Audrey dan Caroline sudah keluar dari ibu kota dengan selamat, tanpa ketahuan oleh pengawal sekalipun. Namun bukan berarti mereka aman, melainkan harus menambah mawas diri. Satu hal yang terpikirkan oleh Caroline adalah Tuan K.
Pria itu juga merupakan buronan, pasti sangat sulit untuk keluar ibu kota karena identitasnya yang sekarang. Lngkah gadis itu berhenti, menatap ibu kota cukup lama. Dari jauh memang tampak indah karena lampu yang berwarna warni.
Menara emas yang menjulang tinggi juga terlihat mencolok di matanya. Ibaratnya benda itu adalah gudang uang. Sayang bukan miliknya dan hanya menjadi angin lalu.
“Ayo pergi,” kata Caroline tak ingin berlama-lama karena harus pergi ke Gunung Suci.
“Nona, apakah kau yakin akan pergi ke Gunung Suci?” tanya Audrey memastikannya sekali lagi.
“Tentu saja. Aku akan kesana karena petunjuk dari buku ayah.” Caroline mngeluarkan buku Jason untuk diperlihatkan kepada Audrey. Sepertinya pria itu sengaja meninggal jejak dan sudah memastikan kalau semuanya akan terjadi.
“Gunung Suci bukan tempat biasa, Nona,” kata Audrey mengawali pembicaran mereka di tengah perjalanan.
“Aku rela melakukan apa saja, asalkan bertemu dengan ayah.” Caroline naik ke bebatuan, menatap bulan yang bersinar. “Kau tahu, hanya ayah yang menyayangiku setelah ibu pergi.”
Hati Audrey sangat sakit, seperti tertusuk ribuan pisau. Tapi, yang dilakukan hanya diam saja, seolah menahan rasa sakit itu. Padahal didalamnya nyeri tidak tertahankan.
“Jika suatu hari nanti ibumu kembali, apa yang kau lakukan?” tanya Audrey dengan hati-hati.
“Tentu saja mengajaknya hidup bersama. Kami bertiga akan hidup seperti keluarga harmonis.” Cita-cita Caroline bergitu sederhana, hanya ingin menjadi keluarga yang utuh. Namun, keitnginan itu sangat sulit untuk terlaksana.
“Nona..., aku harap keluargamu bisa berkumpul kembali.” Audrey tersenyum getir, menatap ksong ke pungung Caroline yang mulai menjauh. Dalam hidupnya, pengorbanan yang dilakukan saat ini hanyalah untuk gadis itu. Statusnya yang tinggi tak bisa di ubah begitu saja.
Tiba-tiba saja, Audrey mendengar suara langkah kaki kuda. Gadis itu langsung menyeret Caroline untuk masuk ke hutan, bersembunyi dibalik pohon besar.
“Ada apa?” bisik Caroline penasaran. Audrey menutup mulut gadis itu, menggeleng pelan. Suara kuda semakin cepat, seolah menandakan kalau si penunggang tergesa-gesa.
Caroline yang mengerti situasi, mengintip dengan cemas. Terkejut karena melihat Derich yang sedang berhenti dibekas mereka berdiri. Oria itu turun, mengamati tanah, terlihat jelas jejak kaki yang baru saja tercetak.
“Jejak kaki berhenti disini,” kata Derich sambil menatap hutan yang berada tepat di depannya. “Aku harus mencarinya masuk ke dalam hutan.”
Begitu mendengar bel peringatan itu, mereka berdua yang bersembunyi langsung lari masuk ke dalam hutan, lebih jauh sampai ke pelosok hutan. Audrey melihat sebuah gua, langsung menyeret Caroline begitu saja masuk ke dalam tempat itu.
“Kita sembunyi disini sampai fajar tiba. Nona bisa istirahat, aku akan berjaga,” kata Audrey menyentuh bahu Caroline.
“Kita berjaga bersama,” finalnya sambil menatap ke seluruh gua yang tak pernah dijamak oleh manusia. Audrey diam-diam menggunakan sihirnya untuk membuat tanaman rambat mengelilingi area masuk gua.
Disisi lain, Keith dan Megan juga berjuang dalam hidup mereka. Setelah terjun ke jurang, keduanya masih selamat karena ada batu besar yang menonjol, kuat sebagai pijakan. Keith mendongak ke atas, lalu melirik ke bawah jurang. Jelas sekali sangat gelap, apalagi dimalam hari.
Megan yang masih dalam kondisi syok masih duduk lemas tak bertenaga sama sekali. “A-aku masih hidup,” katanya tak percaya.
“Tentu saja, karena aku dewa keberuntungan.”
Jawaban itu adalah jawaban mengada-ada. Yang sebenarnya adalah Keith sudah mengetahui medan sedari awal. “Bangun... kita harus kembali ke atas tebing.”
Pria itu bersuit cukup keras, tiba-tiba adaseekor burung merpati datang. Karena sudah menyiapkan segalanya. Keith langsung menyelipkan surat itu ke kaki snag burung. “Aku harap dia meresponnya dengan cepat.”
Burung itu pun terbang, melewati hutan terus menuju ke pasar ibu kota. Saat hendak turun, burung berhenti di pohon besar, menoleh ke kanan dan ke kiri seolah mencari sesuatu. Lalu, dia terbang kembali menuju ke Rumah Madu.
Banyak para pengawal istana di sana sedang menjaga rumah itu. sebagian dari wanita penghibur di sandera, dan sebagian lagi diminta untuk melayani. Salah seorang wanita yang melihat burung merpati pembawa surat datang langsung bergegas menghampirinya dengan cepat.
“Pergi dari sini sebelum ketahuan,” katanya-mengambil surat itu. Wanita tersebut pun pergi ke lorong demi lorong, menuju ke sebuah ruangan dan masuk negitu saja.
“Tuan, ada kabar dari Tuan K.”
Jeff yang masih duduk dengan terikat langsung mendongak menatap wanita itu. “Sepertinya, malam ini kita harus bergerak.” Si wanita melepas ikatan tersebut.
“Buat para pengawal kerajaan itu tak sadarkan diri. Aku akan mencari keberadaan Tuan K.” Jeffe membuka selembar surat kecil itu, lalu tersenyum ketika membacanya.
“Akhirnya datang juga disaat tuan membutuhkan bantuanku.” Jeff berjalan menuju ke lemari, masuk ke dalamnya ternyata ada sebuah pintu rahasia yang terhubung.
Saat membuka pintu itu, sebuah lorong gelap taampak jelas. Jeff pun melangkahkan kakinya ditengah kegelapan, tak takut sama sekali hingga sampai di sebuah pintu berwarna merah.
“Aku akan menolomg tuanku. Sayang sekali Rian tak ada di sini.”
Kakak dan adik itu, keduanya menyimpan rahasia tentang identitas Tuan K. Justru Jeff yang tahu lebih dulu mengenai Tuan K sebenarnya. Hanya saja, ia tak mau melibatkan adiknya dalam situasi yang rumit.
Nah, disini Keith berperan memanfaatkan situasi mereka, berpura-pura main dalam drama yang dibuat oleh sepasang saudara itu.
Jeff tak mau berlama-lama dalam menjalankan misi karena tuannya berada di posisi sulit. Ia mengambil tali dan juga alat pengait. “Waktunya beraksi.”
Pria itu menodngak ke atas, melompat cukup tinggi untuk membuka atap. Satu dorongan, dua dorongan, dan akhirnya terbuka di dorongan ketiga.
Jeff pun menghirup udara segar, ketika bisa merasakan suasana kebebasan. Ia berdiri tepat di atas rumah itu, melirik ke bawah, tampak para pengawal kerajaan di buat mabuk oleh penghuni Rumah Madu.
“Kerja bagus,” gumam Jeff segera melompat dari rumah satu, ke rumah lainnya. Begitu keadaan sepi, pria tersebut memilih turun, berjalan kaki dengan santai. Pergi melakukan penyelamatan untuk Tuan K.
Lantas bagaimana dengan pencarian yang dilakukan Veto? Pria itu sudah meminta pengawal kerajaan untuk menyebar-mencari keberadaan Keith dan Megan. Namun, proses pencarian itu tak membuahkan hasil sama sekali.
“Sialan! Kemana mereka pergi?” teriak Veto menebas dua orang pengawal untuk melampiaskan amarahnya.
“Sebagai seorang ksatria terpilih, kau tak bisa meluapkan amarahmu dimana saja, Vet,” ucap Fredich mendekati Veto.
“Cih, aku hanya kesal karena gagal.” Veto pun menaiki kuda, memilih pulang begitu saja. Setelah dia mejauh, Fredich yang mengambil alih.
“Lanjutkan pencarian. Jangan istirahat sampai menemukan petunjuk!” titah Fredich tak kalah kejam. Baginya menemukan Tuan K adalah hal terpenting karena status dia begitu berharga,
Fredich tahu bahwa Tuan K menampung para b***k dari kerajaan lain. Mereka bisa saja melakukan pemberontakan, dan ia ingin jadi pemeran utama dalam meringkus para pemberontak itu nanti.
Para pengawal yang mendapatkan instruksi hanya diam, meskipun mengeluh di dalam hati. Toh suaranya juga tak dianggap oleh sang tuan, apalagi pria seperti Fredich yang tak akan pernah kalah dihadapan semua orang.
Jika aku bisa mendapatkanmu, maka semuanya akan berjalan dengan mudah, batinnya penuh percaya diri.
Bersambung