Kebanyakan, mereka adalah sekumpulan orang-orang egois dan tamak dengan kekuasaan dan harta di tangan. Apa yang tak bisa mereka lakukan, coba, jika seperti itu?
Manipulasi merupakan permainan cantik dari orang-orang kaya seperti mereka.
Mereka saja saling memanipulasi demi status sosial, kekuasaan, harta, dan nama besar, apalagi cuma berhadapan dengan r a k y a t jelata semata yang tak ada apa-apanya. Kerikil kecil yang bisa disingkirkan dengan mudah.
Adegan orang kaya yang menindas orang kecil di cerita-cerita romansa dan tragedi itu benar
adanya, meski tak semua melakukan hal jahat itu, sih.
Karakter mereka pun seperti dadu yang dilempar. Tak mudah mengetahui mereka itu sebenarnya jahat atau baik. Topeng mereka bertumpuk-tumpuk hingga sulit diprediksi mana sifat asli mereka.
Mirip politisi pas masa kampanye.
Sesampai di depan apartemen mereka beberapa jam lalu, Wataru hanya mengantarnya pulang.
Lelaki itu sama sekali tidak ikut turun.
Penampilan formalnya sudah diacak-acak. Rambutnya sengaja dibuat berantakan hingga terlihat seperti baj*ngan playboy sejati.
Kacamatanya pun dibuang begitu saja ke jok belakang, toh, hanya hiasan katanya. Tidak seperti Misaki yang cupu kuadrat. Dia mengatakan hal itu dengan seringai lebar yang mengejek.
Bisa tidak, sih, dia nggak pake istilah 'kuadrat' terus? Dia memang jelek dan cupu, tapi tak seburuk itu, kok!
Di tubuhnya melekat kemeja putih dengan kancing yang sudah dibuka hingga nampaklah dadanya yang indah. Parfumnya juga disemprotkan hingga membuat sebagian kulit lehernya basah berkilau nan seksi.
Misaki sampai harus memalingkan wajah karenanya, malu sendiri.
Ia tahu kemana lelaki itu akan pergi.
Klub malam!
Jelas sekali, kan? Terlebih setelah menerima telepon dari seorang perempuan yang terdengar setengah merajuk dan mendesah lembut.
Misaki sampai bergidik jadinya.
"Ini seratus juta yen pertama. Aku tak bisa mengeluarkan uang dalam jumlah banyak dalam satu waktu karena masalah administrasi. Aku berikan seratus juta kedua setelah acara reuni besok, sisanya setelah kau menjalani hidupmu sebagai budakku."
Ia menyerahkan cek itu dengan tatapan dingin yang angkuh dan merendahkan. Rokok tipisnya dihisap pelan seraya mengamati Misaki yang masih gemetar setelah acara kebut-kebutan liar mobil mahal seperti di film Hollywood yang mendunia.
Sadako mini market itu tak bisa berkata apa-apa, kepalanya sudah pusing dan tubuhnya keringat dingin. Ia meraih cek itu dengan kasar, mata melotot.
Isi perutnya yang bergejolak ditahan cukup lama dan muntah tepat ketika mobil sport itu menghilang dari pandangannya.
"Dasar orang kaya...."
Misaki mendongakkan kepala ke langit-langit mini market, termenung memikirkan adegan menyedihkan itu.
Pada waktu itu, dirinya terasa rendah sekali.
Apa ia tak bisa memberi cek itu saat berada di apartemen saja?
Kenapa mesti di mobil setelah dari hotel?
Kayak perempuan murahan saja.
Lebih-lebih ia diperlakukan begitu oleh penerus keluarga taipan super duper kaya tajir melintir nggak bakal miskin-miskin tujuh turunan.
Misaki cemberut memikirkan hal ini.
Harga dirinya apa, sih? Benar-benar kerupuk, ya, demi lima ratus juta yen di mata sang playboy?
Ditambah aura dingin tak bersahabatnya, kental sekali dengan aura tuan muda yang suka semena-mena seperti di drama-drama tv yang ditontonnya selama ini.
"Cepatlah berlalu tiga puluh hari yang menyiksa… aku tak bisa memasukkan orang berkilau seperti mereka dalam hidupku lebih lama lagi. Bencana macam apa yang bisa terjadi nantinya? Aku tak mau terekspos dengan dunia elit yang begitu berisik..."
Kepala Yuka tiba-tiba muncul dari atas konter. "Terekspos apa? Dunia apa? Apanya yang berisik?"
"YUKA-SAN!" Misaki terkejut, tubuhnya spontan berbalik, bersandar pada seberang dinding, tangannya menyembunyikan hasil pencariannya.
"Sedang apa, Mi-chan? Kenapa kau pucat sekali? Kau kurang tidur, ya?"
Kalau dipikir-pikir, benar adanya. Sejak drama kaus kaki bau, mentalnya dikuras oleh fakta yang mengejutkan tentang kakak-beradik itu. Meski sudah cukup tidur sepulang dari kerja, tubuhnya terasa kelebihan beban. Badai yang dibawa oleh kakak-beradik itu membuat jiwa dan raganya terpilin-pilin serasa mau remuk.
"Ya… sepertinya..."
"Istirahatlah kalau begitu. Biar aku yang jaga. Tidur satu atau dua jam pasti enakan, deh, nantinya."
Wajah Misaki melunak, segera memeluk leher rekan kerjanya itu. "Terima kasih banyak, Yuka-san! Kau pahlawanku!"
"Iya. Iya! Nanti setelah itu, aku ingin tanya sesuatu, tidak begitu penting, sih. Jadi, tidak usah dipikirin. Pokoknya tidur saja dulu. Ok?" jempolnya dimajukan setinggi mata.
Sadako mini market itu mengangguk lega. Tidur lelap memang obat mujarab sempurna baginya menjalani lelahnya hidup selama ini.
Menghadapi keluarga Miyamoto butuh energi ekstra tak sedikit, khususnya untuk orang sepertinya.
Ia melangkah gontai ke ruangan belakang mini market, tulisan 'staff only' terpampang jelas di pintu itu.
Misaki mengambil sebuah tanda lagi, dan menggantungnya tepat di atas kalimat tadi.
[Jangan ganggu! Sedang istirahat!]
Sebuah pesan masuk membuat sebelah keningnya naik.
Oh! Profil tunangan palsunya sudah dikirim rupanya!
Wataru mengirim beberapa informasi tentang dirinya guna mendukung akting sok manis mereka nantinya.
Raut wajah Misaki kusut, sangat letih.
Tak sanggup membaca satu huruf pun, atau menatap layar lebih lama lagi.
Profil itu akan dibacanya sesampai di apartemen saja.
Lelaki itu mengetik apa, sih, sampai telat mengirimkan info itu? Padahal profil dirinya (yang tentu saja sudah dimodifikasi), sudah dikirim setengah jam setelah ia tiba di apartemen.
Terlalu lama menunggu file darinya, Misaki terpaksa melakukan riset sendiri hingga membuat dirinya nyaris kejang-kejang diserbu oleh keterkejutan bertubi-tubi dan emosi yang naik turun serta berpilin-pilin.
Mentalnya terombang-ambing, antara panas dan kagum dengan kebenaran yang diketahuinya.
Tidak heran reaksi berlebihan dan buas Reiko di balkon kini terasa masuk akal baginya.
Nasib apa yang menantinya kelak?
Tak mau memikirkan hal suram dan terkutuk itu, ia menghela napas panjang dan bermasa bodoh saja.
Tubuh dan mentalnya sudah tak sanggup lagi saat ini.
Ponselnya diletakkan dalam loker, menguncinya dan bergegas membaringkan tubuh pada bangku panjang yang ada di ruangan itu.
Saat dirinya mulai terlelap, ponselnya yang sedang dalam mode diam menyala dalam gelapnya loker.
[Mama is calling….]
-----------