Demi apa coba? Caroline berani bertindak lebih dulu, menurunkan harga dirinya untuk mencium Keith si jenderal berpangkat emas. Aksi itu tentu membuat Keith terkejut bukan main, tapi anehnya dia mengikuti saja permainan gadis itu.
Hayo, siapa yang tak suka di cium? Keith bukan pria munafik, tapi juga bukan pria gampangan. Karena ia tahu kalau ada percikan api di hatinya, pria itu langsung dengan senang hati menerima ciuman yang jelas menggairahkan.
Bunyi decapan memenuhi ruangan yang sepi. Mereka berdua terlena, sampai memejamkan mata keenakan. Keith yang rakus, berusaha membuat tubuh Caroline berhadapan dengannya. Tangan berotot itu bergerak menuju ke area pinggang, menarik tubuh gadis itu agar menempel sempurna dengan tubuhnya.
Saat ada hal aneh di area tengah sedikit menonjol dan keras, mata Caroline langsung terbuka lebar, dan seketika mendorong tubuh Keith cukup keras. “Kenapa kau?” tunjukknya sambil menatap area terlarang itu.
“Ini karena aku bersemangat. Lagi pula terbukti kalau aku benar-benar sehat.”
[ASTAGA!]
Caroline tak bisa berkata apa-apa karena saking malunya mendengar ungkapan terus terang dari Keith. Gadis itu memilih membuang muka ke arah lain dengan wajah merahnya.
Memalukan, batin Caroline menggigit bibirnya sendiri.
“Ehem, cepat lakukan tugasmu.”
Keith sendiri juga malu, karena si perkasa bangun hanya karena ciuman. Ah ciuman yang benar-benar menggairahkan, sampai ia bingung mendeskripsikannya. Maklum, jomblo dari lahir.
“A-aku tak bisa,” ujar Amelia masih dalam mode malunya.
“Jika kau tak mau melakukannya, aku akan memberitahu Eugene kalau kau ada di mansionku.” Keith bersandar cukup santai, setelah ketegangan terjadi. Meskipun pusakanya belum tidur sepenuhnya, tapi ia bisa mengontrol diri.
“Tapi,” ucap Caroline dengan ragu. Sebab melayani yang ia tahu adalah melakukan hal ini itu. Dahi Keith pun berkerut, tak mengerti arah pembicaraan mereka.
“Madam Reta bilang aku harus melayanimu, padahal aku belum pernah melakukannya!” teriak Caroline dengan cepat, membuat Keith menganga lebar, lalu langsung tertawa seketika.
Gadis itu pun merasa ingin mengubur dirinya karena Keith tertawa. Ia hanya bisa mendesah ringan, balik badan untuk beranjak pergi karena tahu kalau segala pemikirannya salah.
“Kau mandi sendiri!”
Blam
Pintu ditutup oleh Caroline, dan Keith baru menyadari kalau ia tak seharusnya berkata demikian. “Caroline!” panggil pria itu dengan nada cukup keras. “Caroline...!” Ia pun ikut keluar dari pemandian dengan keadaan basah kuyup hanya untuk mencari gadis itu.
Semua pelayan yang melihatnya kaget, pasalnya baru kali ini Keith bertindak diluar batas kewajaran.
“Carol!” teriak Keith memenuhi ruangan. “Dimana Carol?” tanya pria itu kepada dua pelayan tak jauh darinya.
“Kami tak melihatnya.”
Keith pun langsung pergi, segera mencari keberadaan Caroline. Ini salah karena menertawakannya. Andai saja ia peka, pasti gadis itu tak akan marah. “Sialan... mulutku memang beracun.”
Lalu, bagaimana dengan Caroline? Seumur hidup, gadis itu tak pernah merasa malu seperti itu. Jika nanti ia bertemu dengan Keith, apa yang harus dilakukannya? Tidak bisa! Malam ini dia harus keluar dari Mansion Griffin.
Terlebih lagi, Keith sudah mengetahui identitasnya. Dan sekarang tak aman baginya keluar dengan mudah. Karena posisi Caroline saat ini masih dalam mode gadis, ia berjalan mengendap-endap bagaikan pencuri, takut kalau ada orang yang mengetahuinya.
Namun siapa sangka, tangan Caroline tiba-tiba ditarik oleh seseorang menuju ke ruangan terdekat. Gadis itu terkejut melihat Reta yang sedang membawa handuk dan juga pakaian. “Madam Reta,” panggilnya menekan ludah kepayahan.
“Ganti pakaianmu dengan ini. Setelah itu bicara denganku.”
Caroline mengangguk saja, karena Reta sudah memegang kartu Asnya. Setelah selesai memakai pakaian, gadis itu pun duduk di tepat didepan kepala pelayan itu.
“Kau cukup ceroboh, Caroline,” ucap Reta mengawali pembicaraan.
“Itu karena aku terlalu naif,” jawab gadis itu dengan tenang. “Bagaimana kau bisa tahu kalau aku seorang gadis?”
“Awalnya aku tertipu, tapi berkat tuan mataku jadi terbuka.”
Mendengar ungkapan Reta, Caroline tahu bahwa penyamarannya sedari awal sangat percuma karena Keith sudah menyadarinya.
“Tenang saja, identitasmu akan aman. Aku dan tuan tak akan membocorkannya.” Reta mulai bangkit dari kursi. “Tapi, kau harus lebih berhati-hati. Jika identitasmu bocor, aku yakin raja akan segera menuju kemari. Karena identitasmu adalah seorang buronan.”
Reta pun pergi meninggalkan Caroline sendirian di ruangan tersebut. Gadis itu hanya menghela nafas sedalam-dalamnya, karena terlalu ceroboh dengan situasi yang dihadapi. Belum ada sehari, Keith sudah menyadari identitasnya. Lalu, bagaimana dengan masa depannya? Memikirkan hal itu membuatnya pusing.
“Aku lelah. Bagiamana dengan Audrey? Aku belum bertemu dengannya sama sekali.” Caroline menatap ke seluruh ruangan, ternyata tempat yang dipijaki saat ini adalah perpustakaan. Mata gadis itu langsung tertuju pada simbul di rak kayu sekitar satu meter. Cukup kecil, tapi ia tahu betul simbol apa itu.
“Ini...,” gumam Caroline mengingat kalau simbol itu persis dengan buku harian Jason.Tanpa pikir panjang lagi, gadis itu segera mendekatinya, menatap tanpa berkedip. Simbol huruf 'Js', dibuat seperti latin. Hanya sang ayah yang membuat hal tak berguna seperti itu.
“Besar kemungkinan ayah pernah tinggal disini.” Caroline meraba simbol itu penuh kasih sayang, mengingat segala kenangan yang ada ketika mereka masih hidup bersama dengan bahagia. Namun, back memori yang dilakukan tak bertahan lama karena seseornag masuk ke ruangan dengan tiba-tiba.
“Aku sudah mencarimu kemana-mana, ternyata kau berada di sini, Car.”
Suara itu, suara Keith cukup tegas dan juga lembut secara bersamaan. Caroline langsung menoleh, seketika mereka saling pandang satu sama lain. Di mata pria itu, Caroline begitu cantik memakai pakaian layaknya gadis bangsawan. Aura untuk memikat seorang pria terlihat sangat jelas.
Caroline yang melihat Keith berdiam diri, langsung berdiri tegak, tersenyum lebar untuk menyembunyikan kegugupannya. Gugup karena belum siap bertemu dengan pria itu, dan gugup karena takut ketahuan menemukan sebuah petunjuk.
“Aku hanya melihat-lihat saja,” jawab Caroline dengan tenang. Keith mengapalkan tangan kuat, menahan segala gejolak yang bertumpu di bagian bawahnya. Entah kenapa, hanya dengan melihat gadis itu, anggota tubuhnya bereaksi secara berlebihan.
Sepertinya, aku benar-benar mabuk cinta olehnya.
“Aku perlu bicara denganmu,” ucap Keith sambil duduk, mencoba untuk menenangkan dirinya dengan elegan. “Duduklah...”
Akhirnya, Caroline mau duduk di depan Keith meskipun masih menahan malu karena pikiran yang naif itu.
“Aku ingin kau tetap di sini, bersembunyi sebagai pria. Tapi, kau harus dekat denganku. Dimana pun aku berada, maka disitulah tempatmu.”
Caroline masih diam, menimbang tawaran Keith. Sepertinya rencana untuk kabur harus tertunda karena ingin mencari tahu tentang Jason di mansion milik pria itu.
“Asalkan Audrey bersamaku, aku mau melakukannya.”
Keith terkejut dengan tanggapan Caroline di luar dugaan karena mengira kalau gadis itu akan menolaknya. Apa yang terjadi? Tidak mungkin kalau dia tak punya tujuan.
“Aku cukup senang kau datang kemari dengan kakimu.” Keith bersikap seperti biasa, dingin dan tegas.
“Iu karena kau yang menyeretku. Andai saja tasku kembali, aku tak ingin berurusan denganmu.” Mengenai identitas yang bocor, Caroline akan berhati-hati dimasa depan.
“Seharusnya kau berterimakasih, karena aku membantumu.” Keith pun bangkut dari kursi, “Tunggu sampai malam tiba, aku akan membuat topeng baru untukmu.” Pria itu pun keluar dari ruangan, menatap Reta yang sedang menunggunya.
“Kali ini kau bertindak benar, Reta. Aku percayakan dia padamu.” Keith berjalan angkuh menuju ke kamarnya. Tadi, sewaktu ia mencari keberadaan Caroline, pria tersebut melihat Reta membawa gadis itu masuk ke ruang perpustakaan.
Awalnya Keith cemas, takut kalau Caroline mengetahui sesuatu, tapi ternyata saat masuk ke dalam ruang perpustakaan pikiran negatif hilang sebab yang di cemaskan tidak terjadi sama sekali.
Di mata Keith, Caroline tadi hanya terlihat sedang memilih buku, padahal kenyataannya gadis itu sedang menatap simbol peninggalan Jason.
“Caroline, aku tak akan melepaskanmu untuk kedua kalinya. Karena identitasmu ada ditanganku,” gumam Keith dengan wajah tersenyum semirik.
Bersambung