Sekali lagi, Icha masih tidak menyangka kalau Kak Evan yang Icha lihat selama ini, baik, alim, selalu shalat tepat waktu, bisa sebejat tadi.
Icha... Icha dengan lapang hati memaklumi tentang kesalahan fatal Kak Evan tadi malam. Laki-laki itu tidak sengaja menodainya. Laki-laki itu mabuk.
Tapi, kenapa dalam keadaan sadar, bisa-bisanya Kak Evan menjadi seorang penjahat yang sangat b***t. Ingin menjadi pembunuh darah dagingnya sendiri.
Icha menggigit bibir bawahnya kuat melihat... melihat ada noda darah di sudut bibirnya....
Icha menyentuhnya pelan, sssst... ringisan sakit reflek keluar dari mulut Icha.
"Sakit... bahkan bibirku sampai robek di buatnya."Ucap Icha dengan raut wajah yang ingin menangis lagi, tapi Icha tahan sebisa mungkin tangisan dan air matanya yang ingin keluar.
Dan kembali, bagai kaset rusak, ingatan tengang kejadian kelam semalam, menyapa telak otak, kedua mata, dan hati Icha.
Bel rumah berbunyi tanpa henti, pukul 1 dini hari, membuat Icha yang hendak tidur setelah memakan mie instan yang Icha buat karena lapar, urung. Icha kembali bangun dari baringannya. Keluar kamar dengan takut-takut untuk melihat siapa yang bertamu di tengah malam seperti ini.
Pasalnya tidak ada orang selain dirinya di rumah. Ua dan Kak Putri sedang ada di Jakarta. Satu orang pembantu mengambil cuti selama 1 minggu. Di rumah hanya ada Icha dan juga Kak Evan.
Kak Evan yang pamit pergi dengan nada dingin dan wajah tak bersahabat pada Icha, pada pukul 9 malam tadi, dan Kak Evan yang suruh Icha jangan buka pintu apabila ada yang ketuk atau pencet bel. Itu pasti orang lain, karena aku tidak akan pulang malam ini. Ucap Kak Evan tegas. Membuat Icha was-was dan takut.
Tapi, di saat Icha mengntip karena bel di pencet dengan sangat berisik. Icha kaget bukan main, Kak Evan lah orang yang memencet bel.
Kak Evan yang bertelanjang d**a dan bahkan untuk berdiri laki-laki itu tidak sanggup. Membuat Icha reflek membuka pintu dan langsung memapah tubuh Evan yang hampir roboh terjatuh menghantam lantai.
Tapi.... Tapi belum sempat Icha dan juga Evan yang di papah Icha melangkah masuk ke dalam rumah.... Evan dalam sekejap mengunci pergerakan Icha dan membungkam mulut Icha yang ingin berteriak dengan mulutnya. Evan memagut, menggigit, mengulum, menghisap bibir Icah kuat sampai rintihan sakit berhasil lolos dengan susah payah dari mulut Icha dan dalam sekejap dan entah kekuatan dari mana, Kak Evan yang terlihat linglung bisa merobek baju tidur Icha dan tanpa bisa di cegah bahkan dalam keadaan berdiri di ambang pintu, dengan sekali dorongan, milik.... milik Kak Evan menembus selaput darah....
"Tidak! Sangat menjijikkkan dan menyeramkan untuk di ingat...."Ucap Icha sambil menggeleng kuat. Dan Icha dengan langkah lebar, menuju shower. Kepala Icha terasa panas, kepala Icha rasanya ingin meledak. Icha butuh mandi saat ini, berharap, ingatan pahit tentang semalam, bisa sedikit hilang dari pikiran dan ingatan Icha...
***
Sakit... sumpah, sakit sekali pusat intimnya di bawah sana. Ibarat luka, luka yang di peras dengan air jeruk, terasa perih dan panas membuat Icha tak berdaya hanya untuk memakai pakaiannya yang sudah Icha ambil dalam ranselnya. 5 pasang pakaian yang belun sempat Icha susun di lemari. Dan Icha masih dengan handuk sepanjang lutut yang membungkus tubuh tanpa busananya, duduk dengan raut sakit sambil memeluk perutnya kuat.
Icha juga saat ini, merasa menggigil padahal Icha mandi air hangat tadi, bukan mandi air dingin.
"Kenapa terasa sakit, Tuhan. Rasanya aku mau mati...."Ucap Icha terpatah-patah.
Dan tidak sanggup dengan rasa dingin yang semakin melandanya, Icha nekat bangun dari dudukannya, Icha ingin pakai bajunya. Tapi, baru sedikit b****g Icha terangkat. b****g Icha kembali terhempas duduk di saat rasa sakit dan perih 1000 kali lipat menghantam pusat intim Icha di bawah sana.
Dan sudah cukup, tidak ada pilihan lain, Icha sepertinya akan minta tolong pada Kak Evan.
Tapi, belum sempat mulut Ica teriak panggil nama Evan.
Brak
Pintu kamar yang tidak Icha kunci, di buka kasar oleh----Kak Evan yang wajahnya terlihat sangat datar saat ini di depan sana, tapi raut datar Evan berubah merah di saat Evan melihat penampilan Icha saat ini.
"Segera pakai pakaianmu, Icah..."perintah Evan tegas, dan Evan juga secepat kilat sudah berdiri membelakangi Icha, siap untuk keluar dari kamar Icha. Menunggu Icha di luar.
Tapi, belum sempat Evan melangkah... Icha...
"Sakit, Kak... Sakit. Tolong, Icha. Dingin...."Ucap Icha susah payah di depan sana bahkan Icha juga dengan lemah dan hati-hati membaringkan tubuhnya. Tubuhnya yang terlihat semakin menggigil saat ini. Icha benar-benar merasa sangat dingin saat ini dengan Evan yang dalam waktu seperkian detik, sudah berdiri tepat di samping ranjang Icha. Menatap tajam dan dalam wajah Icha yang pucat.
Dan tanpa kata, pertama-tama yang Evan lakukan yaitu mengambil selimut dan membungkus tubuh Icha yang tak sopan saat ini. Bahkan handuk yang melilit tubuh Icha simpulannya hampir terlepas dan untung saja bersmaan dengan simpulan handuk icha yang terlepas, selimut tebal sudah menutup tubuh Icha saat ini.
Icha di saat selimut sudah membungkus tubuhnya. Sudah merasa sedikit hangat. Sudah tidak semenggigil tadi.
"Terimah kasih, Kak Evan..."Ucap Icha tulus.
Evan, membuang wajahnya dingin kearah lain, tapi dalam waktu seperkian detik. Evan kembali menatap kearah Icha. Icha yang kedua matanya terlihat terpejam lembut saat ini.
Dan Evan terlihat menarik nafas panjang, lalu di hembuskan dengan perlahan oleh laki-laki itu.
"Icha..."Panggil Evan pelan.
Kedua mata Icha reflek terbuka dan menatap lemah dan tak bertenaga kearah Evan. Evan yang menatapnya dalam. Bahkan dengan tatapan yang sangat-sangat dalam membuat jantung Icha entah kenapa rasanya ingin meledak di dalam sana.
"Ya, Kak Evan..."Ucap Icha susah payah.
"Maafkan kakak, lupakan ucapan kakak yang tadi,"
"Belum tentuk kamu hamil, ...."
"Ya, semoga aku tidak hamil karena kejadian semalam..."potong Icha dengan suara gemetar ucapan Evan.
Evan yang terlihat menyugar rambutnya kasar dan frustasi saat ini.
"Tapi, kalau kamu hamil...."
"Kamu...."
"Aku harus apa, Kak Evan. Selain tidak melakukan ucapan kejam kakak tadi..."
"Agar nama kamu tidak rusak, tidak jelek di mata keluarga dan mata masyarakat, anak kita tidak lahir di luar pernikahan, tanpa ada ikatan pernikahan... kamu... kamu Icha harus minta nikah sama pacarmu atau kalau kamu tidak ada pacar, kamu minta tolong sama teman laki-lakimu. Minta tolong nikahi kamu dan minta tolong akui anak itu menjadi anaknya...."
"Terus kakak hanya cuci tangan?"Potong Icha pahit ucapan Evan.
Evan yang saat ini terlihat menjambak rambutnya kasar dan menatap tajam wajah Icha. Icha yang menahan nafasnya kuat, menanti cemas ucapan yang akan keluar dari mulut Kak Evan....
Tak sabar, Evan lama balas ucapan, Icha mengulang kata-katanya di atas...
"Lalu Kakak dengan enaknya hanya cuci tangan...."
"Bukan begitu sialan! Aku pusing dan hanya itu ide yang ada dalam kepalaku. Dan itu lebih baik bukan,? Dari pada kita dosa besar dengan menggugurkan anak itu nantinya???!!!"
tbc