bibir Aurora. "Anda bisa mencungkilnya jika sangat ingin, Tuan!" Aurora membalas perkataannya seperti gaya tuan muda tersebut yang selalu mengungkapkan setiap keinginan dengan kata-kata yang kasar. Seolah ia membenci apa pun dan ingin menghabisinya. "Tapi aku hanya ingin melihatnya tetap terpasang pada bingkai wajahmu." "Kalau begitu, membiarkan mata ini tetap di sana!" "Aku juga sangat suka dengan bibir yang kamu miliki," puji Hans dan hal itu semakin membuat degup jantung Aurora berlari. "Rasanya, aku ingin sekali memotong bagian itu dan membawanya kemana pun saya pergi." "Lakukan saja apa yang ingin Anda lakukan, Tuan!" sahut Aurora karena ia cukup geram dengan laki-laki yang sangat sulit berbicara lembut tersebut. Hans menggenggam tangan kanan yang berada di punggung Aurora. Saat itu, ia tidak sabar lagi ingin menghajar bibir Aurora yang terdengar cerdik sejak tadi. Hans langsung memajukan kaki kanannya dan meletakkan sangat dekat dengan ujung jari kaki Aurora. Kemudian ia menarik lebih dekat tubuh gadis tersebut, lalu menempelkan bibirnya yang ditemani kumis tipis pada bibir Aurora yang indah. Hans memaksakan kecupannya. Ia benar-benar terlihat sangat ingin dan baru kali ini, tuan muda tersebut melumat bibir seorang perempuan dengan sepenuh hatinya. Aurora yang sejak awal sudah simpati terhadap laki-laki yang berada dihadapannya tersebut, awalnya menolak dan terus mendorong dadaa Hans. Tapi setelah beberapa menit, hasrat Aurora terbawah oleh kecupan pertama yang selama ini selalu ia tanyakan kepada teman-temannya, tentang bagaimana rasanya? Seperti apa bentuknya? Dan apakah semua itu benar-benar indah? Malam ini, Aurora dapat menjawab setiap pertanyaan tersebut dengan pengalamannya sendiri. Memori yang begitu mengesankan, bagi gadis belia tersebut. Tubuh kaku Aurora yang sebelumnya menegang karena kecupan langsung yang tidak terduga dari Hans, kini menjadi lunglai dan ia merasa tidak cukup. Hans yang sudah biasa melakukan olahraga berat dan memacu adrenalin dalam peperangan antar senjata pun, merasa perang bibir dengan Aurora jauh lebih mematikan dan menguras energi. Padahal, gadis itu belum membalasnya. Setelah hampir 15 menit menyapu bibir dan merasa sesak, Hans terpaksa melepaskannya. Semua itu karena ia tiba-tiba menjadi lemah dan tubuhnya mulai gemetar hebat. Aurora yang menyadari hal tersebut langsung mendorong diri untuk menjauhi Hans. Namun, tuan muda tersebut menarik tangan Aurora tanpa kata. Mata keduanya saling bertemu. Mereka terus mengatur debaran itu agar tidak menenggelamkan jiwa. Setelah 5 menit, "Tetaplah di sini!" pinta Hans yang terus mengatur napasnya. "Bisa saja, asalkan Anda memberikan senyuman terindah untukku!" Aurora berusaha memegang kendali kali ini. 'Sial. Seharusnya aku yang memerintah ataupun memaksanya! Tapi kenapa tidak bisa dan malah memohon kepadanya.' Hans menatap Aurora yang sudah membalik wajah untuk menikmati senyum dari laki-laki angkuh tersebut. "Sulit," tukas Hans. Ia memang tampak sudah berusaha untuk melakukannya, namun gagal. "Saya akan membantu Anda," timbal Aurora yang masih memaksakan keinginannya. "Bagaimana?" Aurora menatap Hans dalam-dalam, ia memulai senyumnya yang memesona dengan tatapan hangat. "Kamu ... ." Hans mulai terbawa oleh tampilan Aurora yang mengesankan. "Anda seperti dewa perang yang perkasa. Wajar saja, para wanita mengejar Anda dan takluk." Aurora memuji dan hal itu membuat Hans bahagia. Tanpa sengaja, ia pun tersenyum simpul. Namun bagi Aurora, itu lebih dari cukup untuk malam ini. "Aku menginginkannya lagi!" Hans mulai meminta dengan lembut. "Akan aku berikan, jika Anda sudah bisa tersenyum dengan ikhlas." "Hemh." "Jangan mengeluh, Tuan!" "Kamu mempermainkanku, Aurora. Dan bodohnya lagi, aku mengikutinya." Hans terlihat kesal, tapi suka. "Tidak! Bukan seperti itu, Tuan." "Sudahlah!" ucapnya kecewa dan membalik arah. Ketika mendengarkan perkataan Hans tersebut, tiba-tiba hati Aurora tersiksa. Lantas, ia mengejar laki-laki tersebut dan memberikan kecupan yang lebih berat daripada sebelumnya. Mata Hans terbelalak dan ia tenggelam di dalam permainan bibir Aurora, yang sebenarnya baru pertama kali melakukannya dengan seorang pria. Bagi Hans, ini adalah malam yang indah. Ia belum pernah merasakan sensasi seperti ini sebelumnya. Momen sederhana, namun mampu memporak-porandakan hatinya. 'Ya ampun, bagaimana jika aku berada di atas ranjang tanpa busana bersamanya? Ini saja, aku sudah teperdaya.' Kata Hans tanpa suara. Hans memejamkan kedua mata. Ia begitu menikmati sentuhan bibir Aurora yang tiba-tiba saja mengejar dirinya. Rasanya, ia tidak ingin lepas lagi. Tapi bagaimana? Aurora adalah musuhnya. Bersambung. Jangan lupa tinggalkan komentar ya... makasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN