LINION

1248 Kata
Daun maple berjatuhan dengan warna cerah menutupi permukaan tanah, musim gugur kali ini benar-benar dilewati di tempat yang asing. Hah ... tapi itu bukan hal yang istimewa lagi. Ada banyak keresahan, ketakutan, dan perjuangan untuk tetap bertahan. Biasanya aku menghabiskan musim gugur dengan membaca banyak komentar para pembaca, lalu menghadiri beberapa pertemuan terbuka dengan penulis lain guna menukar ide atau mencari inspirasi. Mengenang hal yang seperti ini, mau tak mau aku ingat salah satu teman dekatku. Orang yang pertama kali aku kenal dengan baik, dan jujur saja dia teman sekaligus rival abadi pada bidang pekerjaan yang sama. ‘Jika kau terus membuat karakter n****+ menderita, kau akan mendapatkan karma. Walau kehidupanmu berat, setidaknya buatlah bahagia dalam dunia yang kau ciptakan. Bayangkan saja jika keajaiban terjadi, kau masuk ke dunia novelmu, lalu mengalami kesialan karena ulahmu sendiri.’ Itu adalah sederet kalimat darinya pada musim gugur tahun lalu, dia marah besar karena aku menyiksa karakter novelku sendiri. Yah, bagaimana pun kami memiliki sifat yang bisa dikatakan sama tapi juga sangat berbeda. Jika dia memperlakukan setiap karakter novelnya seperti barang berharga, maka aku memperlakukan karakter dalam novelku sepertinya b***k. Istilah kasarnya, aku sengaja menyiksa fisik dan mental setiap karakter novelku. Melupakan sejenak kenangan itu, aku menghela napas. Langit yang tadinya berwarna jingga nan cantik, kini sudah berubah hitam dengan taburan banyak bintang. Udara juga semakin dingin, tapi tidak menyurutkan niatku untuk terus melakukan perjalanan. Tubuhku memang lelah, melakukan perjalanan tanpa henti menggunakan kuda jantan ini beberapa jam yang lalu. Tapi, jika tidak seperti ini aku hanya akan punya rencana tanpa melakukan apa pun. Aku berharap tidak ada hambatan apa pun saat ini, memikirkan Linion yang sebentar lagi terlihat jelas membuat semangat pada hatiku. Sebentar lagi tempat itu menjadi titik pertama pelarian, dari Linion aku akan menuju ke sebelah utara. Melakukan pengakuan dosa di kuil adalah tujuan pertama, semoga saja ada banyak hal menarik di sana nanti. Satu jam pun berlalu, aku menghentikan kuda di dataran tinggi. Menatap pemandangan Linion yang indah, dan tersenyum lega. Akhirnya tiba, dengan empat jam perjalanan tanpa henti, pas sekali kuda jantan ini sudah terlihat sangat lelah. Vila keluarga Montpensier ada di dekat sungai Abidzar yang indah, aku akan menuju ke sana dengan santai sambil menikmati pemandangan Linion di malam hari. Dalam ingatan yang ada pada raga Luisa, sungai itu adalah kejayaan utama Linion. Begitu bersih, banyak ikan, dan airnya juga sangatlah jernih. Mengalir dari pegunungan Aventiz, lalu bermuara di lautan Arden. Udara di sini begitu segar, mengingatku pada desa di dunia lamaku. Ah, ini lebih baik dari desa itu. Pemandangan begitu asri, oksigen terasa menenangkan, dan hawa dinginnya juga lebih tajam. Sejenak aku kagum, tak menyangka jika dunia dalam buku bisa seperti ini. Tidak pernah aku menggambarkan latar tempat selain ibu kota, dan aku kira Linion menjadi tempat buruk karena ulahku sendiri. Ini sudah sekitar jam sembilan malam, beberapa rumah warga juga gelap dan hanya menyisakan penerangan di teras. Sumber daya listrik di tempat ini adalah yang terbaik setelah ibu kota, berasal dari sungai di dekat vila keluarga Duke. Di sana ada kincir air yang besar, itu menjadi sumber listrik dan menjadi alat bantu pengairan ke sawah serta perkebunan sekitar. Selain itu, Linion juga menjadi tempat yang bersih dan rapi. Kerja keras Duke Montpensier dan Leonite begitu nyata, pengurus tanah yang becus dan pintar. Perekonomian di sini adalah hal yang sangat baik, tidak ada gelandangan atau tindak kriminal seperti perampok atau copet. Keamanan yang terjaga sangat ketat, iklim dan alam yang menonjol, menjadikan Linion sebagai tempat wisata para bangsawan bukan hal buruk. Aku tak menyangka jika keluarga Montpensier begitu sejahtera, ini melebihi ekspektasi. Bayangkan saja seandainya keluarga Montpensier adalah keluarga kekaisaran, bisa dipastikan semua hal akan bergerak dengan cepat dan maju tanpa ada rem. Setelah sekian lama menyusuri Linion yang damai, akhirnya aku tiba di depan gerbang tinggi vila keluarga Duke. Bangunan yang megah, nyaris seperti kastil. Ada patung Dewi Psyche di tengah taman, dengan hiasan bunga dari berbagai jenis. Sungguh vila yang menawan, membuat mataku terpana. Pilar yang menyangga atap berwarna putih, terlihat seperti bangunan mewah kuil. Yup, keluarga Montpensier adalah keluarga yang memuja Dewi Psyche. Dewi Jiwa, Dewi yang begitu mulia dan kecantikannya melegenda. Jadi tidak heran jika bangunan vila dirancang sedemikian rupa, apalagi wilayah Linion begitu cantik. Aku tak menulis hal ini, tetapi ini perkembangan yang sangat tidak terduga. Luisa Montpensier lahir pada hari dan tanggal yang sama dengan Dewi Psyche. Itu tidak masuk akal, bukan? Bagaimana orang-orang bisa memprediksi kapan Dewi Psyche lahir, lalu menyamakan dengan Luisa, wanita bangsawan sekaligus manusia sebagai pecahan dari Dewi. Yang pertama kali membahas hal itu adalah Kuil Dewi Psyche, mereka mendatangi Duchess Montpensier yang baru saja melahirkan Luisa, dan memberkati bayi perempuan dengan berbagai hal menarik. Ramalan demi ramalan terus dikatakan, doa dan harapan nyaris setiap waktu dipanjatkan. Jika Psyche adalah Dewi Jiwa, apa dia sangat mengasihi Luisa sampai menarikku ke sini? Sungguh konyol! Ini hanya cerita n****+, bahkan aku tidak menuliskan tentang Dewi Psyche dan kepercayaan keluarga Montpensier pada Dewi tersebut. “Nona, ada urusan apa Anda di sini? Pergilah, ini bukan tempat yang bisa Anda kunjungi.” Pada saat itu juga lamunanku buyar, seorang pria berumur berdiri sambil menatap padaku. Siapa dia? Pengurus vila? “Apa Anda baik-baik saja, Nona?” “Apa Tuan pengurus vila ini?” “Benar. Apa Anda memiliki janji dengan Duke?” Sungguh disayangkan. Bukan hanya janji temu, aku adalah salah satu pemilik vila ini. Rasanya ingin tertawa, tapi jelas aku tak tega melakukannya. “Katakan kepada Duke Montpensier atau kepada Leonite Montpensier. Luisa Montpensier datang untuk liburan ke vila.” Wajah pengurus itu kaget, dia mengucek matanya. “Nona, jangan bercanda. Lady Luisa tidak akan berkunjung ke sini, Beliau juga akan menikah beberapa hari lagi.” Aku mendesah pasrah, lalu mengeluarkan lencana keluarga Montpensier. “Apa ini cukup sebagai bukti? Katakan kepada Ayah dan Kakakku jika aku datang berkunjung. Aku lelah, jangan membuang waktuku lagi.” Pengurus vila masih terlihat ragu, tapi dia mengidentifikasi jika lencana keluarga yang aku bawa itu barang asli. Lencana yang hanya dibuat khusus untuk keluarga inti Duke Montpensier, setiap anggota inti mendapatkan satu lencana. Lencana itu bukan hal biasa yang bisa dibuat, tetapi berasal dari kuil Dewi Psyche yang agung. Jelas juga bahan-bahan dalam pembuatan lencana bukanlah bahan pada umumnya, selain bahan langka dan mahal, ada ciri khas lain pada lencana tersebut. “Lencana ini bukan lencana yang bisa dibuat seenaknya, hanya pendeta kuil dan keluarga Duke Montpensier yang bisa mengidentifikasi lebih lanjut. Mata orang di luar garis keluarga tak akan bisa menilai, tapi sebagai orang yang bekerja pada keluarga Montpensier jelas Anda mengetahuinya.” Yah, aku tidak mengatakan hal bodoh. Ingatan Luisa memang bisa dijamin akurat. Penjaga kediaman dan kepala pelayan keluarga Duke Montpensier adalah pendeta kuil Dewi Psyche, mereka dipilih karena menjadi bagian penting dari keluarga Montpensier. Jelas sekali jika pria di hadapanku juga seorang pendeta sebelum menjadi penjaga vila. “Maafkan saya, Lady. Saya tidak mengenali Anda, saya malah meragukan Anda beberapa menit lalu. Silakan masuk, Tuan Duke Montpensier dan Tuan Muda Leonite sedang beristirahat.” Hanya anggukkan kepala saja yang bisa aku beri, lalu tersenyum ramah agar pria itu tidak begitu tegang. “Selamat datang, Lady Luisa.” Dengan jalan yang mudah gerbang vila terbuka, aku lekas turun dari kuda. “Aku akan masuk, tolong rawat kuda ini dengan baik. Mungkin besok aku akan melakukan perjalanan lagi, jadi pastikan dia makan dengan kenyang dan minum air yang berkualitas.” “Saya mengerti, Lady. Sekali lagi maafkan atas sikap tidak sopan saya kepada Anda.” “Ya, tidak masalah.”
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN