Bab 2

2008 Kata
Hari kedua pemuda itu ada di sekolah tetap saja heboh seperti hari pertama kemarin. Gadis-gadis yang tergabung dalam siswa populer di sekolah saling bergosip dan membicarakan pemuda itu dengan kelompok mereka masing-masing. Para siswa laki-laki juga berusaha menarik pemuda itu untuk masuk dalam kelompok mereka. Lizzie hanya menyaksikan keributan di dalam kelasnya tanpa berminat sedikit pun untuk ikut campur. Lagipula mereka, anak-anak populer itu, tidak akan menghiraukannya. Dirinya hanyalah sebuah titik hitam yang tidak terlihat di antara banyaknya siswa populer di kelasnya. Namun, Lizzie tidak pernah memedulikannya. Dia sudah terbiasa dengan semua perlakuan itu. Keadaan kelas semakin berisik ketika Keith tiba. Pemuda itu langsung duduk di kursi yang kemarin didudukinya, tanpa menghiraukan keributan yang disebabkan oleh dirinya. Rachel dan geng-nya bergegas menghampiri Keith, berdiri di samping mejanya. "Halo, Keith, selamat pagi!" sapa Rachel ramah. Senyum manis menghiasi bibirnya yang dipoles lipgloss berwarna peach, membuat senyumnya terlihat semakin manis. "Maafkan atas penyambutan yang buruk atas dirimu kemarin." Wajah cantik yang tadi ceria sekarang berubah mendung. "Maaf juga karena kemarin aku, Rachel Murray, selaku gadis terpoluper di sekolah tidak menyambutmu. Percayalah, aku tidak bermaksud untuk melakukannya. Benar, 'kan, teman-teman?" Rachel menoleh ke kanan dan kirinya saat bertanya. Kedua sahabatnya berada di kedua sisi itu. Sonia dan Jen mengangguk cepat mengiakan perkataan sahabat mereka. "Well, jujur saja kami terpesona, padamu," ucap Sonia tanpa malu. Dia meringis sambil menatap kedua temannya yang juga melakukan hal yang sama. Keith tersenyum. Ia sudah menduga gadis-gadis ini pasti akan berkata seperti itu. Bukannya menyombong, hanya saja kebanyakan gadis-gadis itu selalu berkelakuan sama. Mereka selalu merasa lebih populer dari yang lainnya, kemudian mencoba untuk menggoda pemuda yang mereka juluki sebagai pangeran sekolah. Entah apa yang dirasakan gadis-gadis itu. Yang pasti seolah ada kebanggan tersendiri bagi mereka bila berhasil mendapatkan perhatian pemuda yang mereka incar. Perkataan gadis yang mengaku bernama Rachel membuktikan semuanya. Satu lagi, karena merasa mereka yang paling populer, mereka tidak merasa malu untuk mengungkapkan apa yang mereka rasakan meskipun itu kepada lawan jenis dan orang yang baru mereka kenal. "Tidak apa-apa," jawab Keith tanpa menghilangkan senyum dari bibirnya. "Aku bisa mengerti." "Benarkah?" tanya Rachel dengan suara yang dibuat senang mungkin. Dia bahkan melirik Lizzie saat mengucapakan kata itu. "Aku sangat senang mendengarnya." Rachel kembali menyunggingkan senyum manis. "Kami akan memberitakan sambutan ulang...." "Tidak perlu!" potong Keith cepat. Kepalanya menggeleng menolak usul Rachel. "Sambutan kemarin sudah cukup." Keith kembali tersenyum, hanya agar gadis-gadis ini tidak menyalahkan Lizzie. Sebenarnya ia sudah merasa muak dengan kehadiran mereka. Jujur saja, ia tidak menyukai para siswa yang menganggap diri mereka populer seperti halnya ketiga gadis ini. "Tidak apa, kami tidak keberatan." Sonia menyahut cepat. Dia tidak ingin Rachel mengamuk karena secara tidak langsung Keith sudah mempermalukannya. Kebiasaan jelek Rachel karena tak pernah ditolak. Apalagi penolakan itu berhubungan dengan gadis yang paling tidak disukainya di sekolah ini. "Kami melakukannya dengan senang hati." Sekali lagi Keith menggeleng. "Sungguh, kalian tidak perlu melakukannya. Aku tidak ingin merepotkan...." "Kau sama sekali tidak merepotkan!" sahut Rachel cepat. Mood-nya kembali setelah mendengar kalau Keith hanya tidak ingin merepotkan, bukan karena si jelek Lizzie. "Benar, bukan, Teman-teman?" Rachel kembali menoleh ke kanan dan kirinya meminta dukungan. Kedua gadis yang lain mengangguk membenarkan. Namun, Keith tetap tidak ingin ketiganya memberikan sambutan ulang. Untuk apa? Tidak ada gunanya sama sekali, yang ada akan terlihat sangat memalukan baginya. "Maafkan aku, Nona-nona, tapi sungguh, kalian tidak perlu melakukannya." Keith mengibaskan tangan kacau. "Jangan membuang waktu kalian hanya untuk sesuatu yang tidak perlu," ucapnya dengan suara semanis mungkin. Walaupun ia harus berusaha sekuat tenaga untuk bisa melakukannya. Ia sudah benar-benar tidak tahan dengan tingkah mereka bertiga. Ia adalah seorang pemuja kesunyian, dan ketiga gadis ini sangat berisik. Beruntunglah bel tanda pelajaran dimulai berbunyi beberapa detik sebelum ketiga gadis itu memulai aksi penyambutan mereka yang sangat tidak diinginkan. Keith mengembuskan napas lega, ketiga pengganggu telah duduk di tempat duduk mereka masing-masing. Ia bisa menikmati kesendiriannya lagi. Keith melirik ke arah kursi Lizzie, gadis itu terlihat tidak peduli dan segera melepaskan dan memasukkan headset saku bajunya begitu guru biologi mereka memasuki ruangan kelas. Kedua sudut bibir Keith sedikit terangkat melihatnya. Gerakan tergesa Lizzie terlihat lucu di matanya. Keith yakin kalau mereka akan sangat cocok bila bersama. *** Sudah sejak tiba di kelas tadi pagi Keith sudah mencoba untuk mendekati dan berbicara dengan Lizzie. Namun, ia terlambat, gadis-gadis populer di kelas sudah lebih dulu menghampiri mejanya. Sekarang adalah waktu istirahat, bel sudah berbunyi sejak beberapa menit yang lalu. Keith juga sudah berhasil mengusir ketiga gadis yang tadi pagi juga mengganggunya. Meski harus menggunakan seribu kebohongan akhirnya ia dapat menjauhkan mereka. Rasanya sangat lega saat melihat ketiganya menjauh. Percayalah, kau juga akan melakukan hal yang sama bila berada di posisinya. Keith berdiri setelah menyimpan seluruh alat tulisnya ke dalam tas. Menarik kakinya untuk melangkah ke arah meja Lizzie. Gadis itu tidak beranjak dari tempatnya. "Halo, Lizzie!" sapa Keith ramah begitu berada tepat di sisi meja gadis itu. Keith duduk kursi sebelah Lizzie tanpa meminta izin terlebih dahulu. Menurutnya tidak perlu, si pemilik kursi sudah berada di kantin, atau di tempat lain yang memang ditujunya. "Kau tidak ke kantin atau tempat lainnya?" Lizzie hanya melirik sekilas, setelahnya dia kembali sibuk menekuni bukunya. Ini adalah buku n****+ yang dipinjamnya dari perpustakaan beberapa haru yang lalu. Dia harus menyelesaikan membaca sebelum waktu pengembalian tiba, dan itu dua hari lagi. Lizzie tidak yakin akan dapat menyelesaikaembaca buku ini dalam dua haru ke depan kalau di mana pun berada dia selalu mendapat gangguan. "Atau mungkin ke perpustakaan?" Keith masih mencoba mengajak Lizzie bicara. Entah kenapa gadis berambut pirang yang satu ini sangat sulit didengar suaranya. Lizzie sangar jarang membalas setiap pertanyaannya. Kemungkinan besar dia hanya akan menjawab pertanyaan yang menurutnya penting saja. Itu saja, dan sepertinya pertanyaannya tadi tidak termasuk dari yang penting itu. Keith meringis diam-diam di dalam hati. Kenapa begitu sulit hanya untuk berteman? Lizzie hanya menjawab dengan memgangkat bahu tak peduli. Sungguh, baginya ini sangat membuang waktu dan tidak penting. Pemuda yang duduk di kursi di depannya ini sudah tahu, dia sudah mengatakannya kemarin kalau dia tidak menyukai tempat atau sesuatu yang ramai. Semua itu hanya akan membuatnya merasa terasing. Lagipula tidak ada yang akan melihatnya meskipun dia menunjukkan diri di tempat umum. "Bagaimana kalau kau menemaniku ke perpustakaan lagi?" tawar Keith. Ia tahu kalau permintaannya sangat konyol, ia hanya ingin mengajak Lizzie bicara saja. Gadis ini terlalu tertutup menurutnya. Meski bukan seorang introvert, tapi Lizzie sulit sekali untuk didekati. Lizzie memutar bola mata. Alasan Keith untuk mengajaknya keluar dari kelas sangat konyol sekali. Pemuda itu sudah tahu jalan menuju ke sana, tidak memerlukan bantuannya lagi dengan alasan takut tersesat atau apa pun itu. "Tidak adakah alasan lain yang bisa kau gunakan selain ke perpustakaan?" tanya Lizzie datar. "Kalau kau hanya ingin melihatku berada di luar kelas, maafkan aku, tapi sungguh, aku tidak tertarik." Keith mengusap tengkuk, ia ketahuan. Sedikit memalukan tapi Lizzie benar, ia harus menggunakan alasan lain untuk bisa mengajaknya keluar kelas bersama. "Kau sudah mengenal siswi lain, yang jauh lebih populer. Kulihat tadi mereka jiga mengajakmu ke kantin bersama, kenapa kau tidak pergi dengan mereka saja?" tanya Lizzie setelah menjilat bibir. Dia tidak terlalu suka banyak bicara, pemuda di depannya ini memaksanya. Lizzie menggeleng tak kentara, kembali meneruskan bacaannya. Namun, dia tidak memiliki selera untuk melanjutkan lagi. Rasa penasarannya menguap dengan kehadiran pria ini. Jujur saja, ada sedikit euforia di hatinya mengetahui pemuda yang menjadi incaran geng populer di sekolah mendekatinya. Entah apa maksud Keith dengan terus mencoba mengajaknya berbicara. Namun, apa pun itu Lizzie tetap merasa tersanjung. "Aku tidak tertarik dengan mereka." Blush! Pipi Lizzie terasa memanas tiba-tiba, seperti terbakar saat mendengar perkataan Keith berkata seperti itu. Dia bukan gadis bodoh walaupun juga tidak pintar. Namun, dia masih dapat membedakan dan mengerti cara bicara seseorang. Entah Keith hanya mencoba menarik perhatiannya saja berbicara seperti itu atau apa, yang pasti di dalam dadanya sedang terjadi pesta dansa. "Gadis-gadis itu terlalu memaksa menonjolkan diri mereka." Keith berdecak. Ingatan tentang Rachel dan kedua temannya membuatnya kesal saja. "Dengan mengatakan kalau mereka adalah gadis-gadis populer, bukankah itu artinya mereka mengukuhkan diri mereka sendiri tanpa ada yang memilih atau memutuskan?" Lizzie memutar bola mata jengah. Sungguh, dia tidak tertarik dengan pembicaraan ini. Sangat tidak bermanfaat baginya. Namun, dia tetap harus mendengarkan. Tak mungkin mengusir Keith dengan alasan apa pun, dia tak memilikinya. Lagipula ia tidak ingin dianggap tidak sopan dan memancing makin banyak orang yang membencinya hanya karena sudah mengusir idola mereka secara kasar. Keith meringis melihat reaksi Lizzie. Kemungkinan besar gadis ini tidak menyukai bahasannya kali ini. Ia tidak bermaksud apa-apa, hanya ingin mengajaknya bicara saja. "Sekali lagi aku katakan padamu." Jeda, Lizzie menelan ludah kasar. Dia akan meminta sesuatu sedikit tidak sopan menurutnya, dan sungguh, itu sangat bukan dirinya sekali. Namun, ia harus melakukannya, demi keamanan dan kenyamanannya selama dia bersekolah. "Aku tidak tertarik dengan topik pembicaraan ini." Lizzie menggeleng. "Dan berhenti mengajakku bicara karena aku tidak suka." Keith sedikit terkejut mendengar kata-kata itu. Sungguh, ia tidak percaya kalau Lizzie akan berkata sekasar itu. Lizzie meringis melihat ekspresi yang ditampilkan Keith. Pemuda itu tampak terkejut. Tentu saja seperti itu, tapi seharusnya ia sudah menduga kalau dirinya bukanlah gadis yang lemah lembut dan pandai berakting seperti gadis-gadis populer itu. Satu lagi, ia tidak mau semakin mendapat masalah kalau Keith terlihat oleh yang lain sedang bersamanya. "Maafkan aku, aku tidak bermaksud mengusirmu." Lizzie menggeleng kacau, kedua tangannya mengibas serba salah. "Aku hanya ingin ketenanganku tidak terganggu. Itu saja." "Maksudmu ...." Keith berdiri. Menghampiri Lizzie yang sudah berdiri sejak beberapa menit yang lalu. "Kau tidak membiarkan siapa pun masuk ke dalam kehidupanmu?" tanyanya menyelidik. Lizzie mengangkat bahu. "Apa itu artinya kau tidak menerima seorang pun teman?" "Menurutmu?" Lizzie balas bertanya. Tatapannya menusuk. Keith mengangkat bahu. "Entahlah," ucapnya. "Kurasa memang seperti itu." Ia tersenyum canggung. "Syukurlah kalau kau paham." Lizzie mengangguk. "Jadi, aku tidak perlu menjelaskan panjang lebar lagi padamu." Lizzie memasang headset, memasukkan kedua tangan ke dalam saku bajunya dan berlalu tanpa berkata apa-apa lagi. Dia benar-benar tak ingin diganggu. Tak ingin diberi harapan pertemanan lagi. Dia tidak mengharapkan seorang teman yang datang hanya sekedar singgah kemudian pergi setelah mendapatkan teman yang lebih baik lagi. Dia sudah bosan dengan semua itu. Jadi, jangan menyalahkannya kalau dia menutup pintu pertemanan bagi siapa saja. Apalagi untuk orang yang terkenal seperti Keith Chase. Sementara Keith hanya melongo. Dia tidak menyangka kalau permintaan pertemanannya ditolak. Astaga! Ini baru pertama kali dialami oleh seorang Keith Chase. Bagaimana mungkin seorang gadis yang biasa saja seperti Elizabeth Miller bisa menolaknya yang diinginkan oleh tiga orang gadis yang mengaku populer di sekolah mereka? Lizzie bukan gadis biasa, Keith. Dia luar biasa! Keith mengangguk membenarkan kata hatinya. Lizzie memang luar biasa baginya. Tidak ada seorang gadis pun yang menolak pesonanya, hanya Lizzie seorang dan yang pertama melakukan itu. Keith tersenyum. Sepertinya hari-harinya di sekolah baru ini akan lebih menyenangkan dan lebih menantang. Semoga saja tidak ada pembullyan atau kekerasan dalam sekolah di sekolah barunya ini, seperti yang dulu terjadi di sekolah lamanya. Kalau terjadi seperti itu ia tidak akan dapat berdiam diri lagi. Meski baru beberapa hari di sini ia akan tetap bertindak. *** Taman sekolah tidak pernah menjadi pilihan Lizzie untuk menghabiskan waktu istirahat siangnya. Dia lebih suka berdiam diri di kelas atau menghabiskannya di perpustakaan. Namun, saat ini kedua tempat itu bukanlah pilihan yang tepat. Keith si murid baru selalu berada di dua tempat itu, dan jujur saja itu sangat mengganggunya. Dia tidak terbiasa memiliki teman di sekolah. Selalu sendirian sejak pertama masuk sekolah membuatnya memasang benteng pertahanan diri yang tinggi agar tidak semakin terluka lagi. Sungguh, siapa pun orangnya pasti akan senang kalau didekati oleh pemuda yang menjadi idola di sekolah. Lizzie juga seperti itu. Hanya saja, bukankah lebih baik dia menghindar daripada semua itu berdampak buruk baginya? Dia yakin kalau ada seorang saja yang melihat Keith berbicara padanya, maka habislah seluruh ketenangannya selama ini. Kemungkinan besar Rachel dan teman-temannya akan kembali melakukan sesuatu yang buruk lagi padanya. Bisa saja lebih buruk dari menguncinya di toilet sekolah selama jam pelajaran, atau menyiramnya dengan air bekas pel lantai. Dia tak ingin hal seperti itu terjadi lagi. Dia ingin menghabiskan sisa waktu di sekolah menengahnya dengan tenang.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN