Bab 30 Seperti Sepasang Kekasih

1939 Kata
"Wataru-kun~! Apa kau tidak salah?" seorang wanita berambut pendek mengamati dengan mata nyaris melompat keluar pada penampilan Misaki yang sudah dipermak, kacamata tebalnya diperbaiki agar melihat lebih jelas hasil karyanya. "Jangan bikin dia seperti putri dongeng. Buat dia memiliki  figur seorang wanita eksekutif gila kerja yang dingin dan kejam." Wataru duduk bertopang dagu pada kursi tunggu studio rias. Ia tampak masa bodoh, bersikap ngebos. "Hmmm... sayang sekali. Baiklah kalau begitu. Misaki-chan. Sabar, ya!" ia menepuk-nepuk pundak perempuan berponi rata itu, miris. Sudah hampir dua jam kerjanya cuma mondar-mandir kamar ganti dan mencoba riasan sederhana. Tapi semua tak disukai oleh Wataru. Entah norak, tak pantas, berlebihan, dan berbagai kata-kata yang menjatuhkan mental Misaki meluncur dari mulutnya tiap kali ia melangkah keluar dari kamar ganti. "Siapa yang menyuruhmu buka kacamata? Pasang lagi!" bentaknya galak saat mata mereka bertemu pada cermin yang sama. Misaki tidak begitu rabun, jadi masih bisa merasakan tatapan berkobar dari lelaki itu. Kacamatanya nyaris melompat dari tangannya gara-gara teriakan kasar Wataru saat buru-buru memakainya kembali pada percobaan gaun ke tiga puluh tiga? Atau tiga puluh lima, ya? Lupa saking banyaknya baju yang mesti dicobanya. "Wataru-kun. Tenang sedikit. Pasti aku akan menemukan gaya yang cocok untuknya." Ia mendorong paksa tubuh Misaki yang berusaha menolak mati-matian masuk ke ruang ganti, tangan satunya tersampir beberapa baju lagi. "Jangan buat si iblis itu murka. Studioku bisa gawat, Misaki-chan." Sudut bibirnya tertahan. Mereka berdua hanya bisa melengos pasrah. Kekuatan mengintimidasi iblis satu itu susah untuk dibalas. Setelah beberapa saat sibuk mempermak Misaki, perempuan berambut pendek itu menghela napas panjang. "Aku yakin model ini sesuai kriteria yang dimintanya. Kau hanya perlu memasukkan sedikit akting sebagai roh penampilanmu. Ok?" ia memberi isyarat tangan, raut wajahnya tampak lelah melayani keinginan lelaki itu. Misaki mengangguk patuh. ***  "Ingat semua yang kau pelajari selama ini. Jangan bicara kalau tak diajak duluan. Makanan terpisah antara formal dan non-formal pada sesi tertentu. Nikmati saja makanan di meja hidangan kalau kau sudah bosan. Jika ada yang mengganggumu, cukup berikan tatapan tajam dan tegas, usahakan bahasa tubuhmu seolah-olah angkuh dan bermusuhan. Intimidasi mereka dengan auramu. Penampilan lebih kuat daripada kata-kata. Mengerti?" Misaki berusaha mengejar ketinggalannya menuju lift. Sebagai penulis, tentu saja Misaki paham sekali hal ini, tapi ia tak mau menanggapinya. Pikirannya terusik oleh hal lain. "Aku masih belum mengerti tujuan datang ke reuni ini dengan membawa tunangan palsu. Sebenarnya tujuan Toshio-san, apa?" Ia melirik Wataru, penampilan lelaki itu tampak elegan dan kuat, rambutnya tidak seperti saat di hotel suami Reiko, gayanya seperti sehari-hari tapi ditata lebih rapi dan keren. Ia pun tak memakai kacamata. Di tubuhnya melekat jas formal hitam dengan dalaman jas vest senada yang menampakkan dasi abu-abu bergaris pada kemeja putihnya. Saputangan merah kecil menonjol sedikit di saku kirinya. Melihat penampilan lelaki itu yang tampak sedikit santai, hati Misaki menjadi kecut. Lelaki rupawan macam Toshio, mah, apa saja yang dipakainya bakal terlihat keren. Sementara ia sangat formal, tegas, dan elegan. Lebih mirip rekan bisnis daripada tunangannya. Tapi memang benar, sih. Figur yang diberikan Suzuki membuatnya jadi wanita dingin dan tinggi seperti di drama genre detektif, tapi bukan sebagai protagonis, melainkan antagonisnya. Gaun yang dipakainya hitam ketat sebatas lutut. Kerahnya agak lebar sedikit, tapi tak cukup menampilkan selangkanya. Lengannya sangat pendek, dan di kedua sisinya ada tambahan lengan menjuntai mirip mantel nyaris mencapai batas lutut. Dan rambutnya ditata elegant updo, sebuah jepitan bunga putih berkilau melekat di bagian belakang rambutnya. Tak lupa bibirnya diberi lipstik warna merah sedikit gelap. Bagian yang membuat dia tampak hidup adalah perhiasan yang dipilih oleh Wataru sendiri—Sebuah kalung liontin berlian model sederhana terpasang indah di lehernya. Di tangannya pun berhias berlian dalam bentuk gelang luwes selebar kira-kira satu setengah senti meter. Karena takut kejadian di tangga apartemen terulang, sang playboy memerintahkan sang penata mode memberi sepatu silver dengan hak sedang. Misaki merasa dirinya seperti bukan akan menghadiri reuni kampus, melainkan sebuah pemakaman mewah keluarga bangsawan ala-ala monarki. "Kau sudah baca filenya?" "Ah! Itu!" tangannya bergegas membuka tas genggam hitam seukuran dompet, tas kecil itu bertahtakan tiga batu safir biru gelap yang membuat Misaki mesti memegangnya kuat-kuat. Batu safir itu adalah kualitas terbaik dunia. Ia tak mau membayangkan dirinya kehilangan tas dan dipenjarakan oleh lelaki itu atau menjadi  b u d a knya seumur hidup. Belum lagi dengan seluruh benda yang menempel di tubuhnya, ditaksir bisa mencapai ratusan ribu dollar, selain tas genggam itu tentunya. "Ingat. Jangan pasang tampang kikuk atau canggung," matanya mengamati tangan Misaki yang hati-hati membuka tasnya. "Ba-baik." Saat ia menatap layar ponselnya, mukanya pucat pasi. "Ada apa?" "Aku lupa isi ulang baterai ponselku…" suaranya mengecil. Misaki bodoh! Umpat sang wanita dalam hati. Ia terlalu asyik sepulang kerja mengerjakan webnovelnya hingga nyaris lupa segalanya. Wataru bahkan mesti menggedor-ngedor pintunya saat hendak pergi bersamanya. Bahkan mengomelinya tiada ampun sepanjang jalan menuju studio rias. Tunangan palsunya mendecakkan lidah, tampak ingin marah tapi ditahannya. Dari saku celananya, ia menyerahkan ponsel miliknya ke Misaki. "Toshio-san?" "Kuncinya seperti ini. Sangat sederhana. Kau buka saja email keluarnya, baca filenya sembunyi-sembunyi di acara nanti." Telunjuknya digerakkan pada layar ponsel di depan Misaki. "A-anu, Toshio-san. Apa tidak apa-apa?" tangannya yang siap meraih ponsel, ditariknya mundur. "Apanya?" sebelah keningnya terangkat. "Itu… Itu, kan, ponsel pribadi Toshio-san. Apa pantas aku memegang lalu melihat isinya sesuka hati?" pelipis kanannya digaruk tak jelas. Wataru tampaknya baru menyadari tindakannya itu, ia diam tak berkata apa-apa sesaat. "Kalau begitu jangan lihat yang lain selain email keluar." Ia menyodorkannya ke telapak tangan Misaki, berjalan keluar lift pada lantai tujuan. "Ta-tapi, Toshio-san!" langkahnya buru-buru mengejar lelaki itu. "Jangan sampai melakukan kesalahan. Paham?" Si dewa bisnis meraih lengan Misaki, sempat ditolak oleh perempuan berponi rata itu, tapi mata lelaki itu setajam laser hingga ia tak berkutik. Bulu kuduknya merinding dengan sikap sok mesra mereka. Ia bertanya-tanya dalam hati, apa lelaki itu tak menyadari dirinya terus-terusan merinding dibuatnya? "Miyamoto Wataru-sama!" seorang lelaki paruh baya dengan wajah bulat berkacamata tebal menghampiri mereka. Posturnya agak gemuk, meski cukup tinggi. "Kobayashi-sama!" Wataru memberi hormat, diikuti Misaki yang sedikit kikuk. "Ah! Tidak perlu begitu. Saya jadi malu sendiri. Jangan pakai -sama. Cukup –san saja. Biar sedikit lebih dekat." Lelaki bernama Kobayashi itu tertawa bangga. "Kobayashi-sama adalah orang hebat di bisnis retail. Bagaimana saya bisa berlaku seenaknya." "Dipuji oleh seorang dewa bisnis muda seperti itu rasanya luar biasa. Omong-omong, siapa wanita muda cantik ini?" matanya melirik Misaki. "Dia tunangan saya, Akabane Merry." Misaki cepat-cepat memberi hormat, senyumnya dibuat semanis mungkin. Entah berhasil atau tidak dengan penampilan pemakamannya itu. "Oh! Saya tidak tahu anda sudah bertunangan. Kenapa tidak mengundangku, Miyamoto-sama." "Acara pertunangannya hanya bersifat pribadi. Jadi tak begitu terekspos. Dan mohon jangan memanggil saya dengan –sama lagi. Saya yang merasa tidak enak." "Kalau begitu Miyamoto-san?" ia tampak sumringah, keningnya naik sebelah. Wataru tersenyum. Hoh?! Bisa juga dia punya tata krama begini? Komentar Misaki dalam hati, kesal entah kenapa. Tatapan menyipit diarahkan pada tunangan palsunya itu. "Akabane-san sungguh cantik, dan sedikit seksi." Kobayashi mengucapkan kalimat terakhirnya di balik punggung tangan, setengah berbisik. Wataru menyenggol bahu Misaki, sadar bahwa ia yang dimaksud. Maklum, akting tunangan palsu ini lumayan merepotkan. "Terima kasih, Kobayashi-sama." "-san saja." Ia kembali tertawa. Lalu dengan tampang serius ia berkata, "tak kusangka Miyamoto-san adalah lelaki berkelas dan terhormat, tidak seperti rumor yang beredar." "Rumor?" ia pura-pura bodoh. "Ah… rumor bahwa anda itu adalah seorang playboy tak tahu diri. Tapi melihat anda menggandeng seorang wanita elit dan tegas seperti Akabane-san, kurasa itu mustahil sekali." Rumor? Misaki menatap lekat-lekat tunangan palsunya. "Oh! Rumor itu? Maaf, kan, saya, tapi dulunya itu benar. Namun, semenjak bertemu belahan jiwa saya ini, semuanya berubah. Dia adalah satu-satunya wanita yang paling saya cintai sekarang dan untuk selamanya. Bukan begitu, Merry-chan?" Wataru berbisik di telinganya pada akhir kalimat. Hati Misaki kacau balau bukan main, antara malu dan panik dengan tingkah sok romantisnya. Kobayashi sampai memalingkan wajahnya dari pemandangan yang bikin iri hati itu. "Iya, Wa-" bibirnya kelu menyebut nama pemberian lelaki itu, ini adalah pertama kalinya ia akan menyebutnya secara langsung. Rasanya aneh sekali. "Wa?" Secara sembunyi-sembunyi, Wataru memberikan tatapan galak. "Iya, Wata-chan, sayang. Kau hanya untukku seorang." Tangannya yang gemetar disentuhkan pada  d a d a Wataru kuat-kuat, rasanya ada dorongan keras untuk mencekik leher lelaki itu, tapi ditahan mati-matian. Alih-alih demikian, ia merapikan dasinya saja. Tersenyum lembut dibuat-buat. Wataru yang mendapat reaksi Misaki di luar dugaan, cukup terkejut tapi tak mengatakan apa-apa. "Sungguh romantis! Aku tak mengira sosok dingin dan keras dewa bisnis kita ini bisa bermanja-manja dan takluk di tangan wanita sekeren Akabane-san." Kobayashi merona sendiri jadinya. Tangan Wataru menarik tubuh Misaki lebih erat padanya. "Dia mengubah duniaku dengan cara yang luar biasa. Merry-chan seperti malaikat yang diturunkan dari langit untukku." Dia berdehem sekali, wajahnya merona. "Maaf karena berlaku tidak sopan, Kobayashi-san." Pintar sekali dia berpura-pura! pekik Misaki dalam hati, wajahnya berubah suram. Ngeri sendiri. "Jangan sungkan! Jangan sungkan! Aku lega Miyamoto-san akhirnya menjadi pria setia. Masa lalu biarlah masa lalu. Kurasa Akabane-san memang pasangan yang cocok sekali. Pantas sebagai pendamping dewa bisnis bertangan dingin ini. Aku…" dia berdehem beberapa kali, agak ragu-ragu mengatakan kalimat selanjutnya,"kalau tidak keberatan, apa Miyamoto-san, bisa mengikutsertakan perusahaan kami pada proyek di Okinawa?" "Oh! Proyek itu!" "Benar. Aku tahu ini bukan tempat yang tepat membahas hal ini, mengingat Miyamoto-san sulit ditemui, jadi aku nekat saja." Ia tertawa kikuk. Lelaki tampan itu tersenyum kecil. "Tentu. Kenapa tidak. Silahkan ajukan proposal perusahaan Kobayashi-san. Akan saya beritahu langsung pada bagian yang bertanggung jawab." Bola mata lelaki itu membesar, cerah sekali tampangnya. Seperti baru saja menang lotere seumur hidup. Lelaki ini sebenarnya siapa, sih? Misaki sekali lagi memandang ngeri padanya yang masih tersenyum. "Akabane-san. Ikat kuat-kuat tangan dan kaki, serta leher Miyamoto-san. Dia itu banyak yang incar, loh! Pria langka yang sempurna!" Kobayashi berbisik jenaka pada Misaki, tampak ingin membuat Wataru terkesan. Misaki hanya tersenyum lembut, dalam hati ia meringis dengan fakta di lehernya terjerat lima ratus juta yen pada pria itu. Wataru diam-diam tertawa kecil mendengarnya. Usai berbincang-bincang sejenak, mereka pun berpamitan satu sama lain. Rupanya Kobayashi sedang menghadiri acara pernikahan rekan bisnisnya di ruangan seberang hotel itu, dan terpaksa mengakhiri percakapan langka mereka, kentara dari nada suaranya yang kecewa. "Ikan yang tak dipancing pun datang. Hebat juga kau, Misaki." Ia melirik melalui bahu kanannya, tersenyum licik. "Apa? Aku kenapa?" perempuan itu salah tingkah. "Ayo. Ruangannya di sebelah sini." Ia berjalan angkuh meninggalkan Misaki yang masih terbengong-bengong di belakang. Misaki belum beranjak dari tempatnya, kebingungan dengan suasana elit, serta percakapan tak dimengertinya membuatnya seperti orang bodoh berkostum Halloween saja. Apa tujuan lelaki itu sebenarnya? Apa susahnya, sih, memberitahunya sedikit saja rencana sok misteriusnya itu? Bisa saja jadi lebih mudah, kan? Tameng? Kira-kira, apa seperti tadi maksudnya? Atau ada maksud lain dirinya dijadikan tameng? Pikiran Misaki berputar-putar, sulit memahami semua informasi sepotong-sepotong yang ada. "Oi, Misaki-chan! Cepat kemari!" teriaknya galak dalam nada yang sedikit rendah. Terkejut, Misaki tergopoh-gopoh kecil ke arahnya. Duh! Tidak keren sekali dia saat ini! "Merry-chan! Kenapa Misaki-chan?" protesnya, mengingatkan. "Tidak ada orang di sini. Cerewet sekali kau!" ia menyentak lengan Misaki kuat-kuat, menggiringnya menuju pintu ganda besar yang terbuka lebar beberapa meter jauhnya. "Misaki-chan?" ulang seorang lelaki dengan suara merdu dan manis, ia baru saja melangkah keluar dari lift beberapa detik lalu dan menangkap basah pasangan tadi sedang bertengkar manja. "Benar. Misaki-chan, rupanya," sebagian wajah pendatang baru ini tertutupi oleh bayangan tanaman hias yang cukup tinggi, hanya bibir tipisnya saja yang tersentuh oleh cahaya temaram lampu dinding,"heeeee… ketemu juga," nada suaranya terdengar jenaka nan riang, senyum puas menghiasi bibirnya. ***  ----------- *Catatan Penulis NOVEL INI HANYA BISA DIBACA DI: 1. W*BNOV*L  (GANTI TANDA * DENGAN HURUP E ) 2. DREAME / INNOVEL GRATISSSS ALIAS TIDAK AKAN DIGEMBOK SAMPAI BATAS WAKTU YANG TIDAK DITENTUKAN. F A C E B O O K   AUTHOR:  NATSUMI HIKARU ================    
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN