Episode 1 : Kembali ke Awal

1047 Kata
Jam Alarm berdenting, aku pun langsung bangun dari tempat tidurku. Aku menaruh jam itu di samping tempat tidurku, agar aku bisa dengan mudah meraihnya dan menghentikannya. Aku bangun dengan tatapan lesu, dan sedikit syok. Ternyata kejadian yang aku alami sebelumnya hanyalah mimpi. Aku mengingat-ngingat sebagian kejadian di dalam mimpi itu, dan memang ternyata aku sadar kalau ada banyak sekali kejanggalan dalam kejadian itu. Kenapa pula aku mencium orang di jalan yang baru saja aku kenal? Dan kenapa pula jalanan yang seharusnya masih ramai di jam-jam seperti itu malah sepi melompong tak ada orang? Itu bahkan terlalu aneh bila dianggap sebagai mimpi. Aku benar-benar merasa di dunia lain tadi. Mengawali hari dengan segelas air putih sudah menjadi kebiasaanku, seusai bangun tidur aku tidak pernah bisa langsung semangat seperti kebanyakan orang dan melakukan aktivitas sehari-harinya. Aku akan berbaring terlebih dahulu di atas kasur, mengumpulkan nyawa-nyawa yang masih belum terkumpul di dalam tubuhku. Aku juga mengatur jam alarmku agar tidak terlalu tepat waktu dan sedikit mundur dari jam yang seharusnya, karena kebiasaanku untuk berbaring terlebih dahulu tersebut sulit untuk aku hilangkan. Menatap langit-langit rumah yang kosong melompong ini, aku memikirkan tentang pria itu. Terasa sangat familiar, namun saat aku mencoba mengingat-ngingatnya, aku juga kesulitan untuk mencari tahu siapa dia. Apakah mungkin dia adalah sebuah pesan yang dikirimkan ibuku kepadaku agar segera mendapat jodoh? Aku langsung saja bangun dari tempat tidur ini, dan bergegas membuka laptop di meja kerjaku. Seperti biasa, aku mengecek kotak email yang masuk bilamana ada pekerjaan yang harus kukerjakan atau akan kukerjakan saat hendak pergi ke kantor. Aku bekerja di salah satu perusahaan finance yang terkenal. Angka dan juga grafik adalah makananku sehari-hari. Banyak orang yang berpikir kalau orang-orang yang bekerja di bidang seperti itu adalah orang yang penuh perhitungan dan ketelilitian, namun faktanya tidak juga. Contohnya saja aku. Meskipun gajiku lumayan tinggi, aku masih hidup di sebuah apartemen biasa tanpa ada sesuatu yang mewah. Di umurku yang segini menuju kepala tiga, aku tidak kunjung mendapat pasangan. Ibuku yang tinggal di desa sering sekali menanyakan kapan akan membawa seorang pasangan ke rumah. Namun aku sendiri tidak tahu kapan bisa melakukannya dan membahagiakan ibuku. Karena sejujurnya, berada dalam kondisi hidup sendirian seperti ini membuatku bisa hidup tenang dan bahagia. Aku tahu maksud ibuku mungkin mengkhawatirkanku karena aku tak kunjung mendapat pasangan, setiap orang tua pasti mengkhawatirkan itu kepada anaknya. Namun para orang tua tidak tahu seberapa besar pressure seseorang saat sudah mengalami pernikahan. Kehidupan jaman sekarang tidak bisa di samakan dengan kehidupan zaman dulu saat mereka masih belia. Dengan kompleksitas yang sekarang ada, orang-orang telah mengubah sifat mereka ke titik tertentu sehingga sangat sulit untuk diajak saling kompromi. Apalagi risiko tidak setiaan sangat besar akhir-akhir ini. Aku sering mendapat klien dengan masalah perceraiannya berebut harta gono-gini, yang jujur aku sebagai lajang cukup takut untuk melakukannya. Aku memandang email seperti seorang yang tampak benar-benar lesu, karena memang tidak ada hal menarik ataupun baru di kotak masukku. Hanya sebuah spam berisikan promosi dan jadwal yang dikirim oleh perusahaan terhadapku. Aku pun lekas menutup laptopku, dan bergegas mandi dan berganti baju untuk pergi ke kantor. Sehari-hari aku memakai mobil sebagai kendaraanku. Ini bukanlah mobil mewah, melainkan sebuah mobil biasa yang ukurannya hanya bisa diisi oleh 4 orang. Aku memang tidak berniat membeli mobil keluarga atau semacamnya, karena aku juga tidak memiliki keluarga besar untuk kami bisa pergi kemana-mana. Empat orang saja sudah cukup bagiku untuk pergi kemanapun yang ku mau. “Sabrina... tunggu” seorang wanita memanggilku dengan lantang dari belakang sesaat aku hendak masuk ke dalam kantor. Aku pun menoleh, dan ternyata dia adalah Wulan. Partner sekaligus sahabatku di kantor ini. Dia berjalan dengan cepat sambil menenteng tas di sikunya, terlihat tergupuh-gupuh dan bergoyang-goyang bersamaan dengan da-danya yang besar menjuntai kencang. Tidak ada alasan kenapa aku bisa bersahabat dengan Wulan, namun aku merasa kalau kami se frekuensi saja. Aku merasa cocok saat berbicara dengannya begitu juga sebaliknya. Kami berdua berumur sepantaran dan belum menikah di umur kami seperti ini, aku merasa itulah mengapa kami sering sekali merasa sangat klop. Tidak ada beban maupun rahasia yang kami berdua lewatkan sebagai dua orang sahabat. “Sabrina... kamu kenapa. Kok tampak beda hari ini?” ujar Wulan. Membuatku bingung, memangnya ada apa denganku? Aku memakai baju rapi dengan jas yang biasa aku kenakan sehari-hari. Aku juga memakai riasan biasa tanpa ada sesuatu yang baru. Kenapa dia menganggapku berbeda hari ini? “Cepat katakan padaku, apa yang kau lakukan semalam!” tanyanya dengan sedikit mengancam dan nada keras. Jujur, aku bingung harus menjawab apa karena tidak ada hal yang aku lakukan berbeda dari hari lainnya. “Tidak ada. Kita kan ngerjain deadline bareng-bareng kemarin sampai jam 9. Aku terlalu capek buat pergi kemana-mana. Aku langsung pulang dan tidur di rumah. Memangnya, apa yang beda dalam diriku?” tanyaku masih penasaran kenapa Wulan menganggapku seperti itu. “Entahlah, kau terlihat lebih ceria daripada biasanya. Kau benar-benar berbeda, namun aku tidak bisa tahu apa perbedaanmu. Kau tahu, setiap manusia memiliki aura di dalam dirinya, dan aura itu bisa dirasakan oleh orang-orang di sekitarnya. Jadi wajar saja jika kau tak tahu apa yang ada dalam dirimu sekarang berbeda dari yang lain. Karena kau mungkin tidak bisa merasakannya, aku lah yang bisa” Satu hal yang lupa kukatakan, Wulan adalah penggemar film horor. Dia sering sekali bercerita tentang hal-hal supranatural atau semacamnya. Padahal dia bekerja di salah satu perusahaan dengan kekuatan modal terbesar di Indonesia, bisa-bisanya dia percaya dengan hal seperti itu. Namun aku tidak masalah dengan hobi wulan seperti itu asalkan dia tidak mengganggu orang lain atau pekerjaan orang lain. Dia ingin sekali mendapatkan mata roh agar bisa melihat jin dan dunia roh. “Video apa lagi yang kau tonton semalam?” tanyaku merasa pasti Wulan habis menonton sesuatu sehingga dia berkata aura-aura atau semacam itu. Wulan pun meringis, sepertinya tebakanku memang benar. Dia sedang menunjukkan pengetahuan barunya tentang dunia supranatural yang baru padaku “Hehehe... tadi malam aku melihat salah satu youtuber membahas kenapa setiap orang memiliki kharisma berbeda-beda. Itu ternyata berhubungan dengan aura yang mereka miliki. Dan kau Sabrina, benar-benar berbeda hari ini.” Aku tidak merespon terhadap ucapan Wulan, aku hanya berusaha untuk menjadi pengajar yang baik. Hingga sampailah aku duduk di kubikel tempat kerjaku. Menyalakan komputer dan melihat jadwal kerja yang harus kuselesaikan hari ini. Sekarang, dimulailah hari-hariku yang membosankan sebagai orang kantoran.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN