Inilah yang gue suka ada di antara kalian. Kalian itu terlalu baik dan terlalu humble untuk di ajak berteman, hingga membuat aku mider untuk mendekati kalian. Karena kalian orang baik.
-Anya Putri Vania.
"Ambekan amat lo jadi cowo heran gue. Cimit betah ya sama lo yang kelakuannya absurd kek gini. Kalo gue jadi Cimit gue tinggalin lo," dumel gue.
Mendengar jawaban gue, Kak Oni langsung menatap gue dengan tatapan datarnya. Gue hanya tersenyum simpul ketika melihat ia menatap gue dengan datar, karena itu selalu di lakuin sama dia kalau gue lagi ngebully gue.
"Astaga Cimit! Main uber hem kali yak ada cimit-cimitan," ucap Apri sambil tertawa kencang.
“Lo beneran ngomong ke Mita Cimit? Ahahahhaha sumpah kocak banget panggilannya lo Anya,” ledek Kelvin.
“Dih suka-suka gue kali, lagian juga ya kalau misalnya yang manggil Cimit juga Cuma gue doang. Yang lain gak boleh ikutan,” cibir gue.
“Emang sebenarnya apa kepanjangan Cimit?” tanya Fajar dengan bingung.
"Cimit itu artinya Ci Mita gue selalu manggil dia Cimit. Karena unyu nama Cimit gitu," ucap gue sambil tersenyum manis di hadapan mereka semua.
Gue pun merasa risih dengan tatapan seseorang, entah gue yang memang ke-gran atau memang ini semua kenyataan. Gue sekarang merasa kalau ada seorang cowo yang merhatiin gue dengan tatapan mengagumi. Semenjak Sam gak ada, jarang ada cowo yang natap gue kayak gini. Gue pun menepis pikiran tentang cowo itu.
"Oh ya, nama lo siapa?" tanya Mb Widna.
"Anya Putri Vania. Kalian bisa panggil gue Anya. Gue mahasiswa fakultas pendidikan. Dan bulan depan gue wisuda, bagi kalian yang mau ngirim bucket bunga sok atuh mangga. Di tunggu!" ucap gue sambil tertawa pelan.
"Kode banget. Mau bucket bunga apa medali emas?" tanya Kelvin dengan tegas.
"Medali emas gue udah pesen sama seseorang kemarin. Tapi, kalo ada yang mau ngasih lagi gak papa. Dd ikhlas menerimanya dengan lapang d**a hahaha," ucap gue sambil tertawa pelan.
“Dasar, orang tuh di mana-mana pas wisuda yang koar-koar ini mah belum apa-apa udah koar. Bingung gue sama manusia macm Anya ini,” cibir Kelvin.
“Dih, suka-suka gue ya. Jelas-jelas gue yang ngomong ko malahan lo yang sewot.”
“Dih, males amat sih gue kalau sewot sama lo. Udah nanti gue bawain aja bucketnya kalau begitu,” jawab Kelvin dengan santai.
“Nah, benerkan Mb apa yang gue bilang. Kalau dia tuh beneran gak seperti yang kalian pikirin. Manusia satu ini akan datar kayak triplek kalau baru ketemu sama orang baru,” jelas Fajar.
“Emang ada apaan?” tanya gue dengan bingung.
Semua cewe yang berada di sana menatap gue dengan tatapan yang tak enak hati. Gue langsung menatap Lili dengan tajam dan bertanya apa yang terjadi saat ini.
“Eh, ada apaan emangnya? Kalian jangan takut sama aku atau gak enakan ahahaha, serius ini canggung banget. Ada apaan?” tanya gue dengan bingung.
"Ka maafin kita semua ya," ucap Ribi mewakili yang lainnya. Mendengar ucapan Ribi seketika suasana jadi sendu, gue bingung ada apa sebenarnya di sini.
"Loh, maaf buat apa?" tanya gue heran.
"Maaf banget kita ngiranya Kakak itu sombong. Kakak itu dingin. Kakak itu jutek, jahat, dan masih banyak lagi. Sekali lagi maaf ya Ka," ucap Ribi, mendengar pengakuan dari Ribi gue langsung tertawa lepas. Mereka semua yang ada di situ langsung menoleh keheranan melihat gue yang tertawa lepas seperti itu.
"Hahaha kalian gak salah ko. Aku yang salah. Aku kalo baru ketemu orang ya memang gitu. Jadi, wajar kalau kalian menilai aku seperti itu hahahaha. Lagian aku juga udah biasa ko kalau di bilangin sama orang banyak itu jahat, jutek, dan sombong," ucap gue sambil terus tertawa.
"Nya, ini lagi serius bukan bercanda," ucap Ka Oni ke gue.
"Ya, gue juga serius Kakak. Kak asal Kakak tau ya, semua orang itu banyak yang bilang gue sombong, dkk. Jadi, ya santuy aja udah biasa gini di pandang sebelah mata. Kan yang tau gue itu, gue sendiri jadi gak perlu di ambil pusing ucapan orang banyak itu. Ambil yang baik buang yang buruk udah kelar," jawab gue dengan santai dan di balas tatapan tak enak hati dari mereka semua.
"Sorry ya," ucap Mb Widna sekali lagi.
"Santuy Mb, udah gak usah di bahas lagi. Yang penting kalian udah tau gue sekarang jadi, jangan kaget lagi."
Gue pun langsung melihat keadaan di luar pintu keluar. Seketika gue ngerasa ada yang aneh dalam diri gue dan banyak sekali bayangan hitam muncul di mata gue yang membuat gue sesak. Sebuah anak panah akan mengarah ke arah Kenzo.
Ntah itu benar atau engga gue juga masih belum yakin dengan apa yang gue lihat sebenarnya. Dan ada seseorang yang gak gue kenal sama sekali wajahnya yang melempar busur tersebut. Bayangan itu semakin lama, semakin jelas lalu menghilang begitu saja.
"Kak lo pindah gih duduk nya ke tempat Mb Widna. Nah, Mb Widna duduk tempat lo," suruh gue.
"Apaan-apaan males lah. Di situ samping ekstrak melinjo yang ada gue malahan di ledek dan di jailin mulu," dumel Mb Widna.
"Mb lo sayang gak sama Kenzo sebenernya?" tanya gue sebal.
"Gue sayang sama mereka semua Nya," jawab Mb Widna dengan mantab.
"Nah, kalo Mb Widna sayang, Mb Widna pindah ya!" ucap gue dan di bales anggukan oleh Mb Widna.
"Dah tuh Zo pindah lo!" ucap Mb Widna ngegas. Kemzo pun langsung pindah ke tempat duduk Mb Widna.
"Oalah ada yang mau modus toh!" seru Kelvin.
"Basing lo mau ngomong apa," ucap gue datar.
"Kenapa sih sebenernya?" tanya Lili dengan nada bingungnya.
"Apapun yang terjadi jangan pernah tunjukin Ashley di depan gue. Bawa yang cewe menjauh dari sini," ucap gue dengan nada yang datar.
"Emang ada apaan?" tanya Ashley heran.
"Dengar dan ikutin perintah tanpa bertanya apapun," ucap gue tegas.
Mereka semua langsung terdiam dan sibuk dengan pikiran masing-masing. Tak lama gue pun melihat sebuah anak panah melayang di belakang gue, gue langsung berbalik dan langsung menangkapnya dengan sigap. Untung nya gak ada korban karena ini.
Tapi, rasa nyeri menjalar di tangan gue karena menahan anak panah itu. Kenzo yang kaget melihat kejadian itu langsung meraik tangan gue yang memegang anak panah itu. Tangan gue memerah dan ada beberapa titik di tangan yang tersusup oleh batang kayu anak panah itu.
"Lo gak papakan?" tanya Kenzo dengan nada khawatirnya.
Gue hanya bisa mengelengkan kepala gue dengan pelan menjawab pertanyaan dari Kenzo dan fokus mencari biang keladi dari masalah ini. Mereka semua yang menyaksikan itu semua hanya menggelng takjub melihat kesigapan gua.
"Beneran keren banget lo, Nya!" puji mereka semua.
Gue hanya menatap mereka dengan jengah, bukan saatnya lagi untuk memuji seseorang. Padahal nyawa mereka saat ini terancam bahaya. Gue langsung mendekati anak panah itu.
"Sekarang bukan waktunya muji. Ashley kamu jaga yang cewe! Gak usah banyak tanya lakuin tugas kalian masing-masing!" seru gue.
"Lili jaga mereka semua jangan sampai ada yang terluka sedikitpun!" ucap gue lagi. Gue pun membaca isi surat yang di ikat di anak panah itu.
Kalau kamu sayang dengan putri kecilmu. Terimalah aku. Jika tidak maka jangan harap kau bertemu dengan putri kecilmu lagi!
-ASF.
TAK!
"SIALAN!" seru gue sambil meremas kertas itu dan mematahkan anak panah itu.
"Nya istigfar lo dah buat semua orang disini kaget dengan u*****n lo itu," ucap Lili.
Gue pun mengabaikan ucapan Lili dan kembali memperhatikan setiap sudut restoran ini. Gue melihat ada sesuatu yang ganjal di sudut sebelah kanan. Gue terus memperhatikan sudut itu dan ada satu benda yang gue tangkap disitu. Busur panah!
Gue pun perlahan meninggalkan mereka dan menuju orang bermasker yang memiliki busur panah tersebut. Dia yang menyadari kedatangan gue langsung berlari sekuat tenaga untuk keluar dari restoran.
Gue pun berdiri di depannya dan langsung melintir tangan dia dan membawa ke arah ruangan privat. Lili dan yang lain pun mengikuti gue ke ruangan itu.
BRUK!
Tanpa pakai perasaan gue mendorong dia sampai tersungkur di lantai, laki-laki itu hanya pasrah dan menerima apa yang gue lakukan tanpa melakukan pemberontakan sama sekali. Gue hanya menatapnya datar dan tajam sambil mengkode yang lain untuk melakukan tugasnya.
"Bagi yang gak kuat ngeliatnya bisa menjauh!" ucap gue datar.
Dan gue liat semua temen-temennya Ashley pada mundur kebelakang kecuali Apri yang menjauh dari ruangan ini. Untungnya ruangan ini privat dan memang di khususkan untuk gue dan temen-temen gue.
Jadi santuy, mau ngapain aja selagi gak buat celaka masih gasak! Karena ini sudah malem jadi sepi pengunjung di sini. Gue gak bisa banyangin kalo pengunjungnya rame. Apa gak nanti makin runyam juga urusannya? Gue pun menatap dia dengan tajam.
"Siapa yang nyuruh lo ngelakuin itu?" tanya gue datar. Laki-laki itu hanya tersenyum kecil kearah gue.
"Siapa pun dia. Gue gak akan pernah bilang ke lo!" ucap cowo itu dengan nada santainya.
BRAK!
Gue pun menggebrak meja dan membuat semua orang yang ada di situ terkejut. Gue hanya memasang tampang datar dan menatap dia semakin tajam saat ini. Cowo itu yang merasa gue tatap sangat tajam hanya berseringai kecil.
"Sekali lagi gue tanya sama lo. Siapa yang nyuruh lo ngelakuin ini!" ucap gue penuh penekanan. Dia pun masih terdiam dan menatap gue dengan tatapan yang sulit di artikan.
"JAWAB! PUNYA MULUTKAN LO! KALO MEMANG LO PUNYA MULUT JAWAB PERTANYAAN GUE SEKARANG JUGA!" seru gue berapi-api. Laki-laki itu masih tersenyum smirk di depan gue.
"Anda tidak berubah nyonya. Pantas saja banyak laki-laki yang mengejar-ngejar anda. Karena anda begitu manis jika marah seperti ini," goda cowo itu sambil mencolek dagu gue.
Gue yang tidak terima karena harga diri gue sudah di jatuhkan di depan umum langsung melayangkan pukulan gue kearahnya.
BUGH! BUGH! BUGH! BUGH!
Gue mukulin cowo itu dengan tanpa perasaan. Yang ada di otak gue hanya ada bagaimana caranya gue bisa buat dia menderita.
"COWO KEK LO INI HARUSNYA MATI AJA DARI DUNIA INI! KETERLALUAN TAU GAK LO!" seru gue dengan penuh amarah. Mendengar teriakan gue dia hanya berseringai kecil dan menatap kagum ke arah gue saat ini.
Lili pun menarik gue menjauh dari cowo itu supaya gue gak kelepasan. Gue pun terus memberontak agar gue bisa lepas dari Lili. Sumpah gue pengen banget ngabisin cowo itu hari ini juga.
Tiba-tiba Kenzo datang dan memegang tangan gue dengan lembut. Kenzo pun tanpa aba-aba langsung memeluk gue dan mengelus pelan kepala gue yang tertutup jilbab.
"Redam emosi lo. Lepasin di gue aja. Jangan siksa diri lo lagi buat orang lain. Gue mohon," bisik Kenzo.
Gue pun hanya terdiam mendengar bisikan dari Kenzo. Seketika amarah gue perlahan meredam. "Ada apa dengan gue? Biasanya Zack harus babak belur dulu untuk meredam emosi gue. Kenapa Kenzo cuma dengan menggengam tangan dan memeluk gue, gue langsung bisa tenang? Aneh!" pikir gue. Bukan hanya mereka saja yang bingung, gue juga bingung dengan apa yang terjadi.
"REHAN TANGKAP DIA!" seru Lili.
Mendengar seruan Lili gue pun langsung melepaskan pelukan Kenzo. Dan melihat Rehan dan beberapa orang di belakangnya menangkap cowo itu. Kenzo? Jangan di tanya dia masih merangkul pundak gue sambil menepuknya pelan. Gue pun mengernyitkan dahi.
"Bagaimana mereka bisa ada di sini? Kenapa Rehan tau kalau ada kerusuhan di sini?" batin gue bertanya-tanya. Setelah semuanya pergi emosi gue lenyap begitu saja. Dan semua orang nyamperin gue dan nanyain apa yang terjadi sebenarnya.