Alaric duduk dengan kepala mendongak. Amarah Alea membuatnya menunda beberapa pekerjaan dan beragam rapat yang seharusnya dia pimpin pagi itu. Cukup lama dia duduk di depan jendela kaca besar yang menghadap ke luar gedung. Dilihatnya kendaraan lalu lalang dan banyak manusia yang sibuk berjalan ke sana ke mari. "Ya, Alea?" deliknya. Ternyata Alea menghubungi Alaric setelah beberapa saat meninggalkan amarah. "Aku minta maaf," ucap Alea diiringi isak tangisnya. "Aku juga minta maaf," balas Alaric. "Aku nggak sungguh-sungguh mengucapkannya, Ric. Kita masih bersama," Alaric menarik napas dalam-dalam dan menghempasnya perlahan. "Nggak. Kita sudah nggak memiliki hubungan apa-apa lagi," Terdengar raungan tangisan dari ujung sana. "Maaf, Ric. Maafkan akuuuu," "Iya. Aku maafkan. Tapi aku