Mainan Yang Manis

1033 Kata
Bagian akhir dari permainan antara Hans dan Moza yang paling menjengkelkan adalah ketika wanita seksi itu tergeletak tidak berdaya. Kebiasaan yang paling tuan muda tidak sukai. Jika sudah bercinta hingga puas, Moza langsung membatu dan melingkarkan tubuhnya di atas tempat tidur. Padahal, Hans lebih suka dekapan hangat pasca bercinta. Tidak ada ucapan selamat malam, kecupan yang manis, ataupun pelukan yang hangat. Seolah, kehangatan usai ketika miliknya sudah basah dan hasratnya terpuaskan. Pemandangan yang mengesalkan. Biasanya, Moza akan bangun setelah puas memejamkan kedua matanya. Perempuan yang satu ini, seakan tidak perduli dengan perasaan Hans yang masih sangat ingin bercakap-cakap. Padahal, Moza tahu bahwa satu-satunya teman bicara tuan muda angkuh tersebut, adalah dirinya. Kesal, Hans menutup bagian sensitif miliknya dan menepuk kedua tangan untuk memanggil para bodyguard yang memang selalu siaga di depan pintu kamar. "Kami, Tuan?" "Bawa dia kembali ke dalam kamarnya!" perintah Hans sambil menatap Moza yang masih terlelap, tanpa sehelai benang pun yang menutupi tubuhnya. "Mengerti, Tuan." Salah seorang bodyguard bertubuh tinggi besar, menggendong Moza. Kemudian ia membawa perempuan tersebut kembali ke kamar yang sudah Hans perintahkan. Setibanya di dalam kamar yang terlihat luas dan elegan, tubuh seksi Moza di letakkan begitu saja di atas tempat tidur. Malam semakin menjelang, namun Hans masih saja belum bisa terlelap. Tidak memiliki aktivitas ataupun bahan mainan, ia menyalakan kembali televisinya sembari menikmati penderitaan Aurora. Saat itu, tubuh mungil Aurora, duduk di sudut kandang yang dipenuhi tumpukan jerami. Sejak tiba, ia hanya mengatur bagian tersebut karena tahu bahwa satu-satunya tempat untuk ia melepaskan lelah hari ini adalah kasur jerami yang sudah kering tersebut. Tanpa makan dan minum, Aurora merebahkan diri. Pandangannya jauh ke sudut kandang yang hanya ditutupi papan/kayu yang sudah usang. Melihat mainannya sudah mulai mengantuk dan akan terlelap, Hans tidak suka. Ia mulai mengerjai Aurora dengan memerintahkan seseorang yang bertugas untuk memata-matai gadis tersebut untuk melakukan sesuatu yang nakal. "Tuan, selamat malam," ucap laki-laki berkumis tebal sambil menerima panggilan telepon dari Hans. "Keluarkan suara-suara yang bisa mengganggunya! Biarkan ia sedikit ketakutan sebelum menangis dan terlelap!" "Baik, Tuan. Segera saya kerjakan." Kaki tangan Hans tersebut, mulai mengeluarkan suara misterius di sekitar kandang. Dengan cangkul garuk (menyerupai garpu raksasa), laki-laki tersebut menakut-nakuti Aurora seakan ada raksasa di luar kandang yang siap menerkam dan mencabik tubuh muda miliknya. Mata Aurora mulai memperhatikan sekitar. Ia sudah bergidik ketakutan dan bulu-bulu halus di sekujur tubuhnya berdiri. Guna memastikan keadaan, Aurora memperhatikan seluruh bagian kandang kuda, mulai dari atap hingga dinding yang mengeluarkan suara nyaring dan keras tanpa henti. Merasa semakin ketakutan dan tidak terkendali, Aurora mengambil lampu minyak dan bergegas pergi untuk meninggalkan kandang tersebut. Aurora tidak tahu ke mana harus melangkah, hingga ia hanya berputar-putar di sekeliling kandang yang luas tersebut. Bulir-bulir keringatnya pun menetes, hingga pakaiannya hampir basah. Gadis muda itu mulai menangis dan Hans langsung tertawa terbahak-bahak. Ia seperti tengah menyaksikan acara malam yang dipenuhi dengan canda tawa berbalut komedi yang seru. "Ha ha ha ha ha ha, wajahnya sangat lucu." Hans sama sekali tidak menaruh iba sedikit pun kepada Aurora. Semakin Aurora menderita dan ketakutan, Hans semakin bertambah girang. Lebih dari 30 menit dilanda ketakutan, Aurora yang bingung dalam gelap, memutuskan untuk melawan apa pun yang mengancam hidupnya. Merasa tidak punya pilihan, ia mencari sesuatu untuk dijadikan senjata. 'Saya bukan anak yang manja, saya adalah gadis yang tangguh, jika memang harus berakhir, maka sebelumnya, saya harus melawan makhluk itu.' Aurora berkata pada dirinya sendiri, sembari memompa keberanian. Melihat mainannya sudah memegang besi panjang seukuran gagang sapu, Hans terdiam. Ia tidak menyangka bahwa Aurora bisa mengumpulkan keberanian untuk menghancurkan sesuatu yang tampak mengancamnya. "Ternyata, melukainya tidak semudah itu," kata Hans yang langsung terduduk dari posisi baring karena terkejut dengan sikap berani Aurora. "Humh, boleh juga. Tapi untuk malam ini, kita cukupkan dulu!" "Hentikan dan menjauhlah!" perintah Hans pada kaki tangannya melalui ponsel. "Mengerti, Tuan." Hans kembali menyandarkan tubuhnya yang kekar di atas tempat tidur. Sementara matanya masih saja mengawasi Aurora yang semakin mendekat dengan kandang semula, di mana ia berniat untuk terlelap. Sesekali, Hans memperbesar gambarnya hanya untuk menikmati mata kristal milik Aurora. Ketika tanpa sengaja mata itu mengarah kepadanya, Hans langsung tersenyum seolah ia tengah merasa bahagia. "Mata itu, rasanya ingin sekali aku miliki." Hans menyeringai jahat dan penuh keinginan. Setelah beberapa menit, Aurora merasa sudah cukup aman. Tidak ada lagi gangguan ataupun suara-suara berisik yang terdengar misterius dan menakutkan. Sembari mengusap peluh, Aurora terus memperhatikan sekitar. Sementara di tangan kirinya terdapat lampu minyak dan tangan kanannya masih menggenggam besi panjang. Pukul 23.40 WIB, Aurora mulai dapat merasakan kantuknya kembali. Saat itu, ia tampak memutuskan untuk kembali merebahkan tubuh yang molek dan indah, di atas kasur jerami yang sudah disusun sejak tadi. Bersama besi di depan wajahnya dan lampu di ujung ruangan kandang yang sudah cukup bersih, Aurora kembali membayangkan teman-teman yang saat ini tengah beristirahat di rumah masing-masing dalam kehangatan dan kenyamanan keluarga. 'Tak lama, Aurora terbayang wajah mamanya yang dulu cukup sering tidur bersamanya. Apalagi ketika papa sedang keluar kota. Saat itu, mama pasti menyanyikan Aurora sebuah lagu favorit tentang cinta dan kedamaian. Aurora memiringkan tubuhnya ke kanan, sambil memindahkan besi agar selalu berada tepat di hadapannya. Saat itu, Hans juga menatap ke arah Aurora yang masih membuka lebar kedua matanya. Tanpa siapa pun yang ada bersama keduanya, tanpa sengaja, Hans merasa berada tidak jauh dari Aurora. Anehnya, ia tidak berusaha untuk menepis apalagi menjauh. Malah, ia terus menikmati mata bening dan berkilau milik gadis tersebut. Aurora yang merindukan sosok sang mama, memilih untuk menyanyikan lagu cinta favoritnya. Saat itu, Hans juga dapat menikmati suara lembut yang terdengar merdu dari bibir Aurora, bersama tiupan angin malam yang terkadang menerjang atap kandang. Baru sekali putaran reff, Hans sudah memejamkan matanya berulang-ulang kali. Ia merasa seperti tengah disayangi dan disentuh dengan penuh kasih sayang. Tiba-tiba, laki-laki kejam itu merasakan almarhum mamanya ada bersama dirinya dan mengusap lembut rambutnya, seperti dulu ketika ia masih remaja. Baru kali ini, laki-laki yang menderita insomnia tersebut, terbawa dan hanyut dalam nada dari suara merdu seorang wanita. Tanpa ia sadari, Aurora telah berhasil membawanya ke pulau mimpi bersama kedamaian. Bersambung. Sebelum lanjut, tab love, tinggalkan komentar, dan follow ya. Makasih.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN