Selepas mendapat kabar dari bundanya bahwa Carissa tiba-tiba saja jatuh pingsan ketika sedang membantu di rumah makan, Gerrald pun segera meluncur menuju lokasi. Entah apa yang menyebabkan gadis itu pingsan, terpenting Gerrald pulang dulu. Masalah mencaritahu penyebab si gadis tak sadarkan diri bisa ia lakukan seiring tibanya cowok itu nanti di tempat kejadian.
Kemudian, setelah motor yang dikendarainya memasuki kawasan perumahan sederhana yang selama ini menjadi tempat tinggalnya bersama bunda dan sang adik, kini Gerrald pun melajukan motornya sedikit lebih cepat supaya ia bisa segera sampai di tempat yang dituju. Lebih tepatnya, di rumah makan sederhana yang bundanya rintis sejak satu tahun yang lalu bertempatkan tak jauh dari letak rumahnya supaya tidak terlalu sulit dalam menyediakan segala sesuatu yang diperlukan selama dirinya berkutat di kios yang ia sewa untuk membuka rumah makan yang dinamainya GJ eat-home.
Lantas, tak lama kemudian motor kesayangan Gerrald pun akhirnya tiba juga di pelataran kios yang tampaknya sedang tak begitu ramai pengunjung seperti biasanya. Seusai memarkirkan motor di tempat yang aman, Gerrald pun melepas helmnya dan lekas menuruni motor itu sembari sejenak merapikan rambut pendeknya yang ia rasa agak berantakan. Lalu, kini ia pun mulai mengayunkan kedua kakinya menuju kios yang sedang dikunjungi oleh segelintir orang saja yang Gerrald lihat sedang anteng menyantap sajian yang terhidang di atas meja masing-masing.
Meninggalkan ruang depan, cowok itu pun bergegas melangkah menuju ke dalam.
"Bun!" seru Gerrald memanggil bundanya. Sepintas, ia pun celingukan mencari keberadaan sang bunda yang belum juga terlihat oleh matanya sendiri.
Sampai ketika Gerrald tiba di sebuah ruangan kecil yang dikhususkan sebagai ruang penyimpanan bahan-bahan masakan, barulah Gerrald menemukan sosok bundanya yang sedang berusaha membuat Carissa tersadar dengan cara mengoleskan sedikit minyak angin di bawah hidung gadis tersebut.
"Bun," panggil Gerrald lagi. Spontan, Tasya pun mendongak serta menoleh kala ia mendengar suara sang anak yang memanggil dirinya.
"Alhamdulillah, Ger. Syukurlah kamu udah dateng," gumam Tasya mendesah lega. Kemudian, ia pun bangkit dari posisinya dan membiarkan Carissa yang masih terkulai tak sadarkan diri di permukaan lantai yang dingin.
"Dia kenapa bisa pingsan, Bun?" tegur Gerrald mengernyit.
"Justru Bunda juga gak ngerti apa penyebab pingsannya. Padahal tadi dia lagi anteng bantuin Bunda kok pilih-pilih bahan mentah yang mau Bunda olah. Tapi gak lama dari itu, selagi Bunda layanin pengunjung ... tahu-tahu si Caca udah pingsan aja pas Bunda kembali ke sini," terang Tasya yang juga dibuat bingung dengan pemicu sang gadis bisa pingsan seperti itu.
Untuk sesaat, Gerrald pun hanya manggut-manggut. Kemudian, kini tatapannya pun tertuju pada pacarnya yang masih belum menunjukkan tanda-tanda akan sadar.
"Apa perlu kita panggil dokter aja ke sini?" tanya Tasya meminta pendapat.
Sejenak, Gerrald menatap balik bundanya yang kini sedang menunggu jawabannya. "Gimana baiknya aja deh, Bun. Tapi bentar, biar Gerrald coba buat dia sadar dulu deh. Kalo masih gak sadar, mungkin kita emang perlu panggil dokter buat periksa keadaannya kayak apa...." tukas Gerrald menciptakan opsi pilihan.
Tasya mengembuskan napas pelan, "Ya udah deh, Bunda sih ikut aja apa kata kamu. Nih minyak anginnya kamu pegang. Siapa tau kamu butuh buat nyadarin Caca dari pingsannya. Selagi itu, Bunda mau ke depan dulu ya. Sekalian mau jaga-jaga barangkali ada pengunjung baru yang minta dibuatkan makanan," tutur sang bunda seusai menyerahkan sebotol kecil minyak angin tepat ke tangan anak lelakinya tersebut.
Sepeninggal Tasya yang sudah bergegas meninggalkan ruang penyimpanan bahan masakan, kini Gerrald pun beringsut mendekat ke arah letak tubuh Carissa yang masih terbaring di lantai. Selepas menaruh dulu ransel hitam yang bertengger di punggungnya yang ia sandarkan di dinding sebelah kirinya, kini Gerrald pun berniat untuk mengoleskan kembali setetes minyak angin ke bawah hidung gadis itu. Akan tetapi, tampaknya usahanya tersebut tidak membuahkan hasil. Sampai akhirnya, ketika Gerrald teringat dengan beberapa langkah menyadarkan orang pingsan dari artikel yang pernah dibacanya di internet, sigap ia pun hendak melakukan beberapa langkah tersebut demi membuat pacarnya kembali tersadar.
Mula-mula, Gerrald meraih kepala Carissa dengan perlahan, kemudian ia memosisikan kepala gadis itu agak miring. Katanya, dengan cara tersebut seseorang bisa menyadarkan orang yang pingsan meski tak selamanya hal itu berhasil. Lalu, ketika cara tersebut tak kunjung memberikan hasil yang diharapkan, Gerrald pun beralih ke cara yang lain. Yakni, cowok itu berniat untuk melonggarkan pakaian sang gadis atau ikat pinggang yang terpasang seandainya Carissa memang mengenakannya. Akan tetapi, tidak ada ikat pinggang yang melilit di pinggangnya. Membuat Gerrald lantas menggaruk kepala karena tidak mengerti lagi dengan apa yang harus ia lakukan sekarang.
Hingga akhirnya, Gerrald pun berinisiatif untuk memeriksa denyut jantung Carissa yang tidak menutup kemungkinan kalau tiba-tiba jantung gadis itu tak berdetak normalnya orang hidup. Lantas, ketika Gerrald tidak merasakan debaran umumnya di jantung sang gadis, secepat kilat ia pun melakukan Resitusi Jantung Paru selama beberapa detik. Kemudian, ia pun melanjutkan penanganan kedua dengan cara memberikan napas buatan pada sang gadis.
"Sori, Ca. Bukan gue bermaksud buat gak sopan sama lo. Tapi, ini memang perlu dilakukan agar setidaknya ... lo bisa segera siuman tanpa perlu gue panggil dokter ke sini," gumam cowok itu mendesah pelan. Lantas, ketika hampir saja Gerrald mendekatkan mulutnya ke mulut Carissa, tanpa diduga mata sang gadis pun terbuka spontan yang seketika membuat Gerrald memelotot kaget kala menemukan sang gadis yang kini sedang sama-sama membelalak.
"Kyaaaaa," teriak Carissa spontan. Sontak, ia pun langsung mendorong Gerrald yang teramat dekat di hadapannya sembari ia sendiri menarik diri dari posisi terbaringnya.
Seketika, Gerrald pun terjengkang seusai didorong Carissa. Menyebabkan gadis itu lantas menyilangkan kedua tangannya di d**a disertai dengan wajah yang kaget kala menatap pacarnya yang kini sudah menormalkan kembali posisi duduknya.
"Kamu mau apain aku, Ger?" lontar Carissa mengerjap panik.
Refleks, Gerrald pun menyentil dahi sang gadis yang kemudian membuat si pemilik dahi itu sendiri mengaduh pelan seraya mengusap dahinya yang terkena sentilan jari si pacar.
"Gak usah mikir yang aneh-aneh. Aku cuma mau tolongin kamu aja biar cepet sadar," ujar Gerrald mendelik. Setelah mendengar itu, otomatis Carissa pun menurunkan kedua tangannya yang semula sempat ia silangkan di depan dadanya sendiri.
"Aku kira kamu mau ngapain aku. Habisnya posisi kamu deket banget sih barusan. Kan aku jadi mikir ke arah yang enggak-enggak, Ger...." cicit gadis itu sembari menggaruk kepala.
Gerrald mendecak, "Makanya, terapkan budaya gak suudzon! Dengan begitu, kamu gak perlu nuduh orang yang aneh-aneh apalagi sama pacar sendiri," tukas cowok itu mendengkus. Kemudian, ia pun bersiap untuk bangkit setelah mengetahui kondisi gadis itu dalam keadaan baik-baik saja.
"Ger, tolongin!" seru Carissa mengulurkan tangan. Seolah mengerti, Gerrald pun menerima uluran tersebut dan menariknya hingga kini Carissa turut berdiri.
Akan tetapi, di tengah tarikannya yang terlalu bersemangat, tiba-tiba tubuh Carissa tertarik juga hingga menyebabkan gadis itu kini menabrak tubuh Gerrald yang ujung-ujungnya membuat keduanya saling merapat. Untuk sesaat, dua anak manusia itu pun saling melempar pandang. Sampai akhirnya, kemunculan Jesika yang berniat untuk memeriksa keadaan Carissa setelah diberitahu bundanya bahwa gadis itu pingsan pun dalam sekejap mengejutkan kedua orang itu pasca mendengar deheman superkencang yang diloloskan dari mulut Jesika.
"Ehem."
Secara serempak, kini Gerrald dan Carissa pun menoleh ke sumber suara. Ketika mendapati adiknya yang tengah bersedekap disertai dengan senyuman jahil tersungging di bibir, mendadak Gerrald pun memutar bola mata sembari melepaskan pegangan tangannya di genggaman Carissa. Lalu setelah itu, dia pun melengos pergi meninggalkan ruang penyimpanan bahan masakan setelah memastikan bahwa tidak ada yang perlu dikhawatirkan dari kondisi pacarnya pasca mengalami pingsan tadi.
Kemudian, setelah melihat kepergian kakaknya yang melenggang ke arah depan, Jesika pun lantas beringsut menghampiri Carissa yang sedang berdiri kaku di tengah degupan kencang yang terjadi pada jantungnya seusai sebelumnya ia sempat berpandangan dengan Gerrald dalam posisi yang begitu dekat.
"Kak Caca!" seru gadis itu menyadarkan Carissa dari keterbengongannya.
Mengerjap, Carissa pun lantas menolehkan pandangannya ke arah Jesika.
"Bunda bilang tadi Kak Caca pingsan. Tapi kok Jesika lihat malah lagi tatap-tatapan gitu sama Kak Gerrald. Kak Caca lagi akting ya biar bisa romantis-romantisan sama Kak Gerrald?" seloroh gadis itu sok tahu. Kemudian, Carissa pun mendengkus geli kala mendengar tudingan dari adik pacarnya tersebut.
"Sok tau deh kamu! Orang aku beneran pingsan kok. Cuma, pas kamu datang ke sini kebetulan aja lagi ada di zona romantis sama Gerrald. Kenapa? Iri ya? Makanya, buruan cari pacar dong. Gak asik tau udah SMA masih aja jomblo," celoteh Carissa terkekeh.
Seketika, Jesika pun dibuat merengut ketika pacar kakaknya itu mengolok-oloknya seperti barusan. Entah kenapa, tapi Jesika memang merasa iri jika melihat ada pasangan yang sedang romantis-romantisan. Rasanya, ia ingin juga mengalami hal seperti itu. Tapi apa daya? Jangankan pacar, gebetan yang didekati saja Jesika tidak punya.
***
Sore ini langit begitu cerah. Tidak ada tanda-tanda hujan akan turun dalam jangka yang dekat ini. Semoga saja, musim hujan tidak buru-buru datang di bulan ini. Pasalnya, Gerrald akan tersiksa seandainya hujan turun. Mengingat ia memiliki beberapa kenangan di tengah hujan yang berlangsung, maka Gerrald pun mendadak tidak suka saat tim pembasah tersebut datang ke bumi.
Setelah insiden Carissa pingsan di ruang penyimpanan bahan masakan, kini gadis itu pun sedang duduk anteng di sebelah Gerrald yang malah asyik bermain game di ponsel. Duduk berdua di beranda rumah, ditemani oleh pacar seperti saat ini malah tidak sedikit pun membuat Gerrald dirayapi perasaan gembira.
Padahal, dulu hal seperti inilah yang diidam-idamkan cowok itu. Tapi itu harapan yang ia inginkan di masa lalu. Masa di mana dirinya masih menjadi kekasih dari gadis yang kini entah sudah memiliki lagi pasangan baru atau justru masih melajang di luar negeri sana.
Mengingat kembali nama yang tiba-tiba terbersit di benaknya, dalam sekejap Gerrald pun mendadak terdiam. Bahkan game di ponselnya pun ia abaikan di sela pikirannya yang berkecamuk.
Carissa yang semula sedang mengemut lolipop pun tak sengaja melirikkan pandangannya ke arah sang pacar. Lalu, ketika ia menyadari perihal Gerrald yang sedang terlihat melamun sambil memegangi ponselnya yang tak dimainkan, spontan Carissa pun menjentikkan jarinya tepat di hadapan wajah cowok itu. Terkesiap kaget, Gerrald pun menolehkan pandangannya ke arah Carissa.
"Kamu ngelamun?" lontar gadis itu menebak.
Sejenak, Gerrald pun mendecak."Enggak, siapa bilang?" sangkalnya tak mau mengaku.
"Loh, buktinya barusan aku kasih jentikkan jari aja kamu langsung kaget. Kalo bukan ngelamun, apa dong? Mengkhayal ya?" seloroh gadis itu terkekeh.
Akan tetapi, justru ulah isengnya itu malah membuat Gerrald mendelik sebal seraya berkata, "Gak lucu!"
Kontan, Carissa pun mengulum senyumnya tatkala melihat wajah sang pacar yang merengut sebal. Sungguh, betapa lucunya Gerrald jika sedang menunjukkan mimik sebalnya seperti itu. Sampai-sampai, Carissa gemas sekali ingin mencubit kedua pipi cowok tersebut.
"Carissa, apa-apaan sih!" sentak Gerrald menepis tangan sang gadis yang tanpa diduga malah benar-benar merealisasikan angan-angannya semula. Namun rupanya, Gerrald segera beranjak disertai dengan kekesalan yang semakin menjadi sehabis cewek itu mencubitnya barusan.
"Ger, kamu marah?" lontar Carissa mendongak menatap pacarnya yang sudah berdiri sembari memasukkan ponselnya ke dalam saku celana.
"Menurut lo?" balas Gerrald yang kali ini memelotot tak suka.
Carissa tidak menyangka jika perilakunya barusan malah menimbulkan kemarahan bagi sang pacar. Padahal, Carissa kan hanya ingin bersenda gurau dan bermanja-manjaan saja seperti umumnya pasangan muda-mudi yang berpacaran. Tapi justru, tampaknya Gerrald malah tidak suka seandainya Carissa mengajaknya bercanda.
"Ger, kamu marah?" cicit Carissa merasa bersalah. Di sela itu kedua tangannya pun saling meremas pertanda ia sedang merasa takut kalau-kalau cowoknya itu beneran marah.
Untuk sesaat, Gerrald pun memijit keningnya. Kedua matanya pun ia pejamkan bersamaan dengan ia yang mengembuskan napas kasar. Sejujurnya, Gerrald ingin sekali memarahi gadis itu karena secara tidak langsung, Carissa sudah bersikap kekanak-kanakkan. Dan hal itu, tentu saja tidak disukai oleh Gerrald yang notabene lebih respect pada gadis yang bisa bersikap bijak dan dewasa layaknya mantan kekasihnya dulu.
Tapi apa yang bisa ia perbuat? Bahkan, Gerrald tidak bisa asal meluapkan kekesalannya pada gadis itu. Walau bagaimana pun, dia sudah mengambil keputusan di hari di mana ia menerima pernyataan cinta Carissa. Seandainya ia mampu menolaknya dulu, mungkin hari ini Gerrald tidak akan repot-repot berada di sini sembari menahan rasa geram yang bercokol di hatinya.
"Aku capek. Aku pulang aja!" tukas Gerrald pada akhirnya.
Lalu tanpa perlu banyak basa-basi lagi, kini cowok itu pun segera bergegas pergi menuju motornya yang terparkir di pekarangan rumah Carissa. Meninggalkan sang gadis yang hanya mampu menatap kepergian Gerrald di tengah rasa bersalahnya yang menyelimuti diri.