Bab 25. Apa itu Cinta?

1164 Kata
Sudah berapa kali tak terhitung jumlahnya, Caroline menghela nafas dengan kasar. Audrey yang baru saja masuk kelihatan lega. Lega karena Reta tak menghukumnya, tapi malah mempersatukan ia dan Caroline kembali. Haruskah aku memberitahunya tentang gosip itu? Audrey bimbang, ingin angkat topik mengenai gosip tersebut. Takutnya Caroline akan sakit hati, dan terpuruk. Melihat gadis itu terdiam, Caroline pun memilih bicara. “Apa yang kau pikirkan?” “Tidak ada,” jawab Audrey dengan cepat. Caroline pun memilih bangkit dari kursi, kembali ke simbol yang ditinggalkan oleh Jason. “Sepertinya kita akan tinggal di tempat ini dalam waktu lama, Audrey.” Gadis itu meraba simbol yang ada di rak. “Jika aku dapat menemukan petunjuk, maka aku bisa menemukan ayahku.” “Aku akan membantumu,” kata Audrey penuh semangat. Caroline tertawa kecil, menatap hangat ke arah gadis itu. Sungguh dia adalah gadis polos dan naif, seperti gadis kecil yang tak tahu kejamnya dunia. Jika Audrey bertemu dengan orang jahat, bagaimana nasib dia? Membayangkannya saja membuat Caroline merasakan amarah yang meluap, tapi anehnya ia tertawa. “Kenapa kau malah tertawa, Nona?” Audrey penasaran dengan pemikiran Caroline. “Kita baru saja bertemu. Dan kau dengan mudah percaya denganku.” Gadis itu pun berjalan mengililingi rak buku, mencari petunjuk lainnya lagi. “Itu karena kau baik hati, Nona,” cicit Audrey masih di dengar oleh Caroline. Hah, baik hati. Ia tak sebaik itu, membantu Audrey tanpa maksud. Tujuannya membantu gadis itu adalah, Caroline butuh teman, dan juga butuh informasi mengenai seluk beluk dunia yang di datangi nya. Jika nanti sudah waktunya tiba, maka Audrey akan ditinggalkan begitu saja. “Kenapa aku harus bertemu dengan gadis senaif dirimu, Audrey?” gumam Caroline merasa bersalah. Ah, ia sendiri juga sedang dalam masalah. Tak peduli apapun itu yang terpenting Audrey setia kepadanya. Suasana pun hening seketika, karena mata Caroline fokus pada sebuah buku yang tampak tak asing baginya. Buku atlas miliknya sewaktu masih berada di taman kanak-kanak. Saat hendak mengambil buku itu, ia mendengar suara orang berdebat. “Nona,” panggil Audrey sedikit khawatir. “Aku akan pergi memeriksanya.” Caroline pun berjalan ke arah pintu keluar, “Biar aku saja.” “No..., jika kau keluar identitasmu akan terungkap.” Audrey langsung membuka pintu dan terkejut karena melihat Devon dan Reta yang beradu mulut dengan sengit. “Apakah aku mengganggu kalian?” Audrey hendak menutup pintu kembali, tapi Devon dengan liciknya menerobos masuk begitu saja, langsung mengunci pintu dari dalam. “Buka pintunya!” teriak Audrey dan Reta bersamaan, keduanya saling menggangguk lalu mendobrak pintu itu tapi tak ada hasilnya. Sementara Caroline yang terkejut melihat Devon masuk ke dalam ruangan hanya berdiam diri, memandangi pria itu dengan santai. “Akhirnya aku bisa bertemu denganmu,” kata Devon sambil balik badan, menyugar rambutnya dengan keren. Mata pria itu tersentak kaget melihat Caroline begitu mempesona. Pantas saja si singa Keith langsung jatuh cinta kepadanya. “A-aku..., hais... mulutku sangat tak bisa di ajak kompromi,” kata Devon sedikit canggung. “Apa yang kau inginkan?” Caroline memilih duduk karena tak ingin lelah berdiri. “Sejujurnya aku hanya ingin memastikan sesuatu. Dan ternyata perkataan Keith benar adanya.” Devon juga ikut duduk. “Bagaimana bisa kau terlibat dengan Eugene?” Mendengar nama ‘Eugene’ dari mulut Devon membuat Caroline merinding seketika. “Aku tak punya urusan dengannya. Mungkin karena keberuntunganku sangat jelek.” Dua pria aneh, Eugene dan Derich membuat Caroline merasakan perasaan tak nyaman. Mereka seperti menyimpan taring tajam dibalik ketampanannya. Ah bukan hanya mereka berdua, tapi Keith juga. Hanya saja jenderal emas itu belakangan ini menurunkan kewaspadaannya. “Jika kau tertangkap, kemungkinan besar kau akan di kurung dalam sangkar olehnya.” Devon bangkit dari kursi, “Jaga dirimu baik-baik. Aku tak ingin lagi melihat Keith menebas leher orang hanya karena kau.” Jelas perkataan Devon adalah peringatan bagi Caroline dengan cara halus. Sepertinya di masa depan nanti segala kegiatannya tidak akan berjalan mulus. “Apa maksudmu?” tanya gadis itu. “Dia membunuh pelayan pagi ini hanya karena gosip buruk tentangmu. Sepertinya pelayan setiamu tak bilang apa-apa.” Caroline tidak bereskpresi sama sekali, “Oh,” jawabnya singkat. Ingin rasanya Devon berteriak keras dan bilang semua karena gadis itu. “Kenapa kau berekspresi seperti itu? Apakah kau tak tahu kalau semua! Ah... sudahlah... aku tak ingin membicaraknnya.” Devon terlihat sangat kesal dimata Caroline. “Aku sudah pernah lihat dia menebas orang. Jadi, aku tak peduli sama sekali.” Di dunia ini, yang dipedulikan gadis itu hanya mencari Jason seorang. “Kalau Keith jatuh cinta padamu, apa yang kau lakukan?” tanya Devon blak-blakan. Cinta, cinta adalah hal yang membuatku lemah. Apakah aku pantas mendapatkan cinta. “Aku tak tahu. Cinta itu seperti apa? Aku sendiri tidak mengerti sama sekali.” Caroline yang hidup ditengah kekurangan kasih sayang tak mengerti sama sekali arti dari cinta. Karena selama hidupnya, gadis itu bekerja keras demi menemukan Jason. “Ini rumit,” kata Devon sambil mengacak rambutnya. Pria itu merasa kalau Caroline tak ada bendanya dengan Keith, sama-sama tak bisa mendiskripsikan arti sesungguhnya mencintai. “Aku tak merasa semuanya menjadi rumit.” Caroline melipat kedua tangannya. “Dalam hidupku, hanya ada satu tujuan, yaitu mencari ayahku.” “Terserah kau. Yang jelas jangan menyakiti Keith.” Devon hendak membuka pintu, tapi pintu sudah terbuka duluan dari luar denagn cara di dobrak. “Sialan...! Kenapa kau ada di dalam sini?” Mata Keith tertuju kepada Caroline yang masih setia duduk. “Apakah kau baik-baik saja?” sungguh hatinya cemas ketika mendengar kabar dari Reta kalau Devon masuk ke dalam perpustakaan. “Kau salah sangka. Aku hanya ingin bertemu dengannya saja.” Devon tersenyum lembut, menatap Keith dengan wajah tanpa permusuhan. “Jangan kau ulangi lagi!” Keith menarik kerah Devon cukup keras, sementara Caroline hanya menonton adegan mereka berdua. Apakah Keith menyukaiku? Kenapa ekspresinya seperti itu? Cinta adalah hal yang paling didambakan oleh semua orang, tapi bukan berarti cinta bisa di dapatkan di mana saja. Keith dan Caroline baru mengenal satu sama lain, jadi wajar perasaan mereka sulit untuk tumbuh, tapi tidak menutup kemungkinan jika perasaan itu sudah timbul. “Lepaskan aku, aku tak akan mengulanginya lagi!” teriak Devon, berusaha melepaskan diri, tapi tak didengar oleh Keith. Pria itu pun mulai melayangkan tinjunya ke arah Devon. Sedangkan Caroline, entah pikiran darimana yang terlintas di otaknya, seolah kakinya bergerak sendirian, ia langsung menarik lengan Keith begitu saja. Apa yang akan terjadi selanjutnya? Pikiran Caroline hanya tertuju pada Keith, untuk memastikan persaan cinta yang dimaksud oleh Devon. Bagaimana cara membuktikannya? Yang jelas dengan melakukan tindakan. Karena bagi Caroline, tindakan akan menjawab semua permasalahan yang ada bertumpu di dalam hatinya. Pembuktian itu nanti jelas akan berpengaruh di masa depan. Aku tak bisa berpikir banyak lagi, maka aku akan melakukannya dengan suka rela, batin Caroline dengan pikiran kosong Ah, Audrey yang melihat Caroline dan Keith saling pandang tersenyum sangat tipis. Tangannya mengeluarkan perrcikan sinar biru sedari tadi, lalu menjentikan jari dengan pelan berulang kali. Semua akan terjadi sesuai rencana, kata Audrey di dalam hati penuh misteri. Bersambung
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN