Pertemuan singkat dan menegangkan tadi membuat Misaki masih merasakan intimidasi yang nyata.
Beberapa hari belakangan ini sungguh menguras energinya.
Permintaan sang playboy, bertemu Eikichi, dan terakhir Miyamoto-san membuatnya tak habis pikir dosa apa yang ia perbuat di masa lalu.
Kamar apartemennya sunyi. Sepertinya lelaki itu belum balik juga. Ini, kan, sudah hari ketiga. Apakah dia lupa? Entah kenapa dia sedikit kecewa.
Hah?
Kecewa?
Kenapa?
Kecewa karena tak jadi dengan rencana mereka, atau karena uang lima ratus juta yen akan melayang begitu saja? Kalau dipikir-pikir, darimana lelaki itu bakal mendapat sebanyak itu sebagai bayarannya? Itu jumlah yang tak sedikit. Kerja rodi sampai hidungnya mimisan pun ia tak akan mampu mendapat uang sebanyak itu dari hasil kerja paruh waktunya. Untungnya saat ini dia bisa bertahan sebagai penulis.
Pekerjaan lelaki itu apa, sih? Ini baru terbersit di benaknya.
Jika dilirik dari penampilannya, mungkin ia seumuran dengan Misaki. Pekerjaan apa seusia dia yang bisa menghamburkan uang sebanyak itu demi acara resmi sehari?
Perasaannya tak enak.
Selama ini, dari cerita n****+ atau komik yang ia amati, hanya ada beberapa jalan mendapat uang dengan mudah seperti air keran terbuka di usia seperti itu, salah satunya adalah perbuatan melanggar hukum alias kriminal.
Tunggu!
Sebuah dugaan menusuk otaknya dengan cepat, pikiran buruk merayapi otaknya.
Di-dia bukan GIG*LO, KAN???
Napas Misaki tercekat memikirkannya.
Selama ini, dia memang suka membawa banyak wanita ke apartemennya dan sama sekali tak ada yang protes, bahkan sampai suara-suara tak menyenangkan dan memalukan terdengar pun, para penghuni apartemen tak ada yang muncul dan memaki-makinya karena berbuat tak senonohnya. Disuapkah mereka?
Pikirannya berkeliaran ke mana-mana, jika sampai benar ia seperti itu, maka uang lima ratus juta yen yang akan diterimanya adalah uang instan yang dikumpulkan dengan cara yang membuatnya mual!
Memikirkannya saja dengan banyak wanita membuat bulu kuduknya merinding, perutnya bergejolak hebat.
Tubuhnya terlalu lelah saat ini, maka disimpan-nyalah pemikiran rumit itu sejenak. Ia meraih boneka beruang besar, menyandarkannya ke tembok lalu tidur di pangkuan boneka itu.
Rasanya, badannya remuk redam setelah bekerja semalam suntuk.
Tidur adalah obat terbaik untuk pikirannya saat ini. Semua hal buruk dan membuat hatinya cemas disingkirkannya jauh-jauh.
Sebelum menutup mata dan memasuki dunia mimpi, ia tersenyum ke arah foto keluarganya.
Eikichi...
Tetangganya sejak kecil.
Senpai panutannya.
Meski ia tak membenci Eikichi, namun ia tak mau menyentuh apa pun yang berkaitan dengan masa lalunya yang buruk, tidak jelas, dan penuh rasa horor mengintimidasi.
Bagaimana mungkin dia dengannya santai menanggapi kemunculan Eikichi dalam hidupnya kembali setelah tragedi itu?
Otaknya sudah tak waras, kah?
"Apakah semua akan baik-baik saja?" ia tersenyum samar-samar. "Ayah, cepatlah sadar... firasatku buruk sekali dengan kehadiran Eikichi..."
Ia pun tertidur lelap dalam kesunyian pagi itu.