"Kau ini Mawar, kan?"
Siang itu, Roseline merasa otaknya benar-benar panas saat mendengar pertanyaan dari seorang pria yang masuk ruangannya tanpa mengetuk pintu. Hal yang sungguh tidak sopan dilakukan oleh karyawan pada pemilik perusahaan.
"Apa dia mengetahui siapa aku yang sebenarnya?" batin Roseline penuh keterkejutan. Gadis cantik bernetra hazel itu menatap tajam pria yang berdiri di ambang pintu. Roseline tahu persis siapa yang datang dengan tidak sopan seperti itu. Rayhan, siapa lagi kalau bukan dia. Hanya Rayhan yang bisa bersikap seperti itu padanya. Rayhan adalah manager perkembangan bisnis di perusahaannya. Pria yang sangat berdedikasi tinggi. Andai dia tidak memberikan benefit pada perusahaannya, tentu Roseline sudah memecatnya sejak dulu.
Sungguh menyebalkan, tepat di saat dirinya menatap pria itu penuh intimidasi. Namun, Rayhan sama sekali tak merasa terintimidasi. Bahkan tak ada rasa takut sedikit pun pada Roseline yang sejatinya pemilik perusahaan, tempat pria itu bekerja. Rayhan malah menampilkan senyum terbaiknya, lebih tepatnya senyum yang menggoda.
"Untuk apa kau menghindar dari takdirmu?"
Gerakan tangan Roseline yang coba tetap sibuk dengan pekerjaannya seketika terhenti. Gadis itu semakin terkejut. Jantungnya seakan berhenti berdetak saat mendengar pertanyaan itu. Dia benar-benar tidak menyangka hingga membuat Roseline terdiam sebelum akhirnya menatap ke arah pria itu.
"Apa maksudmu?" tanya Roseline sambil memicingkan matanya. Membuat kelopak mata cantik itu tampak menyipit.
Gadis itu masih duduk dengan tenang. Sungguh dia berusaha menjaga emosinya yang bergejolak. Dengan tatapan tajam, Roseline seolah menusuk pria itu dalam diam. Sungguh Roseline berusaha untuk menahan sorot matanya agar lebih terlihat mengintimidasi lawan. Tapi kenyataannya, pria di hadapannya itu cukup tangguh. Dia sama sekali tidak merasa terintimidasi. Pria itu seolah tak merasa bersalah sama sekali, bahkan dia membalas tatapan mata Roseline dengan tak kalah tajam.
"Jangan bohong padaku!" ucapnya kembali.
Kali ini Roseline mengerutkan keningnya. Sedikit menyipitkan mata karena tak memahami apa maksud dari kalimat yang Rayhan ucapkan padanya.
"Sudah aku katakan, jangan membohongiku, Mawar!" Tegas. Suara itu terdengar sangat tegas, walau itu diucapkan dalam intonasi yang lembut.
Roseline pun masih terdiam. Masih berpikir jawaban apa yang harus dia berikan. Namun, gadis itu memilih untuk menunggu apa lagi yang akan dikatakan Rayhan. Dia tak ingin gegabah dan sampai salah bertindak yang akan membuat dirinya menyesal.
"Aku tau kenyataannya. Kau itu Mawar, bukan Rose."
Kali ini Roseline menyadari tatapan mata Rayhan berubah dingin. Seakan menusuk jiwanya hingga menggigil dan sungguh tatapan itu membuat Roseline tak tahan. Gadis itu pun membuang tatapannya jauh. Ini adalah hal yang langka terjadi. Rupanya gadis itu yang malah merasa terintimidasi. Bagaimana mungkin Roseline yang biasanya mengintimidasi lawan, kali ini justru dia yang merasa terintimidasi? Itu benar-benar tidak masuk akal, tapi nyata terjadi.
Lagi-lagi Roseline berusaha menatapnya, tapi sungguh tidak sanggup dengan sorot mata yang sedingin itu. Roseline pun kembali memalingkan wajahnya. Menghilangkan rasa gugup yang seakan menyandera jiwa tangguhnya.
"Untuk apa aku menjadi orang lain. Membuang energy saja," ucap Roseline coba membuka suaranya dan bersikap biasa agar tak terbaca oleh Rayhan.
Gadis itu pun kembali menatap pria di hadapannya dengan tatapan lurus. Tak perlu mendongakkan wajah cantiknya karena tinggi badan mereka hampir sama. Bahkan Roseline tampak sedikit menunduk. Hari ini, gadis cantik bernetra hazel itu memakai heels 7cm. Membuatnya lebih tinggi dibandingkan dengan Rayhan.
Namun, tanpa terkendali jantung gadis itu kembali berguncang. Seolah semesta sedang mempermainkan perasaannya. Tepat di saat Rayhan melangkahkan kaki, secara tiba tiba pria itu mendekat ke arahnya. Kemudian langsung menarik lengan Roseline dengan kasar hingga dia terhempas ke tubuh kekar pria itu. Dekapan hangat yang selalu dia rindukan.
"Sial, aku tidak bisa menolak dan berontak. Bodohnya lagi, aku malah nyaman di pelukan Rayhan," batin Roseline sambil merasakan debaran jantungnya kian tak beraturan.
"Aku mohon. Jadilah dirimu sendiri di hadapanku! Aku siap menghapus air matamu. Aku siap mendengar segala keluh kesahmu. Aku siap mendampingimu dalam kondisi apa pun. Aku Rey, sahabatmu. Aku yakin kau tidak pernah melupakanku. Seperti aku yang selalu mengingatmu. Bertahun-tahun aku mencarimu, Mawar. Rasa khawatir menggerogoti perasaanku. Lalu tiba-tiba kau datang menjadi orang lain. Sungguh aku bahagia bisa bertemu denganmu, meski kau kembali sebagai orang lain."
Napas gadis itu terasa sesak. Suara lembut Rayhan sukses meluluh lantakkan jiwanya yang ingin menjadi seorang pemberontak. Terlebih lagi saat ini Roseline mendengar isak tangis pria itu. Membuat perasaan Roseline semakin kacau. Sungguh teramat sangat kacau.
"Ada apa ini?" gumam gadis itu dalam hatinya. Sungguh dia ingin memberontak atas perasannya yang mulai labil.
"Jangan lemah, Rose! Kamu wanita kuat. Tidak boleh lemah!" Dalam hati, Roseline terus meyakinkan dirinya. Sungguh gadis itu tak ingin terlihat lemah hanya karena seorang pria.
Tanpa terasa, air mata Roseline mulai mengembang. Entah kenapa saat ini, Roseline merasa sangat tersentuh mendengar pernyataan Rayhan. Namun, itu tidak seperti skenario yang dia ciptakan sebagai tujuan utamanya untuk kembali.
"Tidak!" Gadis itu berteriak dalam hatinya yang sempat rapuh.
Roseline mulai memejamkan matanya. Berusaha kembali mengumpulkan tekad. Dia bukan wanita yang lemah. Sungguh, dia adalah wanita kuat yang pantang untuk menangis.
"Aku tidak boleh menangis. Apa-apaan ini," ucap Roseline kembali dalam hatinya. Menutupi diri yang sempat rapuh. Walau kenyataannya saat ini dia memang sudah sangat rapuh. Roseline masih ingin terus memejamkan mata dengan erat. Membulatkan tekad dan meyakinkan dirinya bahwa Mawar sudah mati. Mawar sudah tidak ada lagi dalam jiwa seorang Roseline. Seorang wanita lemah tak berdaya yang hanya bisa ditindas oleh siapa saja.
Sekarang dia adalah Roseline. Wanita kuat yang mampu memiliki dunia dalam genggaman tangannya dan tekad itu benar-benar membuat air matanya menyusut drastis.
Dengan cepat, gadis itu menyeka wajahnya dari air mata, lalu mendorong tubuh Rayhan yang memeluknya.
Tanpa aba-aba, Roseline mengangkat tangan kanannya. Gadis itu menampar wajah pria di hadapannya dengan cukup keras hingga terdengar suara yang cukup nyaring. Bahkan pipi kiri Rayhan tampak memerah, tergambar bentuk tangan Roseline.
"Itu cara saya mengajarkan Anda sopan santun. Saya ingatkan Anda sekali lagi! Jika hal ini sampai terulang lagi, saya akan memecatmu." Tidak, itu bukan diri seorang Roseline yang sebenarnya. Dia adalah pemegang jabatan tertinggi di perusahaan itu. Dia bisa saja memecat Rayhan saat ini juga, tapi sungguh, dia sendiri tak habis pikir dengan keputusannya yang masih memberi Rayhan kesempatan.
Merasa hampir gila dengan pikiran dan otaknya yang terus bertentangan, gadis itu pun segera pergi meninggalkan Rayhan yang masih terpaku di dalam ruang kerjanya. Sedangkan Rayhan masih mematung diam hanya melihatnya. Pria itu tampak mengusap pipi kirinya yang terasa panas. Tak menyangka Roseline bisa sekasar itu padanya.
"Datanglah besok ke ruanganku beserta surat pengunduran dirimu," ucap Roseline tegas. Seolah mereset kalimat yang sempat dia ucapkan sebelumnya.
"Maaf."
Kali ini Roseline terdengar bergumam. Sayangnya, suara itu hanya mampu didengar oleh telinganya sendiri. Tanpa bisa terdengar oleh Rayhan karena terlalu lirih.
Sambil membanting pintu ruangan, Roseline keluar dari hingga suara itu terdengar sangat keras. Selang beberapa saat terdengar suara teriakan penuh emosi dari dalam ruangan gadis itu. Sepertinya Rayhan menumpahkan kekesalannya dengan berteriak lantang. Sedangkan Roseline berusaha untuk tidak peduli. Berusaha? Ya, gadis itu berusaha untuk tidak peduli. Menjaga rahasia yang tak mampu dia ungkapan saat ini dan mungkin tak akan pernah dia ungkapkan sampai kapan pun.
"Maafkan aku, Rayhan. Aku tidak bisa mengakuinya. Mau bagaimanapun, dendam ini harus terbalaskan," batin gadis itu, membiarkan air mata lolos begitu saja hingga membasahi wajah cantiknya.