Cuaca begitu dingin ketika malam hari membuat Caroline merasa tak nyaman sama sekali. Semilir angin yang menerobos masuk ke dalam ruangan menusuk hingga sampai ke tulang. Jubah milik pria asing berlumuran darah itu kembali di pakainya.
“Untuk bertahan hidup di tengah medan pertempuran,” kata Caroline menyeret meja, lalu mengangkatnya untuk di taruh di atas ranjang. Gadis itu naik untuk melihat situasi yang ada di luar.
Ternyata ada pohon besar tak jauh dari ruangan itu. Hanya saja, jendela tersebut ada kaca transparan sehingga tidak terlihat jika tak mendekat. “Jika tak kabur, aku tidak bisa mencari ayah. Aku tak peduli dengan hukum b***k. Lagi pula di dalam tubuhku tak ada cap b***k sama sekali.”
Untung saja pria itu tidak menolak memberikan cap b***k padanya, sehingga jika kabur ia bebas berkeliaran. Caroline bukan gadis bodoh yang tak tau arti cap b***k. Seseorang yang sudah di klaim b***k tak bisa merubah status mereka kembali.
Gadis itu pun mengambil palu di tasnya. Beruntung sekali ia mempersiapkan segala kebutuhan untuk bertahan hidup di alam liar. “Ternyata ada gunanya juga.” Sekali, dua kali kaca itu tak retak sama sekali, tapi Caroline tidak putus asa. Hingga beberapa kali pukulan, kaca tipis itu retak dan pecah.
“Akhirnya berhasil juga.” Caroline dengan lihai memanjat jendela yang sudah dipecah itu. Situasi masih aman terkendali karena tak ada prajurit sama sekali. Ia pun turun dengan santai, melepas jubah merah milik pria asing.
“Kalau aku membawamu, kau akan jadi bumerang.” Caroline menepuk tubuhnya berulang kali, berjalan penuh kewaspadaan untuk menghindari para penjaga. Ketika lewat taman kerajaan, gadis itu melihat pria yang telah membawanya ke sel b***k.
“Aku harap ini pertemuan kita yang terakhir kalinya.” Caroline balik badan, bersembunyi di antara semak-semak karena ada prajurit yang berpatroli.
“Aku harus mengganti pakaianku.” Matanya mengarah pada satu prajurit yang sedang berjaga dalam kantuk luar biasa. Di dekat prajurit itu ada patung naga. Ia mengingat kembali patung singa saat melewati gerbang masuk kerajaan.
Tiba-tiba mata patung naga itu berwarna biru, sontak Caroline yang sengaja mengamatinya tersentak kaget. “Apa aku salah lihat.” Ia mengusap bola matanya sebanyak empat kali, kembali menatap patung itu. Tidak ada yang terjadi, dan kemungkinan besar itu hanya halusinasi.
Gadis itu mengendap-endap menuju ke satu prajurit yang berjaga di area patung naga. Ia langsung memukul tengkuk lehernya cukup cepat sampai pingsan. Tidak mau menunggu waktu, Caroline bergegas membongkar seluruh pakaian sang prajurit.
“Maaf... aku butuh semua pakaianmu untuk bertahan hidup.”
Sang prajurit diseret, dibawa ke semak-semak dalam keadaan hanya memakai pakaian dalam saja. “Aku harus pergi dari sini.”
Situasi masih aman dan terkendali di sekitar Caroline. Tentunya ia bersikap layaknya prajurit biasa, berjalan bebas tanpa adanya gangguan sedikit pun. Sambil terus mengelilingi kerajaan yang cukup megah tersebut.
Mata Gadis itu mengarah pada kolam teratai yang sangat indah. Angin semilir menerpa pepohonan membuat genangan kolam sedikit bergerak. Muncul ikan melompat di udara, membuat Caroline tertegun sejenak.
Namun sayangnya keindahan itu tak bertahan lama karena mendengar langkah kaki seseorang. Sontak Caroline langsung bersembunyi seketika dibalik pohon besar.
“Kerahkan seluruh prajurit untuk mencarinya?”
Suara itu sangat familiar, dan Caroline tahu dia. Ia tak bisa bertahan lama di dalam kerajaan. Harus segera pergi meninggalkan tempat yang dipijaki nya sekarang.
Lantas, bagaiman dengan Keith? Pria itu masuk ke dalam ruangan khusus untuk b***k istimewa. Matanya berkilat merah saat ia tahu kalau gadis itu telah melarikan diri. “Aku tak menyangka dia begitu pintar hingga bisa lolos.”
Tidak ada jejak sama sekali dari Caroline, makanya Keith marah besar. Keputusannya dalam membuat cap di sesali nya saat ini. “Cari dia! Kerahkan semua orang!”
Mereka para prajurit menyebar langsung ke seluruh pelosok istana, membawa anjing penjaga. Salah satu dari mereka menemukan jubah milik Keith. “Teruskan sampai ketemu!”
Para anjing mengendus bau lain dari jubah itu, bergegas mencari keberadaan Caroline. Sementara Keith meremas kuat jubah miliknya, antara marah dan kesal karena terlalu meremehkan gadis itu.
Di sisi lain, Caroline sedang berlari menuju ke hutan, letaknya di belakang kerajaan. Gadis itu melihat sungai yang mengalir deras, segera melempar seluruh pakaian prajurit yang dikenakan. Suara anjing menggonggong membuat hatinya gelisah. Karena tak punya pilihan lain, ia memberanikan diri untuk terjun ke sungai, mengikuti arus air.
Anjing milik prajurit itu terus menggonggong tiada henti ketika berada di pinggir sungai. Keith pun tiba, kali ini kemarahannya sudah tak bisa di kendalikan lagi. Tangan yang memegang pedang itu langsung di ayunkan, tepat dileher sang prajurit yang membawa anjing pelacak.
“Cari dia ke sepanjang sungai! Malam ini kalian harus menemukannya!”
“Baik!” jawab mereka serempak.
Tidak ada yang bisa melawan Keith karena dia adalah jenderal tertinggi di kerajaan. Begitulah dia, jika memberi peringatan kepada bawahan. Sungguh sangat kejam, seperti rumor yang beredar dikalangan bangsawan dan masyarakat.
Sementara itu, Caroline yang berenang di tengah sungai langsung pergi ke tepian karena sudah merasa aman. Gadis itu memegang tubuhnya sendiri karena kedinginan. Bibir biru pucat pun terlihat jelas di mata orang lain meskipun dalam keadaan gelap.
“Aku harus segera berganti pakaian.” Untung saja tasnya anti air, dan ada satu set pakaian di dalam tasnya. Caroline segera merubah dirinya, secepat kilat takut ada orang yang melihat.
Pelarian kali yang dilakukan memang beresiko, tapi dalam hidupnya tidak ada yang ada yang lebih penting dari pencarian Jason.
“Aku harus ke tempat yang banyak penduduknya.” Gadis itu berjalan menuju ke arah lampu. Benar saja, ia mendengar keramaian tak jauh darinya. Caroline menggunakan Hoodie untuk menutupi wajahnya, takut kalau terekspos.
Saat memasuki jalanan ramai, semua orang yang berlalu lalang menatap aneh kepadanya. Mereka mengira kalau Caroline adalah orang gila karena memakai pakaian serba hitam. Di Kerajaan Hazelmuth, pantang bagi penduduk memakai pakaian serba hitam.
Jika ada, mereka di anggap gila karena melanggar tabu. Semua orang kasak-kusuk tak jelas, hal tersebut membuatnya risih, segera pergi meninggalkan tempat itu dengan tergesa-gesa.
Sampai-sampai tak sengaja menabrak seseorang, “Maafkan aku,” kata Caroline sambil menunduk. Gadis itu bergegas pergi, tapi tangannya langsung dicekal oleh seseorang.
“Mendengar suaramu saja membuatku candu? Siapa kau?” tanya pria asing itu.
Caroline masih tak menoleh, berusaha melepaskan diri karena ingin cepat-cepat kabur dari tempat itu. “Lepaskan... aku harus bertemu saudaraku yang sekarat, “dusta nya lancar jaya.
Tangan Caroline di tarik paksa, sehingga punggung bertabrakan dengan tubuh pria asing itu. Mata gadis tersebut melotot tajam, seolah hendak keluar dari tempatnya. “Kau sangat tak sopan.”
“Aku hanya ingin dekat denganmu,” bisik pria itu penuh dengan kelembutan. Caroline tak terpesona sedikitpun. Malah ia sangat jijik dan hendak muntah. Pria asing yang memegangnya itu sama seperti Bryan, si profesor m***m yang telah menunggangi banyak gadis di luar sana.
Caroline tak bisa tinggal diam, langsung menginjak kaki si pria asing. Tapi sang pria tak bergeming sama sekali, dengan gerakan tangan cepat langsung membuka hoodie yang menutupi kepala gadis itu.
Rambut sedikit basah dengan aroma bunga melati tercium jelas di indera penciuman pria itu. Caroline langsung menyikut perutnya cukup keras hingga pegangan terlontar. Tidka lupa, ia menendang alat vital si m***m dengan keras.
“Dasar menjijikkan!”
Orang itu meringis kesakitan, tapi matanya tetap memandang ke arah Caroline yang mulai menjauh. Sedetik kemudian dia tertawa, menyugar rambutnya ke belakang. “Kau akan menjadi milik Derich Isaac.”
Caroline ternyata menyinggung orang yang salah, yaitu jenderal perak dari keluarga Isaac. Dan malah secara tidak langsung sudah di klaim menjadi miliknya.
Bersambung