"Apa kau lapar, baby?" tanya Galins pada Keana. Galins membawa Keana ke atas pangkuannya, sedangkan Keana lebih memilih menenggelamkan wajahnya di d**a Galins. Jujur saja, tak ada hal yang ingin Keana lakukan dan minta kepada Tuhan selain lepas dari penjara ini, lepas dari ruangan yang sumpek ini. Ia ingin dirinya dan Galins selamat dan cepat kembali.
Sebenarnya selain memikirkan adiknya yang sedari tadi gerak-gerik seperti orang yang tengah ketakutan, Galins juga memikirkan Alice yang sekarang keberadaannya masih dipertanyakan. Dia tak sedikitpun bertemu dengan kekasihnya saat kejadian itu, dia juga tak melihat Cleo. Apakah Cleo dan Alice berada dimobil lain? Atau mereka hanya membawa dirinya saja. Ah sepertinya itu sangat tidak mungkin. Alice pasti berada dalam mansion yang sama dengan dirinya, tetapi tempatnya cukup jauh.
Alice pasti sudah dibawa oleh Alzy, tetapi yang menjadi pertanyaannya Alice dibawa kemana? Apakah diruangan lain? Sepertinya dia harus segera bertidak ia tak ingin kekasihnya kenapa-napa. Kalau sampai Alice celaka Galins tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Lalu bagaimana dengan Cleo apakah pria itu juga sedang dalam keadaan susah, Galins berdoa semoga assisten nya itu ditinggal dijalan sehingga ia hanya fokus pada penyelematan ini.
Keana menggeleng di pelukan Galins, sungguh tak ada yang ia inginkan selain pertolongan segera. "Tidak kak, aku hanya tak ingin kau kenapa-napa." jawab Keana, sebisa mungkin air matanya ia tahan agar tak jatuh. Sumpah demi apapun dia tak ingin membebani pikiran kakaknya. Ya! Tentu saja pikiran Galins tak sedang diam, kakak nya itu pasti tengah memutar otaknya memikirkan bagaimana caranya selamat.
"Kau serius, baby? Aku mempunyai roti, menyingkirlah sebentar aku ambilkan untukmu. Roti nya berada disaku dalam baju ku." jika bepergian Galins akan membawa sekurang-kurangnya satu roti. Hal ini untuk mencegah kalau dirinya dalam keadaan sulit seperti ini. Dia tak pernah lupa dengan pesan daddy-Nya yang sudah berpengalaman. Roti itu gunanya untuk membuat Galins tak kelaparan.
"Tidak kak! Kubilang tidak! Aku juga mempunyai roti dari uncle Jordi. Aku akan memakannya saat lapar. Roti mu, makan lah kak, aku tak ingin kakak kesakitan walaupun hanya sedikit saja, aku tak akan rela."
Galins menyunggingkan senyum senang mendengar jawaban manis dari adiknya sendiri. "Kau tahu, harusnya aku yang berbicara seperti itu."
Kea tak menjawab dia hanya mampu tersenyum kecil saja, masih dalam pelukan Galins.
"Ngomong-ngomong, kau percaya padaku kan, Kea?" tanya Galins menatap kepala Keana yang berada di d**a bidangnya. Keana nampak nyaman berada di posisi seperti ini, dibanding dengan Zeana. Kea lah yang sering seperti ini pada dirinya.
"Tentu, aku selalu percaya padamu kak. Kau jangan mengkhawatirkan perasaanku. Aku baik-baik saja," jawab Kea. Meskipun ia yakin semua orang juga tak akan percaya jika dirinya baik-baik saja, termasuk Galins. Pria itu tak akan percaya jika adiknya baik-baik saja. Adiknya ini pasti sangat ketakutan, terbukti kalau Keana memeluk dirinya terlampau erat.
Lian terkekeh pelan, dia jadi teringat saat mereka berdua berada didalam rumah, Keana berlari ke kamar dirinya yang berada di lantai atas. Keana datang malam-malam karena tak ingin tidur sendirian, waktu itu Galins baru saja pulang, dan akan memejamkan mata. Keana tetap menjadi adiknya yang penakut, adiknya yang mempunyai banyak ketakutan, dan adiknya yang polos. Berbanding balik dengan Zeana wanita itu mempunyai sifat dan sikap seperti dirinya. Keras, tak pandang bulu jika membunuh orang, satu lagi Zeana adalah wanita yang tanggung. Tetapi kali ini, Galins membuktikan kalau Keana sama tangguhnya seperti Zeana. Keana tak selemah yang ia kira, buktinya sedari tadi Keana sama sekali tak merengek. Ia kira Kea akan merengek dan membuyarkan konsentrasinya.
"Apa kau kedinginan?" kembali Galins melontarkan pertanyaan.
Keana lagi-lagi menggeleng, ia tak ingin terlihat lemah dimata kakaknya. Ah sebenarnya opsi pertama yang menjadi motivasi dirinya adalah, ia tak ingin kakaknya malah mengkhawatirkan dirinya. Ia tak ingin itu terjadi. Galins pasti sedang memikirkan bagaimana caranya untuk bebas dari penjara ini. Dan membeli ucapan Darwin yang akan menguliti atau bahkan membuat tubuhnya menjadi daging panggang. Ah Daddy dan para uncle-Nya tak akan pernah mungkin membiarkan hal itu terjadi. Apalagi dengan Mr. Geraldo, dia akan melakukan segala cara.
"Apa kau ma-"
"Hei! Kenapa kalian berdua malah bersantai huh." tiba-tiba saja Bryan datang dari balik pintu, pria itu mampu membuat Keana membulatkan mata lantas beranjak dalam hitungan detik. Keana menatap Bryan tak percaya, bagaimana bisa dia berada di-- Ah semuanya pasti bisa, karena ulah uncle Jordi yang sangat cerdik, apakah bisa di sebut licik? Tidak! Karena ini adalah sebuah taktik.
"Kenapa kau kemari, ck mengangguk saja." berbeda halnya dengan Keana yang masih terkejut. Galins malah nampak biasa-biasa saja, seolah-olah kedatangan Bryan bukanlah hal yang aneh.
"Kau tak ingin selamat ya, dude? Ah baiklah, aku akan menyelematkan Keana saja." Bryan buru-buru memasang wajah cuek andalannya, membuat Galins menyunggingkan senyum kecil.
"Ah, kalau seperti ini aku menjadi yakin jika kita akan selamat." lirih Kea.
Galins maupun Bryan terkekeh, mendengar jawaban dari wanita cantik yang kadangkala bertingkah polos. "Secara tidak langsung kau sedang tak percaya padaku Kea."
Keana kelabakan, dia memukul bibir nya yang polos, bisa-bisanya dia berbicara seperti itu didekat Bryan dan kakaknya sekaligus. Ah dirinya memang sangat bodoh sekali.
"Hum, ah maksudku bukan seperti itu. Aku sangat percaya padamu." Galins mengangguk, dia memeluk adiknya dengan erat.
"Kau menunggu disini, apa tidak apa-apa?"
Keana mendongak, menatap manik mata kakaknya yang hitam pekat, seperti mata burung elang. "Ka..kau mau kemana?"
Galins tersenyum manis, "Aku hanya akan ke depan. Pegang ini," Galins memberikan jaket kepada Keana.
"Apa cara ini adalah benar? Kau yakin Galins?"
"Kau meragukan semuanya, Bryan?"
Bryan menghela nafas pelan, apa yang dilakukan Galins memang benar tetapi ada salahnya juga.
"Kenzie sedang berada didepan gerbang. Dia sudah menyusup. Berhati-hatilah, sekarang kita tukar baju. Dan jangan lupa gunakan masker," Galins mengangguk, tetapi Keana tak tahu tahu harus berbuat apa. Jujur saja, dia tak mengerti dengan apa yang Bryan dan Galins katakan.
Di depan wajah Keana, mereka berdua membuka baju bagian atas yang cukup tebal. Bryan menukar pakaian serba hitamnya dengan pakaian milik Galins. Hal itu semakin membuat Kea kebingungan.
Galins menatap adiknya dengan lekat lalu tersenyum pada Keana. "Bryan disini bersamamu, kau tahu aku mencintaimu sangat mencintaimu. Jadi jangan khawatir, santai dan tetap tenang, kau mengerti?" Galins mencium kening Keana cukup lama sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan ruangan pengap untuk menggantikan peran Bryan sebelumnya. Sekarang Keana mengerti dengan jalan pikiran mereka berdua. Semoga Tuhan selalu melindungi kakaknya dan semoga saja rencana ini berhasil, agar semakin banyak orang yang menyusup ke mansion milik Mr. Darwin dan menghancurkan keluarga itu dengan segera.
***
"Kau mau berdiri terus?" Bryan memandang Keana yang masih mematung, sedangkan dirinya sudah terduduk dilantai yang cukup dingin. Sejak kejadian dimana dirinya menyatakan perasaannya pada Keana, wanita itu selalu canggung padanya. Ya! Keana tak seagresif Zeana. Mungkin jika Zeana yang berada di posisi seperti ini, wanita itu akan bertingkah kecentilan.
"Humm. Ya, aku akan duduk." Keana berjalan mundur dengan perlahan, membuat Bryan terkekeh dengan tingkah kekasihnya, sejak kapan? Entah tetapi, sejak saat itu Bryan mengklaim jika Keana adalah miliknya.
Buk
"Kyaahhhh..Bryan!" refleks Kea berteriak, sampai Bryan saja harus menutup telinga nya sendiri. Karena lama menunggu jalan Kea yang seperti siput, apalagi berjalan mundur. Tangan Keana ia tarik, sehingga wanita itu terduduk tepat di pangkuannya.
"Kau tak harus seperti ini Bryan!" Kea tak terima dengan perlakuan Bryan, jujur saja jantungnya sekarang berdetak lebih kencang.
"Kenapa? Bukankah barusan juga kau seperti ini pada Galins." bisik Bryan tepat ditelinga Kea.
Kea menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tak gatal. "Itu beda Bryan. Kak Galins, adalah kakakku!"
Bryan terkekeh kecil, semakin mengeratkan pelukannya pada perut Kea. Ia takut wanita yang berada dalam pangkuannya kedinginan, mengingat cuaca kali ini sangat ekstrim.
"Lalu, kita apa? Bukannya kita juga adalah saudara... biologis?"
Keana tertegun mendengar penjelasan dari Bryan, lagi-lagi kenyataan pahit itu mampu menamparnya. Walau satu tamparan tetapi lebih menyakitkan dari apapun juga. Harusnya ia sadar dari awal, dengan statusnya bersama Bryan. Tak seharusnya dia menyukai saudara biologis nya sendiri, karena sampai kapanpun hubungan mereka tak akan pernah mendapat restu, mereka berdua tak akan pernah mencapai kebahagiaan walau sujud sekalipun. Hubungan terlarang antara dirinya dan Bryan benar-benar tak bisa dilanjutkan. Harusnya Keana sadar! Bahkan secara tak langsung Bryan tak menganggap dirinya sebagai orang yang spesial melainkan hanya menganggap dirinya sebagai saudara saja, tak lebih.
Sementara Bryan, tengah merutuki ucapannya yang terlampau menyakiti wanita yang masih berada di pangkuannya. Setelah berkata seperti itu badan Keana menegang, bahkan wanita itu sekarang tengah memainkan jari-jari tangannya sembari menunduk.
"Ah dear, maksudku tidak seperti itu." Bryan segera mencium puncak kepala Keana dengan penuh kelembutan. Sementara yang mendapat kecupan tak bergeming sedikitpun, wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tapi demi Tuhan, Bryan mengucapkan kata itu hanya bercanda saja, ia tak tahu kalau efeknya akan seperti ini.
"Kau benar, Bryan. Kita saudara." lirihan dari bibir wanita yang ia sayangi itu membuat hati Bryan merasa sakit. Dia seperti pria yang sangat jahat sekali. Dalam satu hentakan, kini Keana sudah duduk menghadap Bryan. Pria itu segera membuka masker yang menutupi mulutnya.
Di tatapnya mata kepala Keana yang sedang menunduk, dia menggeram kesal dengan dirinya sendiri. Bryan mendongakkan kepala Keana dengan sebelah tangannya. Refleks Keana pun menatap wajah Bryan.
***
"Apa kau lapar, baby?" tanya Galins pada Keana. Galins membawa Keana ke atas pangkuannya, sedangkan Keana lebih memilih menenggelamkan wajahnya di d**a Galins. Jujur saja, tak ada hal yang ingin Keana lakukan dan minta kepada Tuhan selain lepas dari penjara ini, lepas dari ruangan yang sumpek ini. Ia ingin dirinya dan Galins selamat dan cepat kembali.
Sebenarnya selain memikirkan adiknya yang sedari tadi gerak-gerik seperti orang yang tengah ketakutan, Galins juga memikirkan Alice yang sekarang keberadaannya masih dipertanyakan. Dia tak sedikitpun bertemu dengan kekasihnya saat kejadian itu, dia juga tak melihat Cleo. Apakah Cleo dan Alice berada dimobil lain? Atau mereka hanya membawa dirinya saja. Ah sepertinya itu sangat tidak mungkin. Alice pasti berada dalam mansion yang sama dengan dirinya, tetapi tempatnya cukup jauh.
Alice pasti sudah dibawa oleh Alzy, tetapi yang menjadi pertanyaannya Alice dibawa kemana? Apakah diruangan lain? Sepertinya dia harus segera bertidak ia tak ingin kekasihnya kenapa-napa. Kalau sampai Alice celaka Galins tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Lalu bagaimana dengan Cleo apakah pria itu juga sedang dalam keadaan susah, Galins berdoa semoga assisten nya itu ditinggal dijalan sehingga ia hanya fokus pada penyelematan ini.
Keana menggeleng di pelukan Galins, sungguh tak ada yang ia inginkan selain pertolongan segera. "Tidak kak, aku hanya tak ingin kau kenapa-napa." jawab Keana, sebisa mungkin air matanya ia tahan agar tak jatuh. Sumpah demi apapun dia tak ingin membebani pikiran kakaknya. Ya! Tentu saja pikiran Galins tak sedang diam, kakak nya itu pasti tengah memutar otaknya memikirkan bagaimana caranya selamat.
"Kau serius, baby? Aku mempunyai roti, menyingkirlah sebentar aku ambilkan untukmu. Roti nya berada disaku dalam baju ku." jika bepergian Galins akan membawa sekurang-kurangnya satu roti. Hal ini untuk mencegah kalau dirinya dalam keadaan sulit seperti ini. Dia tak pernah lupa dengan pesan daddy-Nya yang sudah berpengalaman. Roti itu gunanya untuk membuat Galins tak kelaparan.
"Tidak kak! Kubilang tidak! Aku juga mempunyai roti dari uncle Jordi. Aku akan memakannya saat lapar. Roti mu, makan lah kak, aku tak ingin kakak kesakitan walaupun hanya sedikit saja, aku tak akan rela."
Galins menyunggingkan senyum senang mendengar jawaban manis dari adiknya sendiri. "Kau tahu, harusnya aku yang berbicara seperti itu."
Kea tak menjawab dia hanya mampu tersenyum kecil saja, masih dalam pelukan Galins.
"Ngomong-ngomong, kau percaya padaku kan, Kea?" tanya Galins menatap kepala Keana yang berada di d**a bidangnya. Keana nampak nyaman berada di posisi seperti ini, dibanding dengan Zeana. Kea lah yang sering seperti ini pada dirinya.
"Tentu, aku selalu percaya padamu kak. Kau jangan mengkhawatirkan perasaanku. Aku baik-baik saja," jawab Kea. Meskipun ia yakin semua orang juga tak akan percaya jika dirinya baik-baik saja, termasuk Galins. Pria itu tak akan percaya jika adiknya baik-baik saja. Adiknya ini pasti sangat ketakutan, terbukti kalau Keana memeluk dirinya terlampau erat.
Lian terkekeh pelan, dia jadi teringat saat mereka berdua berada didalam rumah, Keana berlari ke kamar dirinya yang berada di lantai atas. Keana datang malam-malam karena tak ingin tidur sendirian, waktu itu Galins baru saja pulang, dan akan memejamkan mata. Keana tetap menjadi adiknya yang penakut, adiknya yang mempunyai banyak ketakutan, dan adiknya yang polos. Berbanding balik dengan Zeana wanita itu mempunyai sifat dan sikap seperti dirinya. Keras, tak pandang bulu jika membunuh orang, satu lagi Zeana adalah wanita yang tanggung. Tetapi kali ini, Galins membuktikan kalau Keana sama tangguhnya seperti Zeana. Keana tak selemah yang ia kira, buktinya sedari tadi Keana sama sekali tak merengek. Ia kira Kea akan merengek dan membuyarkan konsentrasinya.
"Apa kau kedinginan?" kembali Galins melontarkan pertanyaan.
Keana lagi-lagi menggeleng, ia tak ingin terlihat lemah dimata kakaknya. Ah sebenarnya opsi pertama yang menjadi motivasi dirinya adalah, ia tak ingin kakaknya malah mengkhawatirkan dirinya. Ia tak ingin itu terjadi. Galins pasti sedang memikirkan bagaimana caranya untuk bebas dari penjara ini. Dan membeli ucapan Darwin yang akan menguliti atau bahkan membuat tubuhnya menjadi daging panggang. Ah Daddy dan para uncle-Nya tak akan pernah mungkin membiarkan hal itu terjadi. Apalagi dengan Mr. Geraldo, dia akan melakukan segala cara.
"Apa kau ma-"
"Hei! Kenapa kalian berdua malah bersantai huh." tiba-tiba saja Bryan datang dari balik pintu, pria itu mampu membuat Keana membulatkan mata lantas beranjak dalam hitungan detik. Keana menatap Bryan tak percaya, bagaimana bisa dia berada di-- Ah semuanya pasti bisa, karena ulah uncle Jordi yang sangat cerdik, apakah bisa di sebut licik? Tidak! Karena ini adalah sebuah taktik.
"Kenapa kau kemari, ck mengangguk saja." berbeda halnya dengan Keana yang masih terkejut. Galins malah nampak biasa-biasa saja, seolah-olah kedatangan Bryan bukanlah hal yang aneh.
"Kau tak ingin selamat ya, dude? Ah baiklah, aku akan menyelematkan Keana saja." Bryan buru-buru memasang wajah cuek andalannya, membuat Galins menyunggingkan senyum kecil.
"Ah, kalau seperti ini aku menjadi yakin jika kita akan selamat." lirih Kea.
Galins maupun Bryan terkekeh, mendengar jawaban dari wanita cantik yang kadangkala bertingkah polos. "Secara tidak langsung kau sedang tak percaya padaku Kea."
Keana kelabakan, dia memukul bibir nya yang polos, bisa-bisanya dia berbicara seperti itu didekat Bryan dan kakaknya sekaligus. Ah dirinya memang sangat bodoh sekali.
"Hum, ah maksudku bukan seperti itu. Aku sangat percaya padamu." Galins mengangguk, dia memeluk adiknya dengan erat.
"Kau menunggu disini, apa tidak apa-apa?"
Keana mendongak, menatap manik mata kakaknya yang hitam pekat, seperti mata burung elang. "Ka..kau mau kemana?"
Galins tersenyum manis, "Aku hanya akan ke depan. Pegang ini," Galins memberikan jaket kepada Keana.
"Apa cara ini adalah benar? Kau yakin Galins?"
"Kau meragukan semuanya, Bryan?"
Bryan menghela nafas pelan, apa yang dilakukan Galins memang benar tetapi ada salahnya juga.
"Kenzie sedang berada didepan gerbang. Dia sudah menyusup. Berhati-hatilah, sekarang kita tukar baju. Dan jangan lupa gunakan masker," Galins mengangguk, tetapi Keana tak tahu tahu harus berbuat apa. Jujur saja, dia tak mengerti dengan apa yang Bryan dan Galins katakan.
Di depan wajah Keana, mereka berdua membuka baju bagian atas yang cukup tebal. Bryan menukar pakaian serba hitamnya dengan pakaian milik Galins. Hal itu semakin membuat Kea kebingungan.
Galins menatap adiknya dengan lekat lalu tersenyum pada Keana. "Bryan disini bersamamu, kau tahu aku mencintaimu sangat mencintaimu. Jadi jangan khawatir, santai dan tetap tenang, kau mengerti?" Galins mencium kening Keana cukup lama sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan ruangan pengap untuk menggantikan peran Bryan sebelumnya. Sekarang Keana mengerti dengan jalan pikiran mereka berdua. Semoga Tuhan selalu melindungi kakaknya dan semoga saja rencana ini berhasil, agar semakin banyak orang yang menyusup ke mansion milik Mr. Darwin dan menghancurkan keluarga itu dengan segera.
***
"Kau mau berdiri terus?" Bryan memandang Keana yang masih mematung, sedangkan dirinya sudah terduduk dilantai yang cukup dingin. Sejak kejadian dimana dirinya menyatakan perasaannya pada Keana, wanita itu selalu canggung padanya. Ya! Keana tak seagresif Zeana. Mungkin jika Zeana yang berada di posisi seperti ini, wanita itu akan bertingkah kecentilan.
"Humm. Ya, aku akan duduk." Keana berjalan mundur dengan perlahan, membuat Bryan terkekeh dengan tingkah kekasihnya, sejak kapan? Entah tetapi, sejak saat itu Bryan mengklaim jika Keana adalah miliknya.
Buk
"Kyaahhhh..Bryan!" refleks Kea berteriak, sampai Bryan saja harus menutup telinga nya sendiri. Karena lama menunggu jalan Kea yang seperti siput, apalagi berjalan mundur. Tangan Keana ia tarik, sehingga wanita itu terduduk tepat di pangkuannya.
"Kau tak harus seperti ini Bryan!" Kea tak terima dengan perlakuan Bryan, jujur saja jantungnya sekarang berdetak lebih kencang.
"Kenapa? Bukankah barusan juga kau seperti ini pada Galins." bisik Bryan tepat ditelinga Kea.
Kea menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tak gatal. "Itu beda Bryan. Kak Galins, adalah kakakku!"
Bryan terkekeh kecil, semakin mengeratkan pelukannya pada perut Kea. Ia takut wanita yang berada dalam pangkuannya kedinginan, mengingat cuaca kali ini sangat ekstrim.
"Lalu, kita apa? Bukannya kita juga adalah saudara... biologis?"
Keana tertegun mendengar penjelasan dari Bryan, lagi-lagi kenyataan pahit itu mampu menamparnya. Walau satu tamparan tetapi lebih menyakitkan dari apapun juga. Harusnya ia sadar dari awal, dengan statusnya bersama Bryan. Tak seharusnya dia menyukai saudara biologis nya sendiri, karena sampai kapanpun hubungan mereka tak akan pernah mendapat restu, mereka berdua tak akan pernah mencapai kebahagiaan walau sujud sekalipun. Hubungan terlarang antara dirinya dan Bryan benar-benar tak bisa dilanjutkan. Harusnya Keana sadar! Bahkan secara tak langsung Bryan tak menganggap dirinya sebagai orang yang spesial melainkan hanya menganggap dirinya sebagai saudara saja, tak lebih.
Sementara Bryan, tengah merutuki ucapannya yang terlampau menyakiti wanita yang masih berada di pangkuannya. Setelah berkata seperti itu badan Keana menegang, bahkan wanita itu sekarang tengah memainkan jari-jari tangannya sembari menunduk.
"Ah dear, maksudku tidak seperti itu." Bryan segera mencium puncak kepala Keana dengan penuh kelembutan. Sementara yang mendapat kecupan tak bergeming sedikitpun, wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tapi demi Tuhan, Bryan mengucapkan kata itu hanya bercanda saja, ia tak tahu kalau efeknya akan seperti ini.
"Kau benar, Bryan. Kita saudara." lirihan dari bibir wanita yang ia sayangi itu membuat hati Bryan merasa sakit. Dia seperti pria yang sangat jahat sekali. Dalam satu hentakan, kini Keana sudah duduk menghadap Bryan. Pria itu segera membuka masker yang menutupi mulutnya.
Di tatapnya mata kepala Keana yang sedang menunduk, dia menggeram kesal dengan dirinya sendiri. Bryan mendongakkan kepala Keana dengan sebelah tangannya. Refleks Keana pun menatap wajah Bryan.
"Apa kau lapar, baby?" tanya Galins pada Keana. Galins membawa Keana ke atas pangkuannya, sedangkan Keana lebih memilih menenggelamkan wajahnya di d**a Galins. Jujur saja, tak ada hal yang ingin Keana lakukan dan minta kepada Tuhan selain lepas dari penjara ini, lepas dari ruangan yang sumpek ini. Ia ingin dirinya dan Galins selamat dan cepat kembali.
Sebenarnya selain memikirkan adiknya yang sedari tadi gerak-gerik seperti orang yang tengah ketakutan, Galins juga memikirkan Alice yang sekarang keberadaannya masih dipertanyakan. Dia tak sedikitpun bertemu dengan kekasihnya saat kejadian itu, dia juga tak melihat Cleo. Apakah Cleo dan Alice berada dimobil lain? Atau mereka hanya membawa dirinya saja. Ah sepertinya itu sangat tidak mungkin. Alice pasti berada dalam mansion yang sama dengan dirinya, tetapi tempatnya cukup jauh.
Alice pasti sudah dibawa oleh Alzy, tetapi yang menjadi pertanyaannya Alice dibawa kemana? Apakah diruangan lain? Sepertinya dia harus segera bertidak ia tak ingin kekasihnya kenapa-napa. Kalau sampai Alice celaka Galins tak akan pernah memaafkan dirinya sendiri. Lalu bagaimana dengan Cleo apakah pria itu juga sedang dalam keadaan susah, Galins berdoa semoga assisten nya itu ditinggal dijalan sehingga ia hanya fokus pada penyelematan ini.
Keana menggeleng di pelukan Galins, sungguh tak ada yang ia inginkan selain pertolongan segera. "Tidak kak, aku hanya tak ingin kau kenapa-napa." jawab Keana, sebisa mungkin air matanya ia tahan agar tak jatuh. Sumpah demi apapun dia tak ingin membebani pikiran kakaknya. Ya! Tentu saja pikiran Galins tak sedang diam, kakak nya itu pasti tengah memutar otaknya memikirkan bagaimana caranya selamat.
"Kau serius, baby? Aku mempunyai roti, menyingkirlah sebentar aku ambilkan untukmu. Roti nya berada disaku dalam baju ku." jika bepergian Galins akan membawa sekurang-kurangnya satu roti. Hal ini untuk mencegah kalau dirinya dalam keadaan sulit seperti ini. Dia tak pernah lupa dengan pesan daddy-Nya yang sudah berpengalaman. Roti itu gunanya untuk membuat Galins tak kelaparan.
"Tidak kak! Kubilang tidak! Aku juga mempunyai roti dari uncle Jordi. Aku akan memakannya saat lapar. Roti mu, makan lah kak, aku tak ingin kakak kesakitan walaupun hanya sedikit saja, aku tak akan rela."
Galins menyunggingkan senyum senang mendengar jawaban manis dari adiknya sendiri. "Kau tahu, harusnya aku yang berbicara seperti itu."
Kea tak menjawab dia hanya mampu tersenyum kecil saja, masih dalam pelukan Galins.
"Ngomong-ngomong, kau percaya padaku kan, Kea?" tanya Galins menatap kepala Keana yang berada di d**a bidangnya. Keana nampak nyaman berada di posisi seperti ini, dibanding dengan Zeana. Kea lah yang sering seperti ini pada dirinya.
"Tentu, aku selalu percaya padamu kak. Kau jangan mengkhawatirkan perasaanku. Aku baik-baik saja," jawab Kea. Meskipun ia yakin semua orang juga tak akan percaya jika dirinya baik-baik saja, termasuk Galins. Pria itu tak akan percaya jika adiknya baik-baik saja. Adiknya ini pasti sangat ketakutan, terbukti kalau Keana memeluk dirinya terlampau erat.
Lian terkekeh pelan, dia jadi teringat saat mereka berdua berada didalam rumah, Keana berlari ke kamar dirinya yang berada di lantai atas. Keana datang malam-malam karena tak ingin tidur sendirian, waktu itu Galins baru saja pulang, dan akan memejamkan mata. Keana tetap menjadi adiknya yang penakut, adiknya yang mempunyai banyak ketakutan, dan adiknya yang polos. Berbanding balik dengan Zeana wanita itu mempunyai sifat dan sikap seperti dirinya. Keras, tak pandang bulu jika membunuh orang, satu lagi Zeana adalah wanita yang tanggung. Tetapi kali ini, Galins membuktikan kalau Keana sama tangguhnya seperti Zeana. Keana tak selemah yang ia kira, buktinya sedari tadi Keana sama sekali tak merengek. Ia kira Kea akan merengek dan membuyarkan konsentrasinya.
"Apa kau kedinginan?" kembali Galins melontarkan pertanyaan.
Keana lagi-lagi menggeleng, ia tak ingin terlihat lemah dimata kakaknya. Ah sebenarnya opsi pertama yang menjadi motivasi dirinya adalah, ia tak ingin kakaknya malah mengkhawatirkan dirinya. Ia tak ingin itu terjadi. Galins pasti sedang memikirkan bagaimana caranya untuk bebas dari penjara ini. Dan membeli ucapan Darwin yang akan menguliti atau bahkan membuat tubuhnya menjadi daging panggang. Ah Daddy dan para uncle-Nya tak akan pernah mungkin membiarkan hal itu terjadi. Apalagi dengan Mr. Geraldo, dia akan melakukan segala cara.
"Apa kau ma-"
"Hei! Kenapa kalian berdua malah bersantai huh." tiba-tiba saja Bryan datang dari balik pintu, pria itu mampu membuat Keana membulatkan mata lantas beranjak dalam hitungan detik. Keana menatap Bryan tak percaya, bagaimana bisa dia berada di-- Ah semuanya pasti bisa, karena ulah uncle Jordi yang sangat cerdik, apakah bisa di sebut licik? Tidak! Karena ini adalah sebuah taktik.
"Kenapa kau kemari, ck mengangguk saja." berbeda halnya dengan Keana yang masih terkejut. Galins malah nampak biasa-biasa saja, seolah-olah kedatangan Bryan bukanlah hal yang aneh.
"Kau tak ingin selamat ya, dude? Ah baiklah, aku akan menyelematkan Keana saja." Bryan buru-buru memasang wajah cuek andalannya, membuat Galins menyunggingkan senyum kecil.
"Ah, kalau seperti ini aku menjadi yakin jika kita akan selamat." lirih Kea.
Galins maupun Bryan terkekeh, mendengar jawaban dari wanita cantik yang kadangkala bertingkah polos. "Secara tidak langsung kau sedang tak percaya padaku Kea."
Keana kelabakan, dia memukul bibir nya yang polos, bisa-bisanya dia berbicara seperti itu didekat Bryan dan kakaknya sekaligus. Ah dirinya memang sangat bodoh sekali.
"Hum, ah maksudku bukan seperti itu. Aku sangat percaya padamu." Galins mengangguk, dia memeluk adiknya dengan erat.
"Kau menunggu disini, apa tidak apa-apa?"
Keana mendongak, menatap manik mata kakaknya yang hitam pekat, seperti mata burung elang. "Ka..kau mau kemana?"
Galins tersenyum manis, "Aku hanya akan ke depan. Pegang ini," Galins memberikan jaket kepada Keana.
"Apa cara ini adalah benar? Kau yakin Galins?"
"Kau meragukan semuanya, Bryan?"
Bryan menghela nafas pelan, apa yang dilakukan Galins memang benar tetapi ada salahnya juga.
"Kenzie sedang berada didepan gerbang. Dia sudah menyusup. Berhati-hatilah, sekarang kita tukar baju. Dan jangan lupa gunakan masker," Galins mengangguk, tetapi Keana tak tahu tahu harus berbuat apa. Jujur saja, dia tak mengerti dengan apa yang Bryan dan Galins katakan.
Di depan wajah Keana, mereka berdua membuka baju bagian atas yang cukup tebal. Bryan menukar pakaian serba hitamnya dengan pakaian milik Galins. Hal itu semakin membuat Kea kebingungan.
Galins menatap adiknya dengan lekat lalu tersenyum pada Keana. "Bryan disini bersamamu, kau tahu aku mencintaimu sangat mencintaimu. Jadi jangan khawatir, santai dan tetap tenang, kau mengerti?" Galins mencium kening Keana cukup lama sebelum dia benar-benar pergi meninggalkan ruangan pengap untuk menggantikan peran Bryan sebelumnya. Sekarang Keana mengerti dengan jalan pikiran mereka berdua. Semoga Tuhan selalu melindungi kakaknya dan semoga saja rencana ini berhasil, agar semakin banyak orang yang menyusup ke mansion milik Mr. Darwin dan menghancurkan keluarga itu dengan segera.
***
"Kau mau berdiri terus?" Bryan memandang Keana yang masih mematung, sedangkan dirinya sudah terduduk dilantai yang cukup dingin. Sejak kejadian dimana dirinya menyatakan perasaannya pada Keana, wanita itu selalu canggung padanya. Ya! Keana tak seagresif Zeana. Mungkin jika Zeana yang berada di posisi seperti ini, wanita itu akan bertingkah kecentilan.
"Humm. Ya, aku akan duduk." Keana berjalan mundur dengan perlahan, membuat Bryan terkekeh dengan tingkah kekasihnya, sejak kapan? Entah tetapi, sejak saat itu Bryan mengklaim jika Keana adalah miliknya.
Buk
"Kyaahhhh..Bryan!" refleks Kea berteriak, sampai Bryan saja harus menutup telinga nya sendiri. Karena lama menunggu jalan Kea yang seperti siput, apalagi berjalan mundur. Tangan Keana ia tarik, sehingga wanita itu terduduk tepat di pangkuannya.
"Kau tak harus seperti ini Bryan!" Kea tak terima dengan perlakuan Bryan, jujur saja jantungnya sekarang berdetak lebih kencang.
"Kenapa? Bukankah barusan juga kau seperti ini pada Galins." bisik Bryan tepat ditelinga Kea.
Kea menggaruk tengkuknya yang sebenarnya sama sekali tak gatal. "Itu beda Bryan. Kak Galins, adalah kakakku!"
Bryan terkekeh kecil, semakin mengeratkan pelukannya pada perut Kea. Ia takut wanita yang berada dalam pangkuannya kedinginan, mengingat cuaca kali ini sangat ekstrim.
"Lalu, kita apa? Bukannya kita juga adalah saudara... biologis?"
Keana tertegun mendengar penjelasan dari Bryan, lagi-lagi kenyataan pahit itu mampu menamparnya. Walau satu tamparan tetapi lebih menyakitkan dari apapun juga. Harusnya ia sadar dari awal, dengan statusnya bersama Bryan. Tak seharusnya dia menyukai saudara biologis nya sendiri, karena sampai kapanpun hubungan mereka tak akan pernah mendapat restu, mereka berdua tak akan pernah mencapai kebahagiaan walau sujud sekalipun. Hubungan terlarang antara dirinya dan Bryan benar-benar tak bisa dilanjutkan. Harusnya Keana sadar! Bahkan secara tak langsung Bryan tak menganggap dirinya sebagai orang yang spesial melainkan hanya menganggap dirinya sebagai saudara saja, tak lebih.
Sementara Bryan, tengah merutuki ucapannya yang terlampau menyakiti wanita yang masih berada di pangkuannya. Setelah berkata seperti itu badan Keana menegang, bahkan wanita itu sekarang tengah memainkan jari-jari tangannya sembari menunduk.
"Ah dear, maksudku tidak seperti itu." Bryan segera mencium puncak kepala Keana dengan penuh kelembutan. Sementara yang mendapat kecupan tak bergeming sedikitpun, wanita itu masih sibuk dengan pikirannya sendiri. Tapi demi Tuhan, Bryan mengucapkan kata itu hanya bercanda saja, ia tak tahu kalau efeknya akan seperti ini.
"Kau benar, Bryan. Kita saudara." lirihan dari bibir wanita yang ia sayangi itu membuat hati Bryan merasa sakit. Dia seperti pria yang sangat jahat sekali. Dalam satu hentakan, kini Keana sudah duduk menghadap Bryan. Pria itu segera membuka masker yang menutupi mulutnya.
Di tatapnya mata kepala Keana yang sedang menunduk, dia menggeram kesal dengan dirinya sendiri. Bryan mendongakkan kepala Keana dengan sebelah tangannya. Refleks Keana pun menatap wajah Bryan.