Bab 1

1642 Kata
Niko mengambil gelas yang berada di atas nakas lalu membantingnya ke lantai, sehingga gelas itu pecah menimbulkan suara. Mendengar suara pecahan tersebut membuat dua orang di dalam selimut itu terusik. Kenan lebih dulu yang terbangun, mata hitam pria itu memicing menyesuaikan indra penglihatannya. Disusul dengan Niara yang mengerang kemudian memundurkan tubuhnya, kedua tangannya ia renggangkan ke atas. Membuat leher jenjang Niara terekspos, bahkan tubuh bagian atas Niara pun terlihat, bukan hanya itu saja. Tanda merah yang menghiasi leher juga lengan Niara menjadi santapan matap Kenan yang sepenuhnya terbuka. Berbeda dengan Niko yang jelas tengah menahan amarah, pria itu sampai menggeram, geraman Niko membuat Kenan membalikan tubuhnya ke samping sehingga dirinya bertemu tatap dengan Niko. Mata Kenan melebar sempurna, belum menyadari dengan apa yang terjadi tubuhnya terdorong ke samping hampir menimpa Niara. "b******k! Lo ngapain adek gue?!" Niara yang baru bangun dari tidurnya seketika memandang tubuhnya dan juga Niko. Matanya memancarkan kepanikan dan juga kebingungan. "Angkat kaki lo, Ken. Gue tunggu lo di luar," "Dan kamu, Niara. Cepet pake pakaian kamu, Mas tunggu kamu!" Kenan segera mengambil celana yang berada di bawah ranjangnya, dia memakainya di dalam selimut. Kemudian bangkit berdiri tanpa memandang Niara yang masih menunduk sambil memegangi selimut yang kini menutupi tubuhnya. Kenan dan Niko membiarkan Niara di dalam kamar, sedangkan mereka berdua berada di balkon. Tanpa bisa menahan amarahnya, Niko memukul wajah tampan Kenan. Kenan membiarkan tubuhnya dipukuli oleh Niko. Karena dia pantas mendapatkanya, jika dia yang menjadi Niko pun pasti dia akan melakukan hal ini juga. "Gue bener-bener minta maaf, Nik." "Bulshit!" Umpat Niko. Napasnya terengah-engah akibat dirinya memukuli Kenan. Sampai kemudian Niara masuk ke dalam, masih dengan pakain yang semalam. Rambut hitam kemerah-merahannya menjutai ke bawah untuk menutupi lehernya yang terdapat tanda merah. Gadis yang kini sudah menjadi wanita itu dengan pelan berjalan masuk, Niko dan Kenan jelas memperhatikan Niara. Apalagi wanita itu berjalan dengan tidak nyaman, penuh dengan kehati-hatian. Niko ingin menangis saja, adiknya yang selama ini dia jaga dari semua pria, bahkan dia selalu mengancam kekasih adiknya itu untuk tidak berbuat macam-macam pada Niara. Tapi dirinya malah kecolongan oleh sahabatnya dari dulu, Kenan. Benar-benar dia ingin marah dan menghancurkan segalanya. Berbeda dengan Niko, Kenan yang melihat Niara berjalan pelan dan penuh kehati-hatian itu justru merasa bingung. Sekuat apakah dirinya hingga membuat gadis seperti Niara berjalan seperti itu, apakah rasanya memang menyakitkan sampai melangkah saja harus berhati-hati. Apakah dia semalam kasar saat menyentuhnya? Dan blank dia tidak mengingatnya. "Kalian berdua harus menikah!" Perkataan Niko sesaat setelah Niara duduk di ujung sofa itu jelas mengagetkan kedua orang yang baru saja mengalami malam panas bersama. "Lo jangan ngaco deh, Mas!" Semprot Niara kaget. "Kamu ngomong apa, Niara? Mas ini kakak kamu, yang sopan kalau ngomong!" Niara kembali menunduk setelah dibentak oleh Niko. "Mas nggak mau tahu, kalian harus nikah." "Aku nggak mungkin nikah kalau nggak saling cinta," Niko memandang sang adik dingin, begitupun dengan Kenan yang kini tengah memandang Niara dari ujung sofa. "Apa kalian waktu semalam ngelakuin itu atas dasar cinta?!" Perkataan Niko jelas menampar telak Niara membuat wanita itu menundukan kembali wajahnya. "Kita tunggu hasilnya, jika Niara hamil. Aku akan bertanggung jawab untuk menikahinya," ucap Kenan membelah kesunyian yang menghinggapi mereka. Niara berdecak namun tidak menjawab sepatah katapun. Ucapan Kenan seolah ide yang bagus bagi Niko dan pria itu menyetujui perkataan sahabatnya tersebut. "Bagaimana kamu Niara, apa kamu setuju?" Niara mendongak memandang sang kakak, dia menghela napasnya. "Tidak ada alasan aku untuk menolak bukan? Baiklah aku pulang." Niara berdiri dari duduknya, duduk satu sofa dengan Kenan saja membuatnya tidak nyaman. Dan dia sudah kenyang berada di sini lebih lama. *** Niara masuk ke dalam butik sambil menenteng buah nanas dan juga soda. Menurut yang dia baca di internet, cara mengugurkan kandungan itu dengan memakan nanas dan juga soda. Jadi sebelum sesuatu yang tidak dia inginkan itu terjadi, dia harus sudah menyiapkan alat tempurnya. Siska yang baru saja masuk ke dalam kantor Niara mengernyit heran, melihat Niara yang tengah memakan nanas sambil menggambar. "Tumben lo, Ra makan nanas." Tanya Siska sambil mengambil sepotong nanas yang berada di sterofoam. Niara mendelik menatap Siska yang tengah memasukan nanas ke dalam mulutnya. "Ih kenapa di makan?!" Jerit Niara kesal. "Ini makanan kan? Kenapa gak boleh di makan?" "Itu buat gue, lo nggak boleh makan!" Niara langsung saja menutup sterofoam tersebut lalu memasukannya kembali ke dalam plastik. "Pelit banget sih lo, biasanya juga gue minta nggak apa-apa!" "Masalahnya gue lagi pencegahan tauuu ... " Alis Siska tertarik ke atas "pencegahan apaan?" "Pencegahan kehamilan," Sedetik setelah mengucapkan kata-kata itu, Siska menyemburkan tawanya. Dia berpikir jika Niara sedang menghayal. Apa katanya? Hamil? Ck yang benar saja! "Lo jangan ngayal deh, hamil sama siapa? Erik? Ah apa si Mas kutub? Ckck astaga, Ra. Bisa-bisanya lo halusinasi kayak gini," "Gue nggak halu ya, sial! Gue kemaren tidur sama Kenan!" Tawa Siska makin pecah mendengar perkataan Niara yang benar-benar sudah kelewat halunya. Tidur dengan Kenan? Mimpi kali, cowok itu masih ada diluar negri dengan Niko. Patah hati Niara benar-benar buruk. "Ra, lo cuci muka sana. Jangan gue yang bikin ruangan lo banjir gara-gara gue siram muka lo ya." "Ih elo, ya. Nih liat kalau nggak percaya!" Niara seketika menyampirkan rambutnya ke belakang, membiarkan Siska melihat tanda merah yang dilakukan oleh Kenan di lehernya. "Sial! Itu beneran? Lo tidur sama Kenan?" Niara tidak membalas, dia kembali asyik dengan memakan buah di depannya. "Kok lo bisa sih tidur sama dia? Terus bukannya dia masih ada di luar negri?!" "Gue nggak tahu!" "Nggak tahu tuh yang mana? Nggak tahu bisa tidur sama Kenan atau nggak tahu dia ke sini?" "Dua-duanya gue nggak tahu!" "Emang gue percaya? Ck yang bener aja!" Niara menghentikan aksi mengunyah makananya. Dia memandang Siska di depannya, ia menghela napasnya dengan berat kemudian mulai menceritakan kejadian semalam yang menimpanya. Siska yang mendengarkan begitu fokus sampai-sampai dia tidak sadar jika nanas yang di makan oleh Niara sudah habis. "Gila! Gue nggak tahu yah, tapi sumpah cerita lo tuh kayak buatan. Ngarang dan klise!" "Yaudah gue nggak berharap lo percaya juga." Dumel Niara kesal. "Tapi sayang aja sih, lo lupa rasanya di tidurin sama Kenan. Coba aja kalau lo inget, beh mungkin itu angan-angan lo sejak remaja." Niara menggelengkan kepalanya tak habis pikir dengan pikiran Siska. "Tapi, Sis. Lo harus tahu, bukan cuman bagian atas aja, leher, lengan gue aja yang dia kasih tanda. Tapi paha gue juga ada kissmark dia!" "Sial!" Umpat Siska kaget bercampur heboh. "Gue nggak tahu dia seganas apa di ranjang, tapi biasanya cowok-cowok yang dingin, kaku kayak kanebo kering kalau soal urusan ranjang mereka lebih liar!" "Ih sok tau lo!" Siska mengibaskan tangannya. "Seriusan, gue dapat info dari pakarnya." Niara mengeleng, takjub akan ucapan Siska. "Eh tapi ... Kenapa lo makan nanas?" "Kenapa lo bilang? Kan gue udah bilang tadi, pencegahan. Supaya gue nggak hamil!" "Ck percuma lo makan tuh nanas, kalau air semen si Kenan udah masuk semalem." "Setidaknya gue mencoba," "Lagian kenapa sih, kalau hamil kan bagus. Lo bisa ngiket si Kenan. Dan cita-cita masa remaja lo tercapai, lo nikah dengan cinta pertama lo." "Nggak, gue udah lupain semua omongan absurd gue waktu itu. Gue udah nggak cinta lagi sama dia, ngapain juga harus nikah." "7 tahun emang bukan waktu yang singkat sih, apalagi buat lupain seseorang. Tapi, lo yakin?" "Yakin apa?" "Yakin sama perasaan lo sendiri?" Dengan mantap Niara mengangguk tegas dan sayangnya juga, Siska tidak mempercayainya. *** Sudah dua minggu sejak kejadian itu tidak ada tanda-tanda yang aneh pada tubuh Niara. Hanya Niko saja yang cerewet kepadanya, menanyakan mengenai tubuhnya. Niara juga masih sering memakan nanas dan juga soda, bahkan sampai perutnya merasa begah tidak enak. Siang ini dia sudah janjian dengan Bagas, dia akan menonton film dengan kekasihnya itu. Setelah itu sore harinya dia akan bertemu dengan Alan untuk mengantar pria itu bermain futsal. Dan malam harinya dia menemui Roby untuk makan malam. Seharian itu Niara benar-benar tidak ada di rumah, terus saja berkencan dengan ketiga kekasihnya. Niara menikmati waktu bersama kekasihnya itu, jelas saja dia selalu di manja dan diperhatikan siapa yang tidak akan senang? Sampai kemudian, ketika dirinya akan masuk ke dalam rumah di teras rumahnya sudah ada Kenan yang menunggunya. Ini pertemuan pertama mereka setelah kejadian dua minggu itu, dengan keadaan normal. Karena malam itu mereka bertemu dengan kondisi yang buruk. Kenan memandang Niara dari atas sampai ke bawah menatap penampilannya. Niara hanya memakai kemeja putih dengan bawahan jeans pendek, yang tetap saja lebih tinggi kemeja yang dia pakai, tapi panjang kemeja putih tersebut pun sqmpai pertengahan pahanya saja. Catat pertengahan paha! Niara yang ditatap seperti itu oleh kenan merasa risi, pria itu seperti tidak pernah melihat wanita saja. Batinnya kesal. "Saya tidak suka kamu berkeliaran dengan pria-pria itu," Niara menaikan alisnya tinggi mendengar perkataan tidak jelas Kenan. "Ck, kenapa memangnya, cemburu? Nggak mungkin kan. Lagian mereka itu cowok gue, ngapain lo ngelarang-ngelarang!" Balas Niara lancar tanpa terhambat. Jawaban tidak terduga Niara jelas membuat Kenan kaget, mungkin Niara juga. Tidak percaya wanita itu bisa berbicara kepada dirinya dengan percaya diri tanpa semburat merah serta tatapan malu-malu seperti dulu. Ah, Kenan mengingatnya. Onyx tajam itu memandang Niara dingin. "Mulai saat ini kamu harus mendengarkan perkataan saya, jauhi semua kekasih kamu! Sebelum kamu dinyatakan hamil, kamu harus menuruti perkataan saya. Karena jika kamu terbukti hamil, kamu sudah tahu kan? Kita akan menikah. Dan saya tidak mau calon anak saya kenapa-kenapa." Perkataan panjang Kenan membuat Niara memandang dengan mata tidak berkedip. Apa pria di depannya itu Kenan? Sejak kapan pria itu bisa berbicara panjang lebar kepadanya? Ah dia lupa, tentu saja dia pernah juga mendengar perkataan panjang Kenan. Saat pria itu menolaknya 7 tahun lalu, hampir saja dia melupakannya. Niara rasanya ingin tertawa, wajahnya kini menampilkan seringai. "Ck, gue anggap lo nggak pernah ngomong ini. Karena kalau iya, gue akan anggap lo bercanda." Setelah mengatakan itu Niara menyeringai, seringai mengejek. Kemudian dia berbalik lalu melangkah masuk ke dalam rumah, meninggalkan Kenan yang masih berdiri sibuk mencerna ucapan Niara. ***
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN