Bab 1. Menuntut Tanggung Jawab

1570 Kata
“Bisa kita bicara sebentar?” Killa yang sepertinya memang sudah menunggu kehadiran mereka, langsung menghampiri begitu melihat Gala turun dari mobil bersama tunangannya. Jantung Gala seketika bergemuruh. Panik sekaligus takut Killa akan bicara ngawur di depan Jingga. Sebulan lebih setelah kejadian malam itu dan mereka balik dari London, keduanya tidak pernah berkomunikasi. Lebih tepatnya, Killa yang sengaja menghindar. Padahal Gala beberapa kali mencoba menghubungi untuk menanyakan keadaannya. Khawatir itu pasti. Perasaannya tidak tenang dihantui ketakutan, kalau sampai Killa tiba-tiba nekat membuka rahasia mereka. Atau lebih parah lagi dia hamil. Tapi, karena dia tidak merespon telepon dan chatnya, Gala pikir semua kekhawatirannya itu tidak akan terjadi. Lantas kenapa sekarang tiba-tiba malah muncul di rumah mereka, setelah menegaskan tidak akan menuntut tanggung jawab apapun. “Mau bicara apa?” Tanpa sadar gandengan tangan Gala mengerat. Matanya mengernyit ke arah Killa yang sedang menatap tegang Jingga. “Serius, kamu tidak tahu, Gal?!” Killa malah tersenyum sinis. Gala rasanya ingin mengumpat. Dia sendiri yang mengabaikan telepon dan chat darinya, lalu sekarang bertingkah seolah dirinya menghindar lari dari tanggung jawab. “Ok, kita bicara!” angguk Gala, kemudian menoleh ke Jingga yang masih bungkam. “Ayang, kamu masuk dulu! Aku ada sedikit urusan dengan Killa.” Gala mengulurkan paper bag belanjaan mereka. Berusaha membuat Jingga menyingkir dari situ. Setidaknya dengan begitu dia bisa lebih leluasa bicara dengan Killa dan bertanya apa maksudnya bertingkah seperti ini di depan Jingga. Sayangnya Gala lupa, kalau Jingga yang pendiam dan bermuka dingin justru punya insting kuat. Mengabaikan ucapan tunangannya, cucu perempuan keluarga Lin yang sekarang mewarisi bisnis nightclub elite dari papanya itu membalas tatapan tak biasa Killa. “Kamu cari aku atau Gala?” tanyanya mulai merasa ada yang tidak beres. Sejak dulu Jingga memang jarang bertegur sapa dengan Killa. Tidak begitu suka adik dari om angkatnya ini. Dan tentu saja itu semua ada alasannya “Kalian berdua,” jawab Killa dengan suara gemetar. “Killa!” Gelagapan Gala menyambar tangan Killa hendak membawanya menjauh, tapi ditepis kasar. “Kita harus bicara, Gal!” serunya keras dengan mata memerah menatap Gala marah. “Urusanmu hanya denganku. Jadi kalau mau bicara, ayo ikut aku!” ajak Gala penuh peringatan supaya Killa tidak melanjutkan niat gilanya itu. Jingga tidak boleh tahu soal kejadian malam itu, karena itu sama saja hubungan mereka akan kandas. Satu hal yang selalu Jingga tekankan sejak awal hubungan mereka. Tidak ada kata maaf untuk perselingkuhan. “Nggak! Jingga juga harus tahu soal ini!” geleng Killa tegas dengan suara makin meninggi. Di sana Jingga menatap tunangannya yang terlihat panik sekaligus marah. Demikian juga dengan Killa. Pikirannya mulai tidak enak. Besar bersama, dia tahu betul bagaimana sifat Gala yang kadang terlalu humble. Enam tahun berjauhan, setidaknya dia masih bisa memantau tunangannya itu karena Langit juga kuliah dan tinggal di London. Tapi, entah kenapa kali ini Jingga merasa ketakutannya selama ini bennar-benar terjadi. Benarkah dia kecolongan? “Masuk! Kita bicara di dalam!” Jingga mengajak Killa untuk masuk ke rumah, tapi Gala malah kembali berusaha menyeret gadis itu pergi. “Ikut aku!” “Lepas! Aku harus bicara dengan Jingga!” Killa meronta berusaha melepas cekalan tangan Gala. “Jangan gila kamu, La! Aku sering menghubungimu, tapi kamu abaikan. Kenapa sekarang tiba-tiba nyelonong ke sini dan sengaja mencari Jingga?! Apa maumu sebenarnya?” geramnya sampai lupa, kalau tunangannya berdiri menonton ulah mereka dengan tatapan nanar. Bahkan, mama mereka dan Langit juga keluar dari rumah setelah mendengar ribut-ribut di luar. “Ada apa ini? Gala kenapa ribut dengan Killa?” tanya Freya. Jingga malah menoleh ke saudara kembarnya yang terlihat blingsatan panik. Langit baru saja hendak mendekat melerai mereka, tapi lengannya ditarik oleh Jingga. “Apa yang sedang kalian sembunyikan dariku?” cecarnya dengan mata lekat tajam. Sumpah! Biarpun kembar Langit saja takut kalau adiknya sudah kayak gini. “Aku juga tidak tahu mereka ada masalah apa,” gelengnya lirih. “Dan kamu pikir bisa berbohong dariku? Kamu pikir aku bodoh, tidak bisa menebak kenapa mereka sampai ribut seperti itu, Lang?” Jingga melepas kasar cekalannya dengan tatapan kecewa ke abangnya. “Gala!” seru Freya ke anaknya yang kemudian menoleh kaget. Baru sadar sudah jadi tontonan mereka. Killa menepis lepas tangannya dari cengkraman Gala, lalu melangkah mendekat ke arah mereka. Jangan tanya setakut apa Gala sekarang. Terlebih mendapati tatapan tajam dari tunangannya. Berat kakinya melangkah. Kalau benar Killa akan membongkar soal kejadian malam itu, maka selesai sudah semua. “Maaf kalau kedatanganku kali ini dianggap tidak sopan, Tante Frey. Tapi, ada hal penting yang harus saya sampaikan ke kalian.” Killa berdiri dengan kaki yang terasa lemas dan muka pucat pasi di hadapan putri tunggal konglomerat Jonathan Lin itu. “Ada masalah apa kamu dengan Gala? Kalau Satria tahu kalian ribut begini, bisa-bisa malah salah paham.” Freya bahkan sampai menoleh ke rumah sebelah yang merupakan hunian adik angkatnya, Satria Lin. Beruntung sepertinya dia belum pulang dari kantor. Iya, Satria Lin adalah kakak kandung Killa beda ibu. Hanya saja diangkat anak oleh sang konglomerat saat masih kecil dulu. Itu kenapa Killa bisa punya hubungan dekat dengan mereka, termasuk Gala. Bahkan, punya akses ke perumahan mereka yang tidak sembarang orang bisa masuk. Saat di Londoh pun oleh Satria adiknya itu dititipkan ke Gala dan Langit. “Tidak ada apa-apa, Ma. Mereka kadang kalau bercanda memang suka gitu.” Langit berusaha menengahi dengan tatapan memohon ke Killa, tapi sayangnya juga percuma. “Kali ini aku serius, Lang. Tidak bisa ditunda lagi!” geleng Killa. “Please, Killa! Kita bisa bicarakan lagi, kalau yang kemarin itu masih belum bisa kamu terima. Apapun maumu tidak masalah. Tolong! Ya?” Langit mendekat dan bicara setengah berbisik ke Killa yang sepertinya sudah hampir menangis. Gala yang berdiri di belakang Killa mengernyit bingung. Tidak paham apa maksud ucapan Langit barusan. Kenapa saudaranya itu tidak bilang kalau bertemu Killa? Lalu, apa yang mereka bicarakan? “Tidak, aku tetap pada keputusanku untuk tidak melibatkanmu dalam masalah ini. Jadi biarkan aku menyelesaikan semua sekarang dengan Gala, Jingga, dan kalian semua. Tidak peduli apapun akhirnya nanti. Yang penting, aku mau menuntut tanggung jawab!” tegas Killa. Gala langsung pucat. Sementara Jingga dan mamanya berdiri mematung dengan d**a sesak. Tanggung jawab? Langit menoleh panik ke adiknya yang makin terlihat menakutkan dengan diamnya. Jangan harap melihat Jingga yang marah akan berteriak atau menunjukkan emosinya dengan hal frontal. Tidak akan pernah! Karena sifatnya persis papa mereka yang tenang, dingin, irit bicara, dan pandai mengontrol emosi. Tapi, justru itu yang menakutkan. Karena sekalinya meledak, tidak akan ada yang bisa menghentikannya. “Tanggung jawab apa maksudnya?” Freya mengernyit menatap mereka bertiga. Dia tahu ini masalah antara Killa dan Gala, tapi Langit ikut menutupi. “Nggak kok, Ma. Bukan hal besar. Mereka bisa selesaikan sendiri! Kita masuk saja. Biar Killa bicara dengan Gala!” ajak Langit mendekat merangkul adik dan mamanya, tapi dia didorong oleh Jingga hingga terhuyung mundur. “Biarkan Killa masuk dan bicara dengan kami! Kalian tidak perlu takut, kalau memang merasa tidak ada apa-apa!” Jingga menatap dengan mata menghujam ke tunangannya yang makin tampak gusar. Dia juga takut akan mendengar apa yang tidak seharusnya, tapi pantang baginya untuk lari dari masalah. Tangan Jingga mengepal. Makin yakin kalau ketakutannya selama ini bakal jadi mimpi buruk yang menjelma menjadi kenyataan. “Ayang, beri aku kesempatan sebentar untuk bicara lebih dulu dengan Killa. Masalahnya tidak seperti yang kalian bayangkan itu. Ini hanya salah paham, Jingga!” bujuk Gala berusaha mendekat meraih tangan Jingga, tapi ditolak dengan tatapan menusuknya. “Kalau kamu butuh waktu untuk menjelaskan, ayo masuk dan kita selesaikan semua yang kamu bilang hanya salah paham itu! Aku mau dengar sendiri apa yang akan Killa sampaikan, sampai kamu dan Langit setakut itu membiarkan dia bertemu denganku!” sahut Jingga membuat Gala mati kutu. “Ayang ….” “Jangan jadi pengecut, Gala! Kalau kamu memang tidak melakukan kesalahan, buat apa setakut itu?!” Jingga menyeringai dingin menatap Gala dan Killa yang kicep. Freya menghela nafas panjang. Meski pikiran buruk memenuhi benaknya, tapi dia masih berharap semua tidak seperti dugaannya. Dia merangkul anak perempuannya. Jingga yang tenang, tapi sebagai ibu Freya tahu batinnya juga terguncang disuguhi hal tidak mengenakkan begini. Terlebih gadis itu adalah Killa. Sementara Gala melirik ke Killa dengan tatapan marah bukan main. Tidak menyangka dia akan setega ini mendatangi Jingga dan keluarganya langsung, setelah menghindar tidak mau menerima telepon darinya sejak pulang dari London. Satu lagi, apa yang disembunyikan Langit darinya? Kenapa harus diam-diam menemui Killa, tanpa memberitahu pertemuan mereka? “Ayo, masuk! Kita bicara di dalam!” ajaknya. “Killa …” Panggilan itu membuat mereka semua menoleh. Gala dan Killa tercengang melihat siapa yang datang. Saking takutnya sampai gemetar mendapati Ibra dan Satria turun dari mobil yang sama. Ibra Abraham adalah papa Langit dan Jingga, sekaligus papa angkat Gala. Mereka berdua yang sekarang memegang perusahaan Jonathan Lin, setelah sang konglomerat memutuskan mundur dari dunia bisnis. “Bang!” sapa Killa lirih begitu abangnya mendekat. “Kenapa berdiri di luar? Tumben mau ke sini tidak mengabari Abang dulu?” tanya Satria menatap mereka yang sepertinya sedang dalam situasi tidak mengenakkan. Sementara Ibra diam menyimak. Tatapan mata istrinya sudah cukup memberinya jawaban, kalau memang ada sesuatu sebelum mereka datang. “Itu, aku mau .…” Suara Killa tercekat. Menunduk dengan wajah muram dan mata memerah basah. “Kamu kenapa? Ada apa sebenarnya?” tanya Satria mulai penasaran sekaligus khawatir melihat adiknya seperti tertekan. “Killa bilang mau minta tanggung jawab, Om!” jawab Jingga menatap Killa yang menunduk takut.
Bacaan gratis untuk pengguna baru
Pindai untuk mengunduh app
Facebookexpand_more
  • author-avatar
    Penulis
  • chap_listDaftar Isi
  • likeTAMBAHKAN