Episode 14

2150 Kata
Tertutup oleh selimut, di sisi kiriku sekarang sudah ada Arya, terbaring memejamkan matanya dengan kondisi tak memakai pakaian apa pun untuk menutupi badannya sekarang. Suhu ruangan sendiri terasa sangat dingin sekarang. Mungkin Arya sudah terbiasa tidur dan hidup di suhu dingin seperti ini. Sementara diriku, harus selalu menutup selimut sekarang. Aku masih tak paham dengan apa yang dikatakan pria di dalam mimpi itu tentang diriku. Apakah dia mengatakan sebuah pesan untuk dirinya sendiri? untuk diriku? atau mungkin untuk orang lain? Karena pesannya sangat luas dan bisa diartikan menjadi berbagai macam terjemahan dan juga arti. Aku tak ingin menjadi orang yang masuk ke dalam kategori yang disebutkannya sebelumnya. Dan berbeda dari mimpi sebelumnya, mimpi yang aku rasakan tadi memiliki setting waktu, tempat, dan juga penampilan yang berbeda dari pria itu juga. Aku merasa, kalau pria itu sedikit lebih terbuka denganku dibandingkan dengan yang sebelum-sebelumnya. Begitu tertutup hingga aku saja sangat sulit mencoba untuk mencari tahu bagaimana cara dia berkomunikasi. Aku berjalan menuju ke kamar mandi, membasahi tubuhku dengan sabun dan juga wewangian. Membersihkan semuanya dari kotoran-kotoran najis melekat di tubuhku. Dengan satu tangan, aku memutar shower itu sekarang. Sementara tangan yang lain menahan kaca di sana agar aku tidak terjatuh ataupun terpeleset karena lantai yang sangat licin dengan kaki yang masih menggigil kedinginan. Aku melihat diriku sendiri di dalam kaca sekarang, menyadari kalau memang, ada sesuatu yang berubah di dalam diriku. Bukan sesuatu yang nampak kasat mata dari luar, namun sesuatu yang bisa hanya dilihat dari dalam. Mungkin, hanya orang-orang terdekatku seperti Wulan sajalah yang bisa melihatnya, sementara yang lain mungkin merasa kalau tidak terjadi apa-apa di dalam diriku. Tapi aku memang mengakuinya, kalau sesuatu itu sangat berdampak pada hidupku sampai mengubah diriku menjadi seperti sekarang. Apakah mungkin, tafsir dari mimpi yang dikatakan oleh website ataupun dukun-dukun yang sedang viral itu adalah tentang nasib ini? Nasib dan juga masa depan yang mungkin telah atau akan berubah di dalam diriku dalam waktu yang sekejap? Apakah mungkin itu benar? Aku mematikan keran shower kamar mandi itu. Menutupi dan mengeringkan diriku sendiri menggunakan handuk yang sudah terpasang di sebelah shower itu. Aku menutup semuanya dengan rapi, tak bisa dilihat atau diintip oleh siapa pun saat melihat diriku dari berbagai macam sisi. Itu jugalah yang mungkin bisa membuatku bisa berada sampai di dalam titik sekarang. Seorang wanita yang independen dan mandiri. Di dalam tasku, aku membawa beberapa peralatan wajah seperti sabun, toner, dan juga serum. Agar selalu terlihat indah dan menawan setiap saat. Tapi setiap aku melihat wajahku di cermin lagi sekarang, aku mulai membayangkan melihat sosok pria itu berada di belakangku, mengawasiku dan melihat setiap gerak-gerik yang kulakukan. Apakah mungkin aku berada di dalam kendalinya sekarang ini? Jam di dalam ponselku pun berdetak, aku mencoba untuk melihat berapa waktu yang dibutuhkan agar aku sampai dengan ke rumah dalam jangka waktu yang pendek sekarang. Aku tak ingin terlambat bekerja. Aku memakai gaunku kembali, gaun yang berbinar-binar di pagi hari ini pasti akan membuat semua orang melirik ke arahku. Tapi aku juga tidak memiliki pakaian lain untuk bisa aku kenakan. Dengan memakai sepatu hak tinggi, aku akan pergi dari kamar ini sekarang. Tidak ingin mengganggu Arya terlelap di dalam mimpinya dan merusak kesenangannya. Dia, akan lebih baik bila berada di sini tanpaku. Seorang wanita yang tidak jelas malah akan membuat dirinya sendiri terkungkung dalam takdir yang tidak akan membuatnya bisa melangkah lebih jauh. “Sabrina... ternyata kau sudah bangun...” Ucap Arya memanggilku. Dia mengusap-usap matanya, mencoba untuk membuatnya membuka mata dengan lebar dengan kondisi yang masih sangat mengantuk sekarang. Aku pun tidak membalas ucapannya balik, melanjutkan langkah demi langkahku agar aku bisa cepat-cepat keluar dari kamar ini sekarang juga. “Hey Sabrina! Tunggu!” Teriak Arya, sadar kalau aku tidak menghiraukannya sekarang ini. Mataku terus saja menatap lurus ke depan, melihat pintu yang berada tepat di depanku sekarang ini. Aku harus keluar dari sini mencoba untuk membuat Arya juga terbebas dariku, terbebas dari jeratan diriku meracuni pikiran ataupun akal sehatnya sekarang. Sepatu hak tinggiku saja tidak bisa membuatnya terdiam. Dan tiba-tiba, Arya memelukku dari belakang. Melewati pinggul dan juga perutku, seakan-akan dia benar-benar mengenalku dengan satu pelukan penuh hawa nafsu asmara itu. Langkahku pun terhenti, aku tidak bisa melepaskannya dengan begitu saja, karena aku bisa merasakan tongkatnya menyentuh pinggulku itu sekarang. “Kenapa kau tiba-tiba pergi seperti ini. Apakah kau memiliki suatu masalah?” Aku berusaha untuk melepaskan pelukan hangat itu, berbalik menghadapnya sekarang. Aku berusaha untuk berkata sesuatu dengan melihat ke wajahnya, namun penampilannya, sungguh membuatku tak nyaman sekarang. Aku harus melihat ke arah yang lain agar bisa berbicara dengan jelas. “Kau, apakah kau bisa memakai pakaianmu sekarang? Aku mungkin ingin membicarakan sesuatu yang penting.” Raut muka Arya tampak panik. Ia takut, telah melakukan sebuah kesalahan sekarang. Dan jujur saja, mungkin dia memiliki kesalahan, yaitu menyetujui untuk pergi di dalam sebuah acara yang tak berujung dan juga cenderung sangat berbahaya di kamar ini. Aku mencoba untuk mengingat-ingat apa yang terjadi semalam, dan sesaat aku mengingatnya, mungkin melupakannya lebih baik. “Ada apa Sabrina? Kenapa kau bertingkah aneh seperti ini? Apakah aku telah berbuat suatu kesalahan kepadamu? Jika iya, maka kumohon katakanlah kepadaku soal apa itu sebenarnya?” tanya Arya, mempertanyakan dirinya sendiri daripada mempertanyakan apa yang terjadi antara diriku dengannya. Sesuatu yang sangat bisa kupahami, karena memang dia mungkin masih bingung apa yang terjadi. “Tidak, ini bukan salahmu. Aku... sedang ada urusan sekarang, dan aku ingin segera berangkat untuk menyelesaikannya. Maaf, jika aku tak bisa mengatakan apa alasannya kepadamu. Ini, terlalu pribadi untukku.” Jawabku kepadanya, mengada-ada sebuah alasan. Padahal itu bukan faktor sebenarnya aku meninggalkannya saat ini. Melainkan sebuah faktor lain. “Apa? Urusan seperti apa? Bisakah kau mengatakannya lebih jelas, lebih detail, agar aku bisa membuat semuanya yang ada di sini menjadi lebih masuk akal? Karena jika kau sendiri tak bisa mengatakannya, aku tak tahu apakah perkataanmu benar-benar jujur atau tidak.” Balas Arya kepadaku. Kata-katanya yang hampir berteriak membuatku takut jika seisi hotel ini bangun karena ucapannya. “Bukankah sudah kubilang, kalau urusan itu sangat penting dan bersifat pribadi. Aku tidak ingin kau mengetahui, mendengar, ataupun melihatnya. Karena memang itu bukanlah urusanmu untuk bisa ikut campur dalam urusanku sekarang.” Lanjutku. Meskipun Arya sudah memakai bajunya, aku tidak berani untuk menatap wajahnya yang memang membuat diriku sendiri merinding saat melihatnya. “Baiklah Sabrina. Silahkan keluar, dari kamar ini, jika memang urusan itu sangat genting. Mungkin, urusan itu sangatlah krusial kepadamu sampai kau harus bangun di jam 3 pagi dan tanpa reaksi panik di wajahmu. Tentu, teruslah berjalan kemana pun kau akan pergi sekarang. Aku tak akan melarangmu.” Balas Arya. Aku tahu, kalau yang dia katakan hanyalah sebuah pertanyaan sarkastik. Dan entah kenapa aku merasa bertanggung jawab untuk menjelaskannya kepadanya sekarang meskipun aku tidak harus. “Bukan seperti itu, Arya. Masalah itu sangat penting. Aku sendiri akan menuju ke sana datang tidak untuk langsung menyelesaikannya, melainkan aku ingin berpikir dengan tenang. Dengan keadaan pikiran yang lebih damai untuk melihat, apakah aku layak untuk mendapatkan masalah ini sendirian sekarang!” Jelasku padanya, walaupun masih belum menjelaskan apa masalahnya dengan jelas sekarang. Arya berdiri dan beranjak dari sofa empuknya itu, dia melihat ke arah jendela, jalanan yang masih sepi dan juga jarang sekali lampu kendaraan menyorot itu membuatnya terpaku dalam pose itu sekarang. “Sabrina, sesungguhnya, aku ini apa bagimu?” Pertanyaan itu, pertanyaan yang aku yakini akan keluar dari mulut Arya kepadaku, cepat atau lambat, itu pasti akan datang kepadaku. Aku sudah tidak bisa mengabaikannya lagi, karena jika aku menjawab atau tidak menjawabnya, maka aku yakin kalau salah satu dari kami akan menjadi pihak yang terluka karena kerusakan yang ditimbulkan tidak akan bisa dianulir ataupun juga ditalangi lagi. “Memangnya, kau menganggap aku apa?” tanyaku balik kepada Arya. Aku ingin tahu, terlebih dahulu, Apa yang dia rasakan dariku. Apakah mungkin, getaran itu adalah getaran yang sama kami berdua rasakan sekarang. Jika memang benar, aku mungkin akan harus jujur untuk mengucapkan sesuatu kepadanya. “Kau hanya membalik pertanyaanku. Namun jika memang jawabanku yang kau inginkan. Maka aku akan menjawabnya untukmu,” Jawab Arya kepadaku. Dia pun membalik badannya, memperlihatkan matanya menatap tajam mengunci mataku sekarang. Aku seperti terpikat olehnya, tak bisa membalik atau pun menatap ke arah yang lain. Aku tidak ingin menyakiti hati salah satu dari kami di sini. “Aku, menganggap dirimu sebagai seseorang yang selama ini kucari. Wanita yang telah lama menjadi dambaanku, dan mungkin, menjadi suatu masa depan bagiku. Mungkin tebakanku salah, namun aku merasakan kalau dirimu merasakan hal yang sama denganku sekarang ini.” Arya tersenyum saat mengucapkannya, seakan-akan kalau kata-kata itu benar-benar tulus muncul dari ucapannya. Sementara aku sendiri, hanya terdiam menunduk, melihat lantai yang memantulkan cahaya dari bohlam di atas. Dan merasakan langkah kaki dari Arya yang semakin dekat dan semakin dekat berjalan menuju ke arahku sekarang. Dia menyentuh kedua tanganku, dan bertanya kepadaku akan sesuatu. “Jika itu yang kurasakan darimu Sabrina, maka katakanlah. Apa isi hatimu untukku”. “Maaf, Arya, aku tak bisa melakukannya, maaf, aku tak bisa melakukannya untukmu, maaf, mungkin aku adalah wanita yang salah untukmu.” Aku melepaskan genggaman tangannya itu, membalik badanku dan berlari menuju ke arah pintu yang ada tepat di belakangku sekarang. Aku mungkin mengatakannya dengan cukup kejam, namun aku memang harus mengatakannya saat itu juga. Saat aku mencoba membuka pintu, Arya berlari, menahan gagang pintu itu untuk kupegang. Dia berada di sampingku sekarang, dengan raut wajah yang sangat bingung dan juga bertanya-tanya apa maksud dari ucapanku sebelumnya. “Apa itu Sabrina? Apa yang ingin kau katakan padaku? Tolong katakan dengan jelas! Aku tidak tahu kenapa kau harus meminta maaf kepadaku!” Aku hanya melihat ke pintu itu sekarang, tak berani menatap matanya. Dengan perkataan lirih, aku mencoba untuk menjelaskan apa yang sebenarnya aku inginkan dari Arya saat ini. “Maaf, aku telah membuatmu terjebak sampai saat ini. Aku telah memberimu alarm palsu, peringatan buruk, dan juga sebuah hari yang buruk. Kau pantas memarahiku, dan kecewa terhadapku.” Perkataanku penuh dengan isyarat, tanda-tanda, dan juga petunjuk tanpa memberikan apa sebenarnya isi hatiku itu kepadanya. Karena aku sekarang, memang sedang kesulitan untuk mengucapkan kata-kata itu secara langsung. Aku belum selesai dengan ucapanku, dan aku akan mengatakannya sekarang. “Aku mungkin menyukaimu Arya, namun aku tidak tahu apakah aku bisa mencintaimu”. Merasa tak adil, masih tak paham dengan apa yang kukatakan, Arya membuka matanya lebar-lebar, sementara menaruh telapak tangannya ke hadapan mukaku, mengisyaratkan kalau itu tidak menjelaskan apa-apa sekarang. “Apa maksudnya itu Sabrina! Jika kau memang tidak tahu apakah kau bisa mencintaiku, kenapa kita tidak jalani dulu saja? Bukannya memutus itu semua di tengah jalan?” Memang tidak adil, bila aku harus mengucapkan semua itu kepada Arya. Namun, aku memang tidak mempunyai pilihan lain sekarang. Lebih baik seseorang merasakan sakit sekarang agar bisa sembuh daripada harus menderita sepanjang hidupnya karena sebuah pilihan yang salah. “Maafkan aku Arya. Sudah kubilang, ini bukan salahmu. Sepenuhnya salahku, maafkan aku.” Aku mencoba memutar gagang pintu itu, meskipun tangan Arya masih berada di atasnya mencoba mencegahku untuk membukanya sekarang. Dia pun berkata kepadaku sekarang. “Setelah semua ini, yang kita berdua jalani. Setelah apa yang kita perbuat malam itu. Apakah kau ingin meninggalkan semuanya begitu saja? Tanpa memiliki hasil ataupun tujuan yang jelas.” “Oh tidak,” Arya seperti paham akan sesuatu. Dan dia akan mengucapkannya itu kepadaku sekarang. “Jangan katakan, kalau ini semua karena apa yang terjadi malam itu. Karena aku terlalu buruk untukmu, tidak seperti hal yang kau inginkan atau kau harapkan dariku. Apakah itu, yang kau keluhkan dariku Sabrina? Karena jika memang iya, maka aku akan belajar untuk menjadi lebih baik!” “Tidak Arya, hanya saja, malam itu...” Aku mencoba untuk mencari tahu, apakah mungkin aku harus menjelaskan apa yang ada di dalam mimpiku itu kepada Arya. Dan mungkin, aku harus menjelaskannya. “Malam tadi, aku bertemu dengan pria itu lagi. Dan dia, memberikan sebuah nasehat kepadaku. Nasehat yang tak kutahu kalau itu sangat berarti dan benar-benar aku butuhkan di dalam waktu yang sekarang. Dia mengatakan, kalau pria yang kukejar, kudekati, dan berada denganku sekarang. Mungkin saja adalah pria yang salah untukku. Karena aku, mungkin telah mengejar dan menyukai pria yang salah.” “Apa-apaan itu... Ak-“ Arya terdiam, tergagap, gagap dia tak bisa mengucapkan kata-katanya dengan jelas sekarang. Namun satu kata berhasil keluar dari mulutnya itu di depan hadapanku. “Mungkin benar anggapanku cukup lama ini tentangmu. Mungkin, kau memang perempuan gila dan juga sinting terkena gangguan mental. Mungkin, bukan pria yang kau perlukan, melainkan psikiater dan obat-obatan medis.” Aku paham dengan apa yang dikatakan oleh Arya, aku lebih mempercayai kata-kata seorang pria yang tidak bisa kubuktikan keberadaannya timbang seorang pria yang bisa kulihat dan kurasakan di depan mataku sekarang. Tapi entah kenapa, meskipun benar, hati dan perasaanku benar-benar sakit saat mendengar Arya mengucapkan itu. Secara refleks, aku pun menampar wajah Arya, pergi dari hotel ini dengan raut muka menangis sedih dan haru seperti seorang perempuan yang tersakiti di sepanjang lorong hotel itu sekarang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN