"Kemarin Sehun berulang tahun?"
Shinbi menatap penasaran pada Taeyong yang sedang membaca buku di depannya. Saat di toilet tadi, Shinbi mendengar beberapa siswi membicarakannya. Taeyong meletakkan jari telunjuknya di bibir, mengisyaratkan Shinbi untuk tidak bicara terlalu keras karena mereka sedang berada di perpustakaan. Shinbi mengulum bibirnya. Taeyong pun mengangguk mengiyakan pertanyaan Shinbi.
Shinbi mengerutkan dahinya tajam. Kalau kemarin benar ultah Sehun, kenapa ia justru tampak begitu terluka? Apa yang membuatnya seperti itu? Bukankah seharusnya ia tampak senang dan lain sebagainya?
"Setiap Sehun berulang tahun, ia hanya akan menyendiri di ruang musik dan tidak ada yang boleh merayakannya dengan memberinya ucapan selamat ataupun kado. Ia tidak menyukainya," Taeyong menjawab rasa penasaran Shinbi. "Tapi kurasa, ia benci pada ulang tahunnya sendiri," Taeyong menambahkan.
"Kenapa?"
Taeyong mengangkat bahu cuek. Shinbi kembali memikirkan perkataan Taeyong. Sial, ia semakin dibuat penasaran oleh Sehun. Kenapa Sehun membenci hari ulang tahunnya? Apa yang terjadi pada hari ulang tahun atau hari lahirnya itu? Kenapa kehidupan pemuda menyebalkan itu begitu misterius?
Shinbi paham sekarang. Gadis itu mengerti kenapa Sehun bersikap dingin padanya kemarin. Itu karena Shinbi telah mengganggunya. Bahkan, hari ini Sehun masih saja bersikap dingin padanya. Saat ketiga temannya mati-matian menggodanya saat mereka berpapasan tadi pagi, Sehun hanya menatapnya dingin kemudian buru-buru pergi.
Huft. Padahal, Baekhyun sudah mewanti-wantinya. Tapi pada dasarnya Shinbi yang memang keras kepala dan tidak mau mendengarkan pemuda itu. Alhasil, Shinbi harus menerima 'pelajaran' dari Sehun—ciuman kasar itu— dan mengetahui tentang apa yang Sehun rasakan pada dirinya.
"Shinbi?"
Shinbi tergagap mendengar panggilan Taeyong. "Ya?" jawabnya gugup.
Taeyong mengernyit heran. "Kau kenapa? Setelah mendengarkan penjelasanku tadi kau seperti memikirkan sesuatu."
"Oh, tidak apa-apa. Aku hanya sedang ... Mm, aku memikirkan tugas kelompok kita," akunya. Shinbi tersenyum tipis. Senyum yang sedikit dipaksakan olehnya.
Taeyong menjentikkan jarinya. "Ah, tepat sekali kau membicarakannya. Bagaimana kalau kita mengerjakannya di kafe tempatku bekerja paruh waktu?"
Shinbi terkejut. "Apakah tidak apa-apa—maksudku, memang bosmu mengizinkan?"
"Donghae Hyung sudah mengizinkanku. Kau tenang saja, dia orang yang sangat baik. Jadi, dia tidak akan memarahiku ataupun memecatku hanya karena hal itu." Taeyong tersenyum lebar. Shinbi menimang-nimang kemudian ikut tersenyum lebar.
"Oke, nanti sore aku ke sana."
*****
Shinbi duduk menopang dagu sambil menatap bosan kemacetan yang terjadi di luar kafe tempatnya berada. Gadis itu sedang menunggu Taeyong yang sedang sibuk melayani pelanggan. Hari ini kafe sangat ramai, sementara pelayan yang datang bekerja hanya beberapa orang saja karena shift yang berbeda dan ada juga yang cuti. Jadi, wajar saja kalau Taeyong dan pelayan lainnya agak kerepotan.
"Maaf, menunggu lama," desah Taeyong sambil menghempaskan pantatnya di kursi di seberang Shinbi duduk. Wajahnya tampak sedikit kepayahan. Titik-titik peluh membasahi kening mulusnya. "As you can see, pelanggan yang datang hari ini sangat banyak. Jadi ...." Taeyong mengangkat bahunya.
Shinbi tersenyum lalu mengangguk paham. "I know. It doesn't matter, anyway."
"Really? But, you look so bored." Taeyong tersenyum jahil. Shinbi tersenyum kikuk.
Taeyong tersenyum geli menanggapi. Shinbi tiba-tiba mengeluarkan tissue dari tasnya. Kemudian, tanpa Taeyong duga, Shinbi mengelapkannya pada kening Taeyong yang bercucuran keringat. Taeyong membeku.
Setelah dirasa beres, Shinbi menarik tangannya kembali. Dahinya berkerut saat melihat wajah Taeyong yang tampak syok. "Taeyong, kau kenapa?"
Taeyong tersadar. Ia tersenyum kikuk saat melihat raut heran Shinbi. "Ti-Tidak, hanya saja ... apa kau tidak takut membuat orang salah paham—maksudku ... sikapmu tadi ...."
"Oh, soal tissue ini? Kenapa aku harus takut orang salah paham? Ini hanya wujud perhatianku pada temanku. Apa salahnya?" Shinbi menatap Taeyong dengan mata bulatnya yang membesar. Wajahnya kini begitu imut di mata Taeyong. Taeyong berdebar.
Taeyong kembali tersenyum kikuk. "Kau benar. Apa salahnya mengelap keringat temanmu, 'kan?" Shinbi mengangguk mengiyakan. Taeyong mengutuk dirinya sendiri. Kenapa ia jadi tidak nyaman begini?
Shinbi kemudian mengeluarkan notebook dan alat tulis untuk mengerjakan tugas kelompok mereka. Beberapa saat kemudian, mereka sudah tenggelam dalam diskusi-diskusi hangat tentang tugas yang mereka kerjakan. Tidak hanya berdiskusi, mereka terkadang saling bergurau satu sama lain.
Sementara itu, di luar kafe sepasang mata elang sedang mengawasi gerak-gerik mereka berdua. Ialah Oh Sehun yang sejak satu jam lalu berada di dalam Aventador-nya dan terus memperhatikan ke arah meja Shinbi. Pemuda itu tadinya hendak pergi ke kelab seperti biasa. Namun, tanpa disangka ia melihat Shinbi berjalan sendirian di perjalanannya menuju kelab. Karena penasaran dengan tujuan Shinbi pergi, ia pun memutuskan untuk mengikuti gadis itu. Dan ia pun terkejut saat mengetahui bahwa Shinbi pergi ke kafe tempat Taeyong bekerja paruh waktu.
Namun, dari keseluruhan adegan yang ia lihat selama satu jam ini, ada satu adegan yang membuatnya begitu geram. Apa lagi kalau bukan adegan saat Shinbi mengelap keringat Taeyong? Tidak sampai di situ, ekspresi wajah Shinbi seolah menunjukkan bahwa tindakannya itu adalah tindakan yang biasa saja. Sial! Apakah Shinbi tidak tahu kalau sikapnya itu bisa membuat orang lain, bahkan Taeyong sekalipun salah paham? Gadis itu polos atau memang tidak peka, sih?
Sehun mencengkeram kemudinya kuat. Ia benar-benar marah kali ini. Shinbi adalah pacarnya, semua orang di sekolah tahu itu. Bisa-bisanya gadis itu bersikap manis pada Taeyong, tapi tidak padanya. Sehun tahu, dialah yang memaksa Shinbi untuk jadi pacarnya. Sehun juga tahu betapa Shinbi membencinya. Namun, Sehun tetap saja merasa kalau Shinbi telah mengkhianatinya.
Well, sepertinya Sehun harus memberi mereka berdua pelajaran—khususnya Taeyong yang masih berani dekat-dekat dengan Shinbi.
Sehun mengambil ponselnya kemudian mencari kontak seseorang. Setelah menemukannya, ia menekan ikon untuk melakukan panggilan lalu menempelkan ponselnya ke telinga. Setelah beberapa saat, panggilannya tersambung kemudian seseorang di ujung sambungan menjawab, "Halo?"
"Hansol, aku punya tugas untukmu," ujar Sehun sambil tersenyum keji.
*****
Untuk kesekian kalinya, Shinbi mengecek Rolex kesayangannya. Lima menit lagi, bel tanda masuk akan berbunyi. Namun, Taeyong tidak juga kelihatan batang hidungnya. Aneh, biasanya Taeyong sudah datang sebelum Shinbi datang. Kali ini, justru Shinbi yang datang duluan. Perasaan heran muncul di benaknya.
Harapannya untuk melihat Taeyong masuk ke kelas pun sirna ketika bel sekolah berbunyi nyaring. Shinbi mendesah lesu. Apakah Taeyong terlambat masuk? Atau malah pemuda itu memang tidak masuk hari ini? Terlambat jelas bukan gaya Taeyong. Ia adalah murid teladan di sekolah yang selalu disiplin. Lantas, kalau ia tidak masuk, apa alasannya? Apakah ia sakit? Kenapa tidak mengabari Shinbi?
Shinbi benar-benar khawatir.
Jam pelajaran pertama, kedua, ketiga, Taeyong masih tidak kelihatan. Shinbi semakin yakin kalau Taeyong tidak masuk sekolah. Saat jam istirahat, Shinbi pun mencoba menelepon Taeyong sambil berjalan ke kafetaria. Panggilannya tidak tersambung. Ponsel Taeyong sedang tidak aktif. Shinbi menatap layar ponselnya heran.
"Kenapa ponselnya tidak aktif?" gumamnya heran. Shinbi mencoba menelepon kembali. Kaki-kakinya masih melangkah pelan menuju kafetaria. Lagi-lagi, hanya suara operator wanita yang menyapanya. Shinbi berdecak sambil menatap ponselnya sebal.
Brukk!
"Aw!"