Setelah percakapan super kaku dengan ayahnya sendiri, Grand Duke memutuskan kembali ke kediamannya di Ibu Kota. Pria itu masih ingat permintaan sang ayah beberapa saat lalu, dan meragukan diri atas permintaan tersebut.
Dia memang sempat mendengar beberapa hal sebelum masuk ke ruang takhta. Pertengkaran sang ayah dengan kakaknya, dan cukup hebat sampai menembus pintu.
Tapi, ia juga jelas tak menyangka jika kericuhan itu malah mengenai dirinya sendiri. Dia tidak ada kaitannya, tapi harus menjadi salah satu korban dengan nasib paling malang.
Mungkin dia ahli dalam beberapa hal, tapi tidak yakin bisa berlaku demikian. Memikirkannya saja sudah begitu gila, bagaimana jika melakukan hal itu?
Yang benar saja!
Dia harus membawa seorang wanita tak di kenal ke wilayahnya, menyembunyikan wanita itu dengan aman.
Ya, benar! Yang dimaksud ayahnya adalah Luisa Montpensier, anak Duke Montpensier yang tidak pernah ditemui sama sekali.
'Bisakah membantu Duke menyembunyikan putrinya?'
Sebaris kalimat itu bukan pertanyaan, tapi perintah.
Percakapan yang kaku, permintaan yang berat, sekaligus sebuah tindakan yang sangat tidak masuk akal.
Sampai detik kereta kuda keluar dari kawasan istana, sang Grand Duke masih tak bisa menata isi hatinya sendiri.
"Yang Mulia, Anda terlihat tidak baik-baik saja."
"Benar, aku sedang tidak baik-baik saja." Grand Duke bersandar, ia menatap keluar jendela dengan wajah datar. "Ke kediaman Duke Montpensier, ada hal yang harus aku selesaikan di sana."
Mendengar perintah Grand Duke, jelas para bawahan langsung bersiap. Sang kusir pun tak banyak bertanya, walau dalam hati merasa begitu heran.
"Alen, apa kau mengenal Luisa Montpensier?"
Grand Duke melirik asistennya, berharap mendapat kejelasan. Sementara sang asisten malah berpikir keras, terlihat bingung akan tindakan yang dilakukan ke depannya.
"Tugas dari Kaisar berkaitan dengannya, jadi jelaskan sekarang."
"Saya kira Yang Mulia pernah bertemu dengannya, ternyata tidak." Alen menghela napas, bersandar guna menyamankan posisi untuk memulai cerita. "Luisa Montpensier, tunangan Putra Mahkota, dan wanita yang menduduki puncak atas dunia sosialita. Dia berambut merah, iris mata amber, wajahnya cantik. Banyak yang menggambarkannya seperti Dewi Musim Semi, tubuhnya begitu harum seperti mawar."
Penjelasan itu berakhir, membuat Grand Duke menatap tak puas. Apa hanya itu saja? Bisakah asistennya memberikan ciri-ciri fisik?
"Apa Anda tidak mendapatkan gambaran?"
"Tidak!"
"Saya akan membuat sketsanya," ucap Alen dengan wajah pucat.
"Jika itu lebih mudah kenapa kau malah bicara?"
"Yang Mulia, Anda meminta saya menjelaskan."
"Lalu?"
"Jadi saya menjelaskan, bukan membuat sketsa."
"Hentikan, dan langsung buat sketsa wajahnya dengan jelas. Kau cukup ahli dalam hal itu, dari yang kulihat kau juga cukup mengagumi Luisa Montpensier."
"Jika saya adalah Putra Mahkota, saya akan gila ketika Lady Luisa meninggalkan saya."
"Lakukan tugasmu, Alen!"
"Baik, Yang Mulia."
Percakapan dengan Alen membuat pria itu penasaran. Apa yang dimiliki Luisa Montpensier sampai terdengar sangat menawan?
Hah ... yang ia tahu wanita adalah sosok umum, mereka semua cantik, dan itu sudah digariskan sejak zaman nenek moyang. Tidak ada wanita bangsawan yang disebut wanita tampan, definisi yang ada hanya cantik dan tetap cantik.
Tiba-tiba Grand Duke merasa ada yang memerhatikan dirinya, keluar dari lamunan, lalu bertatap muka dengan Alen.
"Anda bisa melihat lukisan Lady Luisa di kastil Duke Montpensier, jadi tidak ada alasan saya membuat sketsa sekarang."
"Kau mempermainkanku?"
"Ampun, Yang Mulia. Lukisan akan lebih jelas, dan sketsa saya tidaklah secantik lukisan. Apa Anda tidak takut mengenali wanita jika melihat sketsa dari saya?"
"Ah ..." Grand Duke hanya bisa tertunduk, rambut keemasannya sedikit berantakan karena diacak-acak dengan tangannya sendiri. "Aku terlalu memanjakanmu, Alen. Kau terlihat agak berani padaku akhir-akhir ini."
"Terima kasih atas pujian Anda, Yang Mulia Grand Duke." Alen tersenyum lebar.
Tidak ada jawaban dari Grand Duke, ia hanya diam dan tak ambil pusing. Alen adalah asisten sekaligus orang yang cukup dekat dengannya selama ini. Ia akan menugaskan Alen mengurus hal-hal kecil, dan terkadang mempercayakan Alen mengunjungi wilayah kekuasaannya untuk mengamati.
Hubungan mereka cukup dekat, ada juga beberapa rahasia bersama. Rasa nyaman antar keduanya juga membuat orang berpikir mereka saudara, pertemanan tanpa memandang kasta yang paling tinggi dan juga rendah.
"Bangunkan aku jika kita sudah sampai di kediaman Duke Montpensier."
"Istirahatlah, Yang Mulia. Perjalanan kita masih cukup untuk tidur nyenyak."
••••
Waktu berlalu dengan cepat, sekitar satu jam perjalanan kereta kuda Grand Duke memasuki gerbang kastil keluarga Duke Montpensier. Suasana terlihat ricuh karena kehadirannya yang tiba-tiba, para pengawal berjaga dengan ketat, dan pelayan berlari memberikan kabar ke dalam kastil.
Tidak berapa lama, Grand Duke turun dari kereta. Alen berada di belakangnya, lalu melangkah pelan agar tidak mendahului langkah Grand Duke muda itu.
"Yang Mulia, Grand Duke, selamat datang di kediaman kami."
Grand Duke tersenyum ramah, bertatap muka secara langsung dengan Duke Montpensier yang menyambut kedatangannya.
"Silakan masuk, Yang Mulia. Maaf jika penyambutan ini begitu berantakan."
"Ini sudah lebih dari cukup, Duke Montpensier. Saya juga datang secara buru-buru tanpa pemberitahuan terlebih dahulu. Bukankah seharusnya saya yang minta maaf?"
"A-ah ... itu bukan masalah besar, Yang Mulia. Mari masuk, kita bisa bicara di dalam dan menikmati teh."
"Terima kasih," balas Grand Duke sambil melangkah. Ia sempat melirik pria muda dengan rambut merah dan iris mata berwarna violet terang di samping Duke Montpensier.
Dalam sekejap, mereka sudah berada di ruang tamu kastil itu. Duke mempersilakan tamunya untuk duduk, dan para pelayan segera datang guna menghidangkan teh bagi mereka semua.
"Yang Mulia, perkenalkan. Ini adalah Matthias Montpensier, putra kedua saya."
Grand Duke menatap Matthias. "Salam kenal, Tuan Muda Kedua."
"Salam kenal, Yang Mulia." Matthias tersenyum canggung.
Grand Duke menghela napas, ia menatap sekitar, dan berhenti pada lukisan keluarga Duke Montpensier. Melihat dengan jelas wajah cantik yang Alen ceritakan sebelum ia tidur tadi, terpesona akan aura anggun serta mahal.
Itukah wanita bernama Luisa Montpensier? Tunangan kakaknya, calon kakak iparnya, dan wanita itu juga pengantin wanita yang membatalkan pernikahan.
Ah, sungguh indah. Tatapan mata yang kuat, bibir merah muda yang begitu manis, ekspresi wajah yang anggun, hidung mancung dengan alis rapi menawan. Wanita itu sempurna, lukisan seperti hidup.
"Di mana putri Anda, Duke?" tanya Grand Duke tanpa mengalihkan tatapnya dari lukisan keluarga itu. Ia masih terpaku akan keindahan yang ada di sana, ingin bertemu dan memastikan lukisan itu asli.
"Ya?" Duke Montpensier yang mendapatkan pertanyaan tiba-tiba seperti itu jelas merasa bingung.
Grand Duke melepaskan pengamatannya, ia menatap ke arah Duke Montpensier dan Matthias dengan jeli. "Di mana Lady Luisa? Apa aku boleh bertemu dengannya?"
"Yang Mulia, maaf jika saya lancang."
Mata Grand Duke menatap Matthias, kali ini terlihat jelas ada raut tak suka dari putra kedua keluarga Duke Montpensier.
"Jika Yang Mulia datang untuk membawa adik saya ke istana dan mengurungnya atas kesalahan membatalkan pernikahan, lebih baik segera tangkap saya sebagai gantinya. Adik saya sudah dengan sangat jelas ingin pernikahan ini berakhir, Anda dan keluarga Kekaisaran jelas tak bisa memaksakan kehendak kepada keluarga kami."
"Matthias, diamlah!" Duke Montpensier menghentikan putranya dengan cepat. "Masuk ke kamarmu, biarkan Ayah yang bicara!"
"Tapi, Ayah, aku juga berhak melindungi Luisa!"
"Masuk, jangan keluar sebelum Ayah mengizinkanmu!"
"Tunggu dulu, Duke Montpensier. Saya tidak merasa keberatan dengan pernyataan Tuan Muda Matthias. Jadi, biarkan dia di sini, dan kita tetap bicara dengan baik." Grand Duke tidak tersinggung sama sekali, dia malah mendapatkan bukti jelas jika keluarga Duke Montpensier adalah orang-orang yang akan melindungi Lady Luisa dengan segenap hati.
"Maafkan sikap tidak sopan anak saya, Yang Mulia. Matthias masih terlalu muda dan sulit mengendalikan diri, saya akan mengajarinya dengan lebih baik lagi." Duke Montpensier melirik Matthias. "Segera minta maaf atas sikap kurang ajarmu, Matthias!"
"Maafkan saya, Yang Mulia." Kepala Matthias tertunduk, ia mungkin sedang menahan rasa jengkel.
"Tidak masalah, Tuan Muda Matthias. Saya juga harus meluruskan kesalahpahaman, dan memberikan rasa tenang kepada Duke Montpensier dan keluarga."
"Salah paham?" Duke Montpensier merasa bingung.
Grand Duke menjelaskan maksud kedatangannya dengan baik, ia menceritakan permintaan Kaisar untuk memberi bantuan kepada Luisa.
Jelas hal itu membuat Duke Montpensier dan Matthias begitu terkejut, mereka tak menyangka jika Kaisar menugaskan Grand Duke untuk melakukan perlindungan kepada Luisa bahkan jika bisa menyembunyikannya dari pandangan Putra Mahkota.
"Yang Mulia, saya sangat tersentuh dengan niat Yang Mulia Kaisar. Hanya saja, putri saya pasti tak akan menerima usulan itu." Duke Montpensier terlihat menyesal dengan jawabannya.
"Anda tidak perlu memikirkan itu, Duke Montpensier. Saya harus tetap menjalankan perintah Yang Mulia Kaisar dengan baik."
"Bagaimana jika adik saya menolak bantuan Anda, Yang Mulia? Anda tidak mungkin memaksakan itu, bukan?"
"Saya punya cara tersendiri. Jadi, apakah saya bisa bertemu Lady Luisa?"
Pasangan ayah dan anak yang mendapatkan permintaan itu saling lirik, mereka terlihat agak lama menyusun kata untuk memerikan persetujuan.
Sementara Alen yang dari tadi diam hanya bisa bersabar, sesekali melirik ke arah Grand Duke yang menunggu dengan sangat anggun. Sikap bangsawan kelas atas yang diasuh oleh pengasuh terpilih istana, sungguh berkelas.
"Linion. Anda bisa pergi ke sana dan bertemu dengan putri saya, Yang Mulia. Putri saya tinggal di vila Montpensier, lalu lusa akan meninggalkan tempat itu. Jika Anda datang, berikan lencana ini pada penjaga vila, mereka akan mempersilakan Anda dan rombongan untuk masuk."
Grand Duke menatap pada lencana yang diletakan Duke Montpensier di atas meja, ia tersenyum sejenak. Sungguh pria yang murah senyum, membuat siapa saja beranggapan suasana hatinya selalu baik.
"Tuan Duke, saya tidak memerlukan lencana keluarga. Saya akan melihat diam-diam dan bertemu secara alami dengan Lady Luisa. Terima kasih atas informasi dan niat baik Anda membantu saya."
"Baiklah, Yang Mulia. Jika Anda memerlukan bantuan saat di Linion, Anda bisa menghubungi putra sulung saya."
"Ya, saya akan melakukannya." Grand Duke meraih cangkir teh, ia meminumnya pelan, dan menikmati aroma khas teh mahal tersebut. Sebelum meletakkan cangkir di atas piring kecil, matanya melirik lagi lukisan Luisa yang begitu cantik.
Sebentar lagi dia akan bertemu wanita itu, perjalanan ke Linion segera dipikirkan dengan matang.
Baiklah, bagaimana cara mereka berkenalan?
Sepertinya ini akan jauh lebih menarik daripada pembicaraan dengan Kaisar beberapa saat lalu.
'Luisa Montpensier, aku akan berkenalan denganmu sebentar lagi.'