Ketika sampai kontrakan aku pun segera membersihkan diri, karna waktu maghrib hampir tiba. Selesai mandi aku segera menunaikan kewajibanku sebagai seorang muslim yakni sholat, mencoba khusyuk dengan sholat ku, tetapi malah ku dapati diriku menangis ketika sholat, entah perasaan apa yang ada di hatiku, sangat menyesakkan tetapi aku sendiri pun tidak tahu apa penyebabnya. Selepas sholat aku masih bermunajat diatas sajadahku, segala dzikir dan doa ku lantunkan, berharap semua baik-baik saja, tidak ada hal-hal yang tidak diinginkan terjadi, lalu ku lanjutkan dengan bertadarrus, membaca surah Ar-rahman, surah yang memiliki arti pengasih, sambil bertadarus tak lupa aku sedikit bertadabbur, mengingat betapa banyaknya karunia Allah yang sudah ia berikan kepadaku, hambanya yang masih banyak mengeluh. setelah selesai bertadarrus aku lanjutkan dengan menyambung sholat isya, karna waktu isya telah tiba.
Selepas sholat niat hati ingin keluar untuk membeli makan malam, tetapi ketika membuka pintu kontrakan kudapati pak Wawan supir bunda Ajeng ada disini, berdiri dengan gelisah di depan mobil, tidak biasanya beliau ada disini jika tidak bersama bunda Ajeng. Ku putuskan untuk menyapanya. “ assalamualaikum pak Wawan, ada apa bapak malam-malam disini? apa bapak ada urusan disekitar sini? tanyaku kepadanya”
“ waalaikumsalam mbak Hanna, ini saya sebenarnya ingin menjemput mbak Hanna disuruh tuan besar, jawabnya”
“loh ada pak, tumben ayah Bagas nyuruh pak Wawan kesini, semuanya baik-baik aja kan pak?” tiba-tiba aku menjadi panik, takut terjadi sesuatu”
“ hmmm….anu mbak nyonya besar sedang di rawat sekarang, saya disuruh bapak menjemput mbak Hanna supaya ikut pulang langsung ke Bandung mbak, soalnya nyonya mau ketemu mbak Hanna katanya.”
“ yaa Allah.. terus sekarng gimana keadaan bunda pak, memang bunda sakit apa? bukannya selama ini bunda baik-baik saja? tanyaku panik”
“ nyonya besar kemarin kena serangan jantung mbak, tapi Alhamdulillah sudah sadar dari tadi pagi, maka dari itu nyonya minta ingin bertemu sama mbak Hanna, kangen katanya. mbak Hanna juga diminta untuk menginap beberapa hari disana untuk menemani nyonya, masalah izin kerja sudah diatur oleh tuan besar.”
“ baik pak kalo begitu, mohon tunggu sebentar ya pak, saya mau siap-siapin keperluan saya dulu.”
pak Wawan hanya mengangguk sebagai jawabannya, tidak butuh waktu lama aku mempersiapkan barang-barangku, selama mempersiapkannya pun aku termenung, apakah ini tanda dari tidak enaknya perasaan ku akhir-akhir ini, ku harap bunda akan baik-baik saja, karna bagai manapun juga beliau orang baik, karna beliau aku dan teman-teman panti yang lain bisa sekolah, beliau juga sudah menganggap ku sebagai anaknya sendiri, walaupun beliau tidak pernah mengadopsi ku secara langsung, hanya saja perhatiannya kepadaku dari semenjak aku kecil sampai sekarang benar benar mencerminkan seakan aku anak kandung beliau.
Setelah beres aku langsung menghampiri pak Wawan, untuk menaruh tas yang berisikan segala keperluanku selama beberapa hari tinggal di Bandung, sebelum pergi tak lupa aku pastikan jendela dan pintu kontrakan sudah terkunci dengan benar, tak lupa aku pamit kepada ibu kontrakan yang tinggal tak jauh dari kontrakan, pamit untuk sekedar memberi tahu bahwa aku pergi keluar kota untuk beberapa hari kedepan.
Selama diperjalanan aku pun hanya diam, tidak banyak yang aku bicarakan dengan pak Wawan, karna memang aku bukan tipikal orang yang banyak bicara. Tapi tak luput juga aku membaca doa-doa dalam hati, berharap semua akan baik baik saja, dan juga berharap agar bunda segera lekas diberi kesembuhan. Akhirnya setelah menempuh perjalanan selama 3 jam lamanya, kami pun tiba, bukan di rumah bunda, melainkan sampai di rumah sakit dimana bunda di rawat, kami pun segera bergegas ke ruangan inap bunda, sesampainya tiba di depan ruangan bunda, pak Wawan langsung mengetuk ruangan tersebut, ketika dipersilahkan masuk dari dalam, kami pun segera masuk, hal pertama yang ku lihat adalah bunda yang berbaring lemah diatas tempat tidurnya, di sampingnya ada ayah Bagas yang dengan setia mendampingi beliau, dan tak lupa juga ada 3 sosok lain yang sedang duduk di sofa, mereka adalah anak-anak bunda Ajeng dan ayah Bagas, 2 pria tampan dan 1 wanita cantik. aku tidak begitu mengenalnya, hanya tahu saja wajah dan namanya, karna mereka tidak pernah ada jika bunda dan ayah sedang berkunjung ke panti dulu, hanya sekali aku melihat sekaligus berkenalan dengan mereka, ketika bunda mengajakku ikut berlibur bersama keluarganya, itu pun saat aku masih kelas 6 sd. selebihnya aku tidak pernah melihatnya lagi.
Ketika aku masuk ke dalam kamar tersebut, ayah langsung menyambutku dengan senyum ramahnya. “ nak Hanna sudah tiba? kenapa masih berdiri disana? mari masuk.” ajaknya kepadaku, sebenarnya aku masih sangat sungkan dengan keluarga ini, bagaimana pun aku merasa sangat tidak pantas berada disekeliling keluarga ini. Setelah mendekat aku langsung menyalami beliau, tak lupa juga aku menyalami bunda Ajeng yang masih tertidur lemah di ranjang. dan tak lupa juga aku bertanya kabar beliau, “ bagaimana keadaan bunda sekarang?, maaf karna Hanna baru bisa mengunjungi bunda”
“ bunda jauh lebih sehat sekarang Han.. makasih udah mau jauh-jauh datang menjenguk bunda”. aku hanya tersenyum untuk menjawabnya, lalu bunda menatap orang-orang yang ada di ruangan ini, dan berkata : “ kalian semua pulanglah ke rumah, sudah ada Hanna yang akan menjaga bunda malam ini, bunda ingin kangen-kangenan sama Hanna”
“ apa bunda serius ingin kami tinggal?” Tanya salah satu anak tertua bunda. jelas sekali dia mengkhawatirkan sang bunda, “atau gak sebaiknya Rei saja yang menjaga bunda malam ini, kasihan Hanna baru sampai dari Jakarta, pasti ia merasa lelah.”
Aku terpana mendengar ucapan mas Reinald, selama Sembilan belas tahun aku hidup, baru kali ini aku merasakan kagum dengan seorang pria, aku hanya mengagumi sebatasnya saja, perasaan kagum karna menganggap ia lelaki baik, tampan dan juga terlihat penyanyang orang tua, didengar dari ucapannya yang sangat khawatir dengan kondisi sang bunda.
“tidak apa mas, Hanna tidak apa-apa jika harus menunggu bunda malam ini, sebaiknya mas dan yang lain pulang saja, agar besok bisa melanjutkan pekerjaan kalian masing-masing”. ucapku.
Akhirnya setelah lama diam, ayah angkat bicara, " nak Hanna benar, tidak apa malam ini menunggu bunda?" aku pun menjawab dengan pasti, : " benar ayah tidak apa, benar kata bunda hitung-hitung kami melepas rindu".
"baiklah anak-anak, mari kita pulang, besok kita kesini lagi. biarkan malam ini bunda kalian melepas rindu dengan Hanna". akhirnya mereka setuju untuk pulang ke rumah dan membiarkanku menjaga bunda malam ini.
Setelah itu mereka pun pulang, tak lupa aku mengambil barang-barang bawaan ku yang masih berada di bagasi mobil.