Bab 7. Goresan Dan Luka

1182 Kata
“Mas Dion kan? Apa boleh aku memanggil kamu seperti itu?” sahut Venus memotong dengan nada lembut. Dion tertegun dengan perkataan dan sikap Venus padanya. Bulunya meremang dan ia merasakan rasa hangat yang tak biasa di wajahnya. “Gak boleh ya?” tambah Venus lagi makin mendesak. Wajahnya seperti mengiba dan Dion jadi makin salah tingkah. “Bukan ... maksudnya, saya ... uh ...” “Kak Rei, panggilnya Mas Dion. Masa aku gak boleh?” rengek Venus makin membuat Dion menyerah. Ia pun akhirnya mengangguk tanpa ada perlawanan sama sekali. Venus pun tersenyum. Ia sedikit menunduk mencoba melihat posisi tangan Dion yang terluka dan disembunyikan di balik jas. “Tangan Mas Dion gimana?” tanya Venus tak bisa melihat dengan jelas. “Baik-baik saja, gak apa!” jawab Dion sambil tersenyum aneh dan salah tingkah. “Coba aku lihat!” Venus tanpa malu-malu menarik tangan Dion yang sudah diperban. Dion sedikit menahan rasa sakit yang masih tersisa dari kulitnya yang tersayat. “Saya tidak apa-apa, Nona,” sanggah Dion tapi tak berani menarik jemarinya yang tengah dipegang oleh Venus. “Tadi darahnya banyak ...” “Sudah berhenti!” potong Dion tersenyum tipis. Ia menunduk lagi dan menarik tangannya dari Venus. Sikap mereka masih sangat malu-malu. Dion yang tak berani memandang Venus dan Venus yang terus mencuri-curi pandang pada Dion. “Terima kasih, Mas sudah mau menyelamatkan aku,” ucap Venus setelah beberapa saat. “Gak, seharusnya saya yang minta maaf. Saya merasa gagal. Hal seperti ini gak seharusnya terjadi,” ungkap Dion ikut meminta maaf. Venus mengangguk lagi. “Aku juga salah kok. Harusnya aku gak ikut memberikan tanda tangan ke mereka.” Dion mengangguk. “Biar bagaimana pun pria itu adalah penyusup. Kita belum tahu motifnya. Tapi jika sudah seperti ini, maka benar jika Nona adalah target dari pelaku pembunuhan itu.” Venus mengangguk lagi. “Kalau begitu, saya harus melapor dulu pada Tuan Harristian. Nona bisa istirahat saja. Saya akan di luar. Jika ada apa-apa, Nona bisa memanggil. Atau saya panggilkan asistenmu untuk datang menemani?” tawar Dion pada Venus. Venus tersenyum dan menggelengkan kepalanya. Dion pun ikut tersenyum dan berdiri meninggalkan Venus di kamarnya. Dion memerintahkan satu orang untuk berdiri tepat di depan pintu sementara ia akan sedikit menjauh untuk menghubungi Arjoona Harristian. Dan seperti yang di duga Dion, Arjoona langsung panik begitu mendengar hal tersebut. “Apa Venus baik-baik saja? Apa dia terluka?” tukas Arjoona dengan nada suara agak tinggi. Dion sempat menelan ludahnya agak berat dan menarik napas lebih panjang. “Dia mengalami luka lecet di telapak tangannya, Pak. Saya sudah berkoordinasi dengan dokter Giandra dan untuk saat ini Nona Venus baik-baik saja. Tapi dia masih harus tinggal di rumah sakit untuk pemantauan,” jelas Dion melaporkan pada Arjoona. “Lalu polisi bilang apa? Apa penjahatnya tertangkap?” selidik Arjoona masih dengan nada tegang. “Sudah, Pak. Kami sudah membawanya ke kantor polisi dan det. Brooke sudah menanganinya.” Arjoona terdengar melepaskan napas kesal mendengar laporan Dion tentang putrinya. “Kamu ini bagaimana sih? Venus itu tanggung jawab kamu kan? Bagaimana dia bisa terluka seperti itu? Ada seseorang menyusup seperti itu ke dalam kerumunan! Apa kamu gak bisa mengurai kerumunan seperti itu? Kamu kan polisi!” sahut Arjoona sambil mendengus kesal berkali-kali. Ia jadi mengomel memarahi Dion yang dianggap telah lalai menjalankan tugasnya. “Maafkan saya, Pak. Saya benar-benar telah lalai dan lengah. Saya tidak akan mengulanginya lagi,” balas Dion dengan nada rendah dan hormat. Arjoona tak menjawab permintaan maaf Dion dan malah balik bertanya posisi mereka sekarang. “Berikan nomor lantai dan kamar Venus sekarang!” perintah Arjoona dengan ketus. “Kamar 501, Pak,” jawab Dion dan Arjoona langsung memutuskan sambungan telepon. Dion menghela napas panjangnya dan memandang layar ponsel itu. Rasa tak enak terus menyelimuti hatinya. Bagaimana jika Arjoona memecatnya kini padahal misinya belum selesai? Sedang memejamkan mata dan berpikir ponselnya berdering lagi. Sekarang yang menghubunginya adalah detektif Daryl Brooke. “Selamat siang, Detektif!” sapa Dion lebih dulu. “Tuan Juliandra, apa yang terjadi? Kenapa Nona Harristian bisa sampai ditusuk!” hardik detektif itu langsung menyemprot Dion. Dion sedikit mengernyitkan keningnya. Ia lupa jika anggotanya Felipe yang membawa pria yang mengancam keselamatan Venus tak tahu keadaan Venus sekarang. “Uh, det. Brooke, dengarkan aku dulu ...” “Aku sudah menduga jika pria sepertimu tak akan becus menjaga Nona Harristian!” sahutnya memotong dengan ketus. Dion menarik napas panjang dengan kesal. Sekarang semua orang akan mulai menyalahkannya. “Dia tidak tertusuk apa pun, det. Brooke!” tegas Dion kemudian. “Lalu bukankah pria yang dikirimkan oleh anak buahmu itu adalah yang menusuk Nona Harristian?” sahut det. Brooke masih bersikeras. “Memang ...” “Jadi kau mau mengelabuiku ya!?” Dion sampai mengurut kepalanya. Ia menghela napasnya agar lebih tenang. “Dengarkan aku dulu! Nona Harristian baik-baik saja dan hanya lecet saja. Yang tertusuk itu adalah aku detektif Brooke!” cetus Dion sedikit menaikkan level kekesalan pada suaranya. “Oh, jadi kamu yang terluka?” “Iya, sekarang tolong lakukan tugasmu untuk menyelidiki siapa pria itu dan apa hubungannya dengan kasus pembunuhan ini!” “Siapa kamu berani memerintahku?” tukas det. Brooke mulai kesal. “Aku tidak memerintahmu. Aku memintamu mengerjakan tugasmu dengan baik!” “Apa kamu sedang menghinaku?” cetus det. Brooke malah menaikkan level suaranya. “Tidak, tapi aku bisa melapor pada provost jika ini tidak selesai. Kamu tahu aku juga polisi ...” “Tapi kamu tidak punya yurisdiksi di sini!” “Itu sebabnya mengapa aku memintamu untuk menyelidikinya!” potong Dion yang berdebat dengan detektif itu. Detektif Brooke akhirnya diam dan menyetujui. “Tapi aku butuh kesaksian dari Nona Harristian mengenai pria ini. Ngomong-ngomong kalian di mana? Biar aku ke sana mewawancarainya ...” “Detektif, bukankah anggotaku sudah mengatakan padamu jika aku sendiri yang akan mengantarkan Nona Venus Harristian ke NYPD setelah dia merasa baik? Apa aku harus mengulang itu?” sahut Dion mulai sarkas. Detektif itu memang mulai mengesalkan. “Oke, baiklah! Tapi aku butuh bertemu dia secepatnya!” sahut det. Brooke masih belum menyerah. “Aku akan mengantarkannya besok dan aku berharap kamu sudah mendapatkan identitas pria itu sebelum kami datang!” Dion langsung mematikan sambungan panggilannya. Ia benar-benar kesal jadi bantalan pelimpahan kesalahan untuk kasus tersebut. Setelah menenangkan diri, Arjoona Harristian ternyata datang tergesa-gesa ke rumah sakit untuk melihat putrinya. Ia langsung diberi akses masuk dan Dion menyusuli ikut masuk beberapa saat kemudian. Tak datang sendiri, Arjoona ikut datang bersama teman baiknya Jayden Lin. Dua pria paruh baya itu masuk ke ruang perawatan Venus. Arjoona langsung memeluk putrinya begitu melihatnya. “Kamu gak pa-pa, Sayang?” tanya Arjoona sambil menungkupkan kedua tangannya di pipi Venus. Venus hanya tersenyum saja dan menunjukkan luka lecetnya pada sang ayah. “Cuma luka kecil, Dad ...” adu Venus manja. Jayden Lin yang berdiri di dekat Arjoona melihat kejadian itu langsung berkacak pinggang dan berbalik pada Dion yang berdiri tak jauh dari mereka. “Apa yang dilakukan seorang kepala pengawal sampai membiarkan subjek yang dilindungi jadi terluka? Apa kamu tidak membaca protokol pengawalan seperti apa?” hardik Jayden tanpa basa-basi.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN