Perjalanan I

2118 Kata
Langit negeri Abaskus telah menggelap tatkala kereta kuda yang dinaiki oleh Grizelle tiba diperbatasan tepatnya diambang hutan belantara. Daerah yang jarang sekali dijejaki oleh orang-orang elit istana kecuali orang dari kalangan rendah yang hidup dalam keterbatasan dan beberapa pengawal yang ditempatkan guna mengamankan wilayah kekaisaran Abaskus. Daerah utara adalah daerah yang rawan dengan penculikan dan juga perampokan. Aku tak mengira bila ayahanda sampai tega mengutus para pengawal untuk membuangku ke daerah berbahaya seperti ini. Dia seperti ingin menghapus tali darah antara aku dengan dirinya. Sampai hati dia ingin menghapus segala hal yang berkaitan dengan ibunda hingga sejauh ini. Aku tidak tahu apa yang dibisikan selir Humeera kepada Ayahanda namun yang jelas dia sudah tidak patut menerima maaf dari aku dan ibunda yang telah dia bunuh tepat didepan mata hanya karena sebuah alasan yang sepele dan tak jelas. Sudah jelas bila perkara ini adalah sebuah konspirasi. Aku yang sekecil ini pun paham sejauh mana otak kotor para bangsawan yang menjilat ayahanda bernafsu sekali untuk menurunkan Ibunda dari kursi permaisuri negara. Memang sebiadab itu, dan Kaisar seolah menutup mata atas hal itu. Hujan turun beberapa saat kemudian, menyebabkan hawa dingin yang sangat melalui celah kereta kuda yang tidak terlalu rapat. Dingin yang sangat menusuk ini tidak lebih buruk dari jenis simpati yang ayahanda kaisar berikan padaku. Aku tahu mungkin ayahanda akan berpikir bila aku akan akan sedikit berterimakasih atas perhantian beliau, sebab meski aku diasingkan dia masih mau memberikanku kereta kuda dan beberapa pengawal yang entah bisa kupercaya atau tidak. Dia lebih buruk daripada dugaanku. Kupikir aku bisa berbaik hati dan menganggap bila dirinya adalah sosok ayah yang bisa kubanggakan dan kuandalkan. Namun di titik ini musnah sudah alasan bagiku untuk menghormati beliau, jelas sekali bila dia tidak menginginkanku ada. Jelas sekali bila dirinya hanya menyanyangi Elvina. Ini diskriminasi. Derak kereta, dan suara kuda yang meringkik untuk beberapa saat memberikan sebuah isyarat bila konvoi ini akan dihentikan. Roda yang tak lagi berputar dan suara rincik hujan yang semakin membesar memberikanku informasi bila mungkin rombongan ini akan berhenti sesaat sebelum melanjutkan perjalanan entah kemana. Chiyo yang berada disisiku membuka matanya ketika sadar kereta yang kami tumpangi telah berhenti. Dia melirik dan mendapati aku yang masih diam seribu kata setelah kejadian yang memporakporandakan jiwa belum sepenuhnya dapat aku lupakan. “Yang Mulia, dikarenakan hujannya sangat lebat. Kami memutuskan untuk beristirahat disini.” Laporan singkat yang diberikan oleh sang kusir dari luar sana menjadi sebuah hal yang sudah kuperkirakan sejak awal. Aku tidak menjawab. Lebih tepatnya tak ingin membuang suaraku untuk menanggapi pria tua yang telah kuketahui telah mengabdi pada kekaisaran. Agak aneh menyadari bila pria itu sukarela mau mengantarku, sebab dia orang lama yang kuketahui mengabdi dengan loyalitas tinggi. Bukankah jalan yang dia ambil saat ini akan menghancurkan dirinya sendiri ? Chiyo sendiri terdiam, memeluk tubuhku yang menggigil serta kelaparan. Dia seperti paham terhadap apa saja yang aku rasakan. Dan perlakuannya membuatku terpacu untuk berdiri lebih kokoh dan lebih kuat untuk melindungi dirinya. Dari dalam kereta kuda yang tertutup, aku bisa mendengar beberapa prajurit pengawal yang diutus ayahanda mulai melakukan pergerakan. Sebagian kuperkirakan mungkin mencari tempat untuk berteduh dan menambatkan kuda. Setidaknya hal positif itulah yang sedang aku coba percayai untuk kondisi kami saat ini. Mencoba untuk optimis dapat bertahan hidup. Hujan semakin lebat, tak ada siapapun dari luar sana yang mau mengetuk sekadar berbagi kehangatan atau barangkali perbekalan. Hanya ada keluhan yang dapat aku dengar dari balik bilik kereta tertutup ini dari bibir para prajurit yang mengawal kami. Hujan, dingin, dan kelaparan adalah kombinasi terburuk yang cukup untuk membangkitkan sisi agresifitas dari manusia. “Kita perlu arak untuk menghangatkan badan,” seru salah seorang diluar sana mencipta ide untuk membuang rasa dingin yang menusuk. Dari arahnya aku bisa memperkirakan dia berdiri tepat dibelakang kereta kuda kami. “Yang Mulia Putri, apa anda lapar ?” tanya Chiyo pelan, dia selalu berusaha untuk dapat memberikanku sebuah perhatian meski aku tahu dia jauh lebih membutuhkan itu daripada aku. Aku mengakui bila aku sangat lapar, namun kondisi kami yang sekarang sangat tidak memungkinkanku untuk dapat melahap beberapa makanan untuk mengisi perut yang keroncongan. Situasi yang menghimpit dan membuatku kehilangan kewarasan. “Tidak perlu memberiku perhatian dan simpan energi yang tersisa untuk dirimu sendiri. Baiknya kau tidur saja. Meski kau menawariku pun aku tahu kau tidak punya apa-apa untuk bisa kau bagi padaku” tidak serta merta aku berkata demikian untuk menyakitinya, hanya saja itu adalah kenyataan. Simpati dan empati tidak mungkin akan aku dapati dari para pengawal yang diutus ayahanda. Aku bahkan tahu mungkin saja bahan makanan yang dibawa untuk perjalanan ini selebihnya akan di ambil alih untuk kepentingan mereka sendiri. Aku paling tahu sebenci apa mereka terhadap ibunda dan sedendam apa mereka terhadap aku yang kala itu masih berada diistana. Ini mungkin kesempatan bagus bagi mereka untuk bisa membalas seluruh keangkuhan yang selama ini terlampau melekat dalam diriku dimata mereka. Entah bagaimana, aku bisa bertahan dengan kondisi ini. Mengingat mentalku baru saja di hancurkan oleh ayahku sendiri. Seluruh dunia tidak berarti saat ini. Ada luka yang berdenyut sakit, bukan di permukaan kulitnya. Namun lebih pada bagian dalam dirinya yang tidak bisa kumengerti sakit karena apa. Aku tidak bisa menahannya. Aku tidak bisa menggapainya. Aku tidak tahu bagaimana cara untuk meredakan rasa sakitnya. Namun yang pasti ini terlalu sulit bagiku. Ini menyesakan. Tubuhku yang kedinginan, perutku yang lapar, mataku yang telah menyaksikan kekejian atas hukuman yang dilimpahkan ibunda didepan mata, serta kesetiaan sang dayang pribadi hingga mau menemani meski aku berada dalam kondisi terburuk saat ini. Apa yang lebih sakit dari itu semua ? apa cukup bagiku untuk diam begitu saja dan menanti kematian menjemput ? haruskah aku merintih untuk mengeluarkan rasa frustasi yang terlalu berat untuk kupikul ini ? Suasana kembali sunyi. Aneh, aku tidak bisa untuk tenang dan berbagai spekulasi muncul dikepala. Jika sebelumnya aku bisa mendengar percakapan yang terjadi diluar sana. Mengapa sekarang situasinya jadi terlalu tenang ? tidak ada keluhan atau keributan yang menandakan adanya entitas diluar sana. Sangat tidak masuk akal bila seluruh ketenangan ini terjadi karena para prajurit kelelahan dan memutuskan untuk tidur bukan ? hatiku mendadak diliputi oleh ketidak tenangan. Tok tok! Ketukan pada jendela yang tertutup membuatku tersentak, melirik kearah sipembuat suara yang meminta izin untuk dibukakan akses bertemu muka. Ketika celah terbuka, aku bisa  melihat sosok kusir yang ku kenal menyodorkan beberapa makanan seadanya kepadaku. Membuatku berinisiatif untuk membuka pintu keretanya pula tanpa adanya kecurigaan sama sekali. “Hanya ini yang bisa saya sisakan untuk anda Yang Mulia Putri.” Sang kusir menundukan kepala penuh hormat padaku seolah aku masih memiliki sebuah jabatan yang cukup untuk mendapatkan penghormatan macam itu. “Katakan apa yang kau coba tahan dikerongkonganmu Kusir tua.” Jawabku lugas seraya menatap orang tua tak berdaya itu dengan tatapan yang tajam tanpa sedikitpun memberikan kelonggaran. Oleh sebab inilah aku terlalu disegani oleh orang dewasa. Perangaiku yang tak sama dengan usiaku. Aku terlalu awas dan instingku terlalu tajam. Didepanku sekarang terlihat seorang kusir yang seperti berada dalam kebimbangan hidup dan mati. Seperti memiliki beban berat untuk dapat menentukan pilihan. Dan aku tahu pasti pilihan apa yang mungkin akan orang pilih dalam situasi terdesak. Kebanyakan akan memilih dirinya sendiri dan tak segan mengorbankan yang lain.   “Ada yang ingin saya sampaikan pada Anda, Yang Mulia.” Sang Kusir nampaknya telah memberikan sebuah keputusan. Aku diam mendengarkan begitupula Chiyo yang terlihat sangat khawatir. Dia sampai menggenggam tanganku dengan erat. Disatu sisi dia mungkin khawatir aku akan bersikap kasar pada si kusir disisi lain Chiyo juga mungkin takut terhadap informasi yang akan dia dengar dari mulut sang kusir kepada kami. Sebab aku terlalu peka untuk menyadari betapa takutnya pria itu dalam berkata. Ketegangan yang dia hadirkan didepan mukaku menegaskan sesuatu. Meski dirinya berusaha untuk bisa bicara dengan cara yang normal. “Bicaralah!” “Saat ini nyawa Anda sedang berada dalam bahaya. Kelompok rahasia yang diperintahkan baginda Kaisar akan melakukan serangan dan berusaha membunuh Anda berdua setelah kereta berada ditengah hutan perbatasan.” Chiyo memberikan reaksi yang bisa k****a, tubuhnya seketika membeku. Aku tahu dia takut. Tapi yang paling tak habis pikir adalah, Kaisar juga berusaha untuk melenyapkan aku dengan cara kotor ini ? namanya mungkin akan bersih dan aku musnah dari negeri Abaskus dengan alasan aku terbunuh oleh para penyamun. Tipikal dirinya yang memang tidak ingin mengotori dirinya sendiri. Dan pada batas ini aku mulai mempertanyakan. Patutkah pria yang dihormati dan disegani seantero negeri sebagai seorang kaisar bijaksana aku panggil Ayah? Orang yang semestinya melindungi anaknya malah bersikeras ingin membunuh putrinya meski dengan cara terkotor sekalipun. Batinku ingin menolak untuk percaya, tapi aku tahu bila ini realita. Dan melihat segalanya akan sangat memungkinkan. Garis yang sudah jelas. Dia tidak mau posisi Elvina terganggu dan terguncang karena kehadiranku. Dia ingin menghapus bersih keluarga ibu dari silsilah kerajaan Abaskus. “Apa yang kau mau dari informasi yang kau berikan ini padaku ? apa kau menginginkan tubuhku ? sebab saat ini aku tidak punya apa-apa untuk aku serahkan padamu.” Aku berkata dengan mudah seolah tak memiliki rasa takut. Padahal dalam hatiku, aku sangat kalut. Dituntut berlaku seperti orang dewasa yang elegan membuatku lupa bila aku hanyalah anak ingusan yang masih membutuhkan sokongan dan dukungan dari seseorang yang bisa kusebut orangtua. Tapi aku tidak punya itu selain diriku sendiri. Tidak ada yang bisa kuandalkan. “Hamba tidak meminta apapun Yang Mulia Putri, saya hanya ingin anda selamat.” Sesuatu yang kurasa tidak beralasan dan tidak mungkin untuk di ucapkan tanpa motif. Aku melirik padanya curiga. Namun orangtua itu malah memberikanku sebuah bungkusan kain di pangkuanku. Senyuman yang terpancar dari wajahny terlihat sangat tulus seolah dia memang betul-betul ingin membantuku. “Didalamnya ada obat-obatan dan pakaian. Jika situasi sudah aman, hamba akan memberi anda kode. Hujan seharusnya cukup untuk dapat menghilangkan jejak anda.” “Lalu, apa yang akan kau lakukan dengan dirimu ? sudah jelas nyawamu juga akan hilang kalau kau berniat melakukan penghianatan seperti ini.” “Hamba akan membawa kereta kuda yang anda tumpangi ke jurang terdekat sehingga mereka berpikir dan akan menganggap bila kita semua tewas.” “Kau mau bunuh diri ?” aku tersentak. Dari sekian banyaknya loyalitas yang aku saksikan ini adalah sebuah bentuk tergila yang orang persembahkan untuk keselamatanku. Mengapa ? mengapa dia sejauh ini berkorban untuk aku yang tidak memiliki hubungan apa-apa dengan dirinya ? “Kau gila!” sentakku lagi. Namun pria itu hanya menggeleng. “Ini hanyalah bentuk pengorbanan yang hamba telah putuskan untuk dilakukan. Ini juga bentuk dari hukuman yang hamba harus terima karena tidak bisa melindungi Yang Mulia Permaisuri.” Kali ini runtuh sudah pertahananku untuk dapat bersikap angkuh. Rupanya diluar dinding istana ini aku bisa menemukan orang yang tulus sepertinya. Dan lagi dia amat sangat peduli terhadap Ibunda. “Siapa kau ?” mataku buram oleh air mata. Tidak bisa, aku harus tetap kuat. Tidak boleh ada air mata. “Aku adalah pengawal yang menemani Yang Mulia Birdella sampai memasuki istana Abaskus. Maafkan saya yang tidak bisa melindungi beliau sampai anda melihat kematiannya dengan mata kepala anda sendiri. Ampuni saya Yang Mulia putri.” Telingaku awas oleh pergerakan yang ada dibelakang sang kusir, saat telinganya mendengar pergerakan kecil. Kupikir itu adalah musuh, oleh sebab itulah aku kembali memasang tameng agresif sebelum menghadapinya. Namun dugaanku salah. Kewaspadaanku seketika turun ketika melihat sosok dua orang yang tersenyum ramah terhadapku. Mereka.. “Kenapa kalian?” Wanita yang lebih tua mengangguk, rambutnya berwarna serupa dengan milik Chiyo, sedangkan gadis kecil disampingnya memiliki surai yang serupa milikku. Apa maksudnya semua ini ? “Kami akan menggantikan anda agar bisa melarikan diri, Yang Mulia.” Jawab wanita yang serupa dengan Chiyo. Diluar dugaan Chiyo tiba-tiba menghambur dan memeluk orang yang serupa dengannya. “Tidak, ini tidak benar. Aku tidak bisa menerima pengorbanan ini.” Tolak Chiyo lagi. “Aku tidak perlu kau gantikan. Aku bisa mati disini asal Yang Mulia Putri bisa pergi.” Dia terlihat putus asa. Sedangkan aku memandang mereka semua dengan pandangan yang tak bisa kupahami. Aku merasakan apa yang mereka rasakan namun aku tidak tahu cara yang tepat untuk mengekspresikan apa yang sebetulnya ada dalam diriku ini. Terlalu kalut. “Ini bukanlah hal yang bisa kau tolak. Kau bertugas berada disisi Yang Mulai sedangkan kami adalah orang kepercayaan mendiang Yang Mulia Permaisuri. Apa yang kami lakukan hanyalah bentuk dari sebuah kesetiaan kami terhadap beliau. Jadi kami mohon Yang Mulia Putri mengizinkan kami melakukannya. Sebab ini juga merupakan permohonan mendian Yang Mulia Permaisuri untuk terakhir kalinya kepada kami. Dia ingin kami turut membantu apabila keadaan mendesak dan mengancam nyawa Anda.” “Tindakan ini hanya akan membuat kalian semua mati.” Kataku tegas dan lugas memotong segala drama yang menyayat ini. Mereka serentak mengangguk seolah hal itu bukan masalah. “Kami sudah tahu itu, dan inilah jalan yang kami ambil Yang Mulia. Mohon izin Anda.” “Yang Mulia Putri ikut saya.” Seorang prajurit muda seusia Kakak maju paling depan dengan kuda yang ditungganginya.  "Kau ?!" Aku tahu betul dia siapa. Dia adalah orang yang cukup dekat dengan kakak dan kerap menggangguku dalam beberapa kesempatan. Hayden. Kesatria yang berkata akan mengabdikan seluruh hidup dan matinya untuk berada disisiku sebagai pelindungku. 
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN