Part 2. Like Angry Bird

1313 Kata
"Gara-gara kakak, sih. Kan jadi disuruh belanja keperluan dapur juga sama Daddy," ucap Samantha kesal sambil berjalan beriringan dengan El. "Sudahlah, jangan cemberut seperti itu. Begini saja. Kita akan membagi tugas. Kau yang bpergi berbelanja baju, dan aku yang akan belanja keperluan dapur, bagaimana?" ucap El mencoba berkompromi dengan adiknya. "Baiklah. Mana kartu kreditnya?" ucap Samantha sambil menengadahkan tangannya. El segera merogoh saku jaketnya dan memberikan kartu kredit miliknya pada Samantha. "Bukan yang ini. Yang milik Daddy," ucap Samantha lalu mengambil sendiri kartu kredit yang dimaksudnya dengan menggeledah saku jaket kakaknya. "Tapi Sam, kalau Daddy tahu dia_______" "Aku yang akan bicara pada Daddy, nanti. Gunakan saja kartu kredit kakak ini untuk belanja keperluan dapur. Hitung-hitung kan irit uang tabungan kakak sendiri. Dah..." ucap Samantha lalu berlari pergi, atau lebih tepatnya kabur dari sana. El menggeleng tak percaya sambil melihat adiknya yang berlari semakin jauh. 'Dasar anak itu, tapi... ya sudahlah. Aku tidak rugi ini. Lagipula Daddy juga tidak akan bisa marah padanya,' ••••• "Emm... kira-kira mana yang lebih cocok untuk kakak El ya. Hmm..." ucap Samantha bingung saat ia melihat-lihat baju pria yang ada banyak sekali disana. Ya. Itu tentu saja. Namanya juga pusat perbelanjaan. Dan akhirnya Samantha tertarik dengan sebuah kaos polos berlengan panjang, yang diyakininya akan cocok jika dikenakan oleh kakaknya. "Aku harus membeli itu," ucap Samantha lalu berlari menuju tempat kaos itu dipajang. Kenapa Samantha selalu berlari? Ya. Mungkin itu memang kebiasaannya. Atau itu hobinya. Entahlah. Saat Samantha hendak mengambil kaos itu, ternyata ada orang lain yang juga hendak mengambilnya dari arah yang berlawanan. "Lepaskan tanganmu dari kaos ini," ucap Samantha pada laki-laki yang kini tengah menatapnya datar. "Kenapa tidak kau saja yang melakukannya?" ucap laki-laki itu dengan angkuh. Setidaknya seperti itulah kedengarannya ditelinga Samanantha. "Apa kau tidak pernah mendengar istilah Ladies First? Sekarang lepaskan tanganmu," ucap Samantha sambil menarik kaos itu mendekat kearahnya. "Tidak. Meskipun pernah, aku juga tidak peduli dengan istilah seperti itu," ucap laki-laki itu lagi membuat Samantha semakin kesal. "Aku yakin kau tidak punya kekasih, melihat sifatmu yang tidak mau mengalah seperti ini. Ya. Itu tentu saja. Memangnya siapa wanita yang tahan dengan sikap kekanakanmu ini," ucap Samantha yang entah mengapa membuat laki-laki itu kini tersenyum mengejek kearahnya. "Sayangnya kau salah. Sudahlah lepaskan tanganmu sekarang," ucap Laki-laki itu menarik kaos itu kearahnya dengan kuat. Samantha tidak mau kalah. Ia juga menarik kaos itu kearahnya lebih kuat. Dan jadilah keduanya saling menarik dan berebut kaos itu seperti anak kecil dengan diselingi argumen-argumen kecil dari keduanya. Cukup lama keduanya terlibat adegan tarik-menarik kaos itu, hingga laki-laki itu mengalah dan melepaskan tangannya dari kaos itu. Tapi karena hal itu dilakukan dengan mendadak, Samantha yang tidak siap dengan itu, akhirnya jatuh kelantai, sepertinya karena dia terlalu keras menarik kaos itu. "Auuchh.. sial. Apa seperti ini caramu bersikap pada seseorang? Kasar sekali. Uhh.. sakit," ucap Samantha mengaduh sambil memegangi pinggangnya yang terasa sakit. Laki-laki itu lalu membungkukkan badannya dengan mengulurkan tangannya seperti ingin menolong Samantha yang tengah jatuh. Tapi ternyata... "Hei! Kembalikan kaos itu. Dasar pria kasar dan tidak tahu malu! Hei!!" teriak Samantha pada laki-laki yang berjalan pergi meninggalkannya itu. 'Aaaaaahh! Aku kesal sekali! Tenang, Sam. Tenang. Itu hanya kaos jadi biarkan saja dia membawanya,’ batin Samantha. Samantha lalu bangun dari jatuhnya tadi dan mencoba berdiri tegak. Ya, meski pinggangnya terasa sakit. "Woah.. apa ini?" ucap Samantha saat melihat sesuatu didekat kakinya. Ia lalu mengambil barang itu dan tersenyum lebar saat tahu benda apa itu. 'Ini pasti dompet pria tadi. Ooh.. jadi namanya Peter. Lihat uangnya yang ada disini. Ternyata dia cukup kaya juga. Pantas saja sombong, kasar, dan angkuh sekali tadi. Aku punya ide bagaimana cara membalas perbuatannya tadi padaku,' batin Samantha senang. Samantha lalu memasukkan dompet itu dalam tas sling bagnya. Ia lalu berkeliling toko baju itu lagi untuk mencari baju lain untuk kakaknya. Dan dia pastikan kali ini baju itu akan jadi miliknya. Sebenarnya karena kejadian tadi, mood Samantha menjadi buruk. Jika moodnya buruk, itu akan berbahaya karena akan mempengaruhi baju-baju pilihannya, nanti. Karena itu, ia memutuskan untuk menelfon temannya agar suasana hatinya membaik. Samantha mengeluarkan ponselnya, lalu menyalakannya dan mendial nomor teman baiknya itu. "Halo..." "Halo, Tris. Kau sedang apa?" "Aku sedang bersantai di gazebo dekat kolam renang. Ada apa? Katanya kau tadi mau berbelanja, dan tidak mau diganggu," "Ya. Memang aku sedang berbelanja. Tapi tadi ada insiden menyebalkan yang membuatku kesal sekarang," ucap Samantha sambil mengambil satu kemeja yang menurutnya bagus. "Insiden apa?" "Aku bertemu seorang laki-laki yang______" "Waaahh.. itu bagus sekali untukmu," "Dengarkan aku dulu. Buang jauh-jauh bayanganmu tentang laki-laki tampan, baik dan menyenangkan itu. Laki-laki yang kutemui tadi itu kasar dan sombong sekali. Ya, tapi dia memang sedikit tampan dengan alis tebalnya yang seperti Angry Bird. Tapi tetap saja itu tidak mengubah apapun. Apalagi setelah dia membuatku jatuh kelantai dan pergi begitu saja. Laki-laki macam apa itu," ucap Samantha mengeluh pada temannya itu sambil mengambil beberapa pakaian lagi seperti sweater dan hoodie yang terlihat cocok untuk kakaknya. "Waaahh.. mendengar ceritamu ini, aku menjadi penasaran seperti apa laki-laki itu," "Jangan berharap bertemu dengan laki-laki seperti dia, Tris. Berharap saja bertemu laki-laki seperti Justin Bieber atau Shawn Mendes atau siapa saja yang lebih baik dari pria sombong itu. Bicara denganmu memang selalu membantu mengembalikan suasana hatiku. Sudah dulu, ya. Aku takut kakak ku menungguku," ucap Samantha sambil berjalan kearah kasir. "Jadi kau bersama kakakmu? Sampaikan salam cintaku pada kakak tampanmu itu ya. Bye, Sam. Muacchh..." Setelah itu sambungan telepon keduanya terputus. Sam memasukkan ponselnya kedalam sling bagnya kembali dan mengambil kartu kredit milik Daddynya dari sana. Samantha berjalan dengan sedikit kesulitan dengan beberapa baju yang dibawanya. Saat sampai dikasir, Samantha langsung meletakkan semua baju yang dibawanya tadi diatas meja kasir. "Tolong tunggu sebentar, nona,” ucap petugas kasir itu membuat Samantha mengernyit bingung. Tapi setelah ia melihat kesamping kanannya ia baru mengerti. "Kau lagi? Sekarang apalagi masalah yang sudah kau buat? Tadi kau tega merebut pakaian yang sudah kupilih, sekarang pasti pura-pura tidak bawa uang agar mereka memberi pakaian gratis padamu, ‘kan? Makanya kalau tidak punya uang, jangan belanja dong," ucap Samantha mengejek laki-laki yang sama dengan yang membuatnya jatuh tadi. 'Rasakan itu. Makanya jadi orang tuh jangan jahat sama orang. Dibales dijahatin kan jadinya. Emang enak,' batin Samantha senang. "Tutup saja mulutmu itu," ucap laki-laki itu membuat Samantha ingin sekali menggaruk wajah songong beralis angry bird laki-laki didepannya itu. "Aku tidak suka menunggu lama. Jadi hitung belanjaanku dan belanjaannya, aku yang akan membayar semuanya," ucap Samantha pada petugas kasir yang menjawabnya dengan anggukkan kepala. "Apa yang kau lakukan?" tanya laki-laki sombong itu bingung pada Samantha. "Bukankah aku orang yng sangat baik. Meski kau sudah kasar dan jahat padaku, aku masih mau menolongmu," ucap Samantha sengaja untuk mengejek dan menyindir laki-laki sombong itu. "Aku tidak meminta bantuan darimu," ucap laki-laki itu mencoba membela diri. "Tapi kau membutuhkannya. Sudahlah. Dalam keadaan seperti ini buang saja gengsi besarmu itu jauh-jauh," ucap Samantha lalu mengambil paperbag yang diberikan petugas kasir padanya dan membayarnya. Dan secara ajaib, ucapan Samantha tadi berhasil membuat laki-laki itu terdiam ditempatnya. Entah mengapa? "Sam!" teriak El yang ada didepan toko, memanggil namanya. Sam tersenyum dan menjawab panggilan kakaknya itu dengan melambaikan tangannya. Ia lalu mengambil kartu kredit yang diberikan petugas kasir padanya. "Lain kali berusahalah bersikap baik pada orang lain, terutama pada wanita. Aku pergi dulu ya. Dah..." ucap Sam lalu pergi berlari menghampiri kakaknya dan tanpa disuruh, El langsung mengambil alih paper bag yang dibawa adiknya itu. Sam lalu mengajak El pergi dengan menggandeng tangan El dan tertawa bahagia. Setidaknya seperti itulah yang terlihat dari posisi laki-laki yang masih tak beranjak dari toko itu, meski Samantha sudah tak terlihat lagi. 'Sial. Baru kali ini aku merasa dipermalukan seperti ini. Lihat saja jika kita bertemu lagi, nanti. Aku akan membalas perlakuanmu ini,' Bersambung...
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN